Family

Family

Senin, 28 Oktober 2013

Makalah Ensiminasi Buatan Pada Manusia








BAB I
PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang
Untuk memahami secara pasti latar belakang pelaksanaan inseminasi buatan mengalami kesulitan karena tidak ada kesepakatan siapa penemu pertamanya. Daniel Rumondor memberikan isyarat bahwa inseminasi buatan agaknya diilhami oleh keberhasilan syeikh-syeikh arab memperanakkan kuda sejak tahun 1322. Praktek inseminasi buatan pada manusia secara tidak langsung terkandung dalam cerita Midrash di mana ben sirah dikandung tidak sengaja karena ibunya memakai air bak yang sudah terampur sedikit air mani. Dan eksperimen yang berhasil di perancis diikuti oleh laporan dokter Amerika pada tahun 1866 bahwa ia berhasil melakukannya sebanyak 55 pada 6 orang wanita dan bayi inseminasi buatan pertama di nagara itu.
Latar belakang melakukan inseminasi buatan adalah keinginan-keinginan sebagai berikut:
1)   Keinginan memperoleh atau menolong untuk memperoleh keturunan;
2)   Menghindarkan kepunahan manusia;
3)   Memperoleh generasi jenius atau manusia super;
4)   Memilih suatu jenis kelamin;
5)   Mengembangkan teknologi kedokteran.

1.2.  Alasan Pemilihan Judul
Alasan pemilihan  judul “INSEMINASI BUATAN PADA MANUSIA” tidak lain untuk meluruskan pandangan masyarakat terhadap permasalahan INSEMINASI BUATAN.

1.3.  Tujuan Penulisan
Tujuan kami menyusun makalah ini, tidak lain agar kami sebagai penyusun dan para pembaca  bisa memahami dan menjunjung tinggi hukum – hukum syariat serta dapat mempelajari lebih tenang seputar permasalahan “Inseminasi buatan dalam Pandangan Islam”

1.4.  Metode Penulisan
Makalah ini disusun berdasarkan metode pustaka dengan merujuk pada buku-buku, majalah-majalah, makalah-makalah yang berdasarkan Alqur’an dan Hadits.


BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Pengertian Inseminasi Buatan

Inseminasi buatan merupakan terjemahan dari istilah inggris artificial insemination. Dalam bahasa arab di sebut اَلتَّلْقِيْحُ yang berasal dari kata لَقَّحَ-يُلَقِّحُ yang artinya mempertemukan / mengawinkan. Dalam bahasa Indonesia ada yang menyebut pemanian buatan, pembuahan buatan, atau penghamilan buatan.

2.2. Inseminasi Buatan yang diperbolehkan Menurut Hukum Islam

Pelaksanaan inseminasi buatan yang diperbolehkan yang jika dikaitkan dengan hukum islam,akan menyangkut hal-hal seperti:
1).   Pengambilan bibit,
2).   Penanaman bibit,
3).   Asal penempatan bibit.

2.2.1  Pengambilan bibit
Yang dimaksud dengan pengambilan bibit disini adalah pengambilan sel telur (ovum pick up ) dan pengambilan \pengeluaran sperma.
1.      Pengambilan Sel Telur (Ovum Pick Up=OPU)
Dalam inseminasi buatan ada dua cara untuk pengambilan telur, yaitu dengan Laparoskopi dan USG (Ultrasonografi). Dengan ara laporoskopi folikel akan tampak jelas pada lapang pandangan laparoskopi kemudian indung telur dipegang dengan penjepit dan dilakukan pengisapan. Cairan folikel yang berisi sel telur ditampung dalam tabung. Cairan tersebut diperiksa dibawah mikroskop untuk meyakinkan apakah sel telur sudah di temukan. Adapun dengan cara USG, folikel yang tampak di layar ditusuk dengan jarum melalui vagina kemudian dilakukan pengisapan folikel yang berisi sel telur seperti cara pengisapan laparoskopi.
Yang perlu dianalisis pada pengambilan ovum tersebut adalah melihat aurat wanita, karena kedua cara pengambilan sel telur itu tidak dapat dilepaskan dengan melihat atau pun meraba dan memasukkan sesuatu pada vagina.
Pada dasarnya islam melarang melihat aurat orang lain dan setiap muslim diwajibkan memelihara auratnya sendiri.Allah SWT berfirman:

قُلْ لِلْمُؤْ مِنِيْنَ يَغُضُّوْا مِنْ اَ بْصَا رِهِمْ وَ يَحْفَظُوْا فُرُوْجَهُمْ ذَلِكَ اَزْكَىلَهُمْ اِنّ َاللهَ خَبِيْرٌ بِمَا يَصْنَعُوْنَ
Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman,hendaknya mereka menahan pandangannya dan memelihara kemaluannya;yang demikian itu adalah suci bagi mereka,sesungguhnya Allah maha Mengetahui apa yang mereka perbuat. Q.S.AN-NUR:30

وَقُلْ لِّلْمُؤْمِنَتِ يَغْضُضْنَ مِنْ اَبْصَارِهِنَّ وَيَحْفَظْنَ فُرُوْجَهُنَّ وَلاَيُبْدِيْنَ زِيْنَتَهُنَّ اِلاَّماَظَهَرَمِنْهَا...........
Katakanlah kepada wanita yang beriman,”Hendaklah mereka menahan pandangannya,dan memelihara kemaluannya,dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya,kecuali yang (biasa) tampak darinya ……………………………… Q.S.AN-NUR:31

Dalam praktek pengambilan sel telur seperti dijelaskan di atas,para dokter ahli tidak lepas dari melihat bahkan meraba atau memasukkan sesuatu dalam aurat wanita. Disamping itu para dokter sering juga berkhalwat dengan pasien ketika mendiagnosa penyakit. Pelaksanaan tersebut jika diniati dengan baik, terjaga keamanan, dan tidak merangsang sahwat dapat dikategorikan sebagai hal yang darurat. Islam membolehkannya karena sesuai dengan kaidah ushul fiqh.

الضَّرُوْرَةُ تُبِيْحُ الْمَحْضُوْرَاتِ
Keadaan dharurat membolehkan sesuatu yang di larang.
Demi mencegah fitnah dan godaan setan , maka sebaiknya sewaktu dokter yang memeriksa pasien dihadiri orang ketiga dari keluarga maupun tenaga para medis, sesuai dengan kaidah ushul:
دَرْأُ الْمَفَا سِدُمُقَدَّمٌ عَلَىجَلْبِ الْمَصَالِحِ
“Menghindari kesusahan lebih diutamakan dari mengambil maslahat.

Akan sangat baik jika dokter pemeriksa itu dari jenis kelamin yang sama. Sulit dibayangkan jika dalam kondisi dharurat seperti itu masih diharamkan melihat aurat wanita. Sebab ,bagaimana dengan wanita yang akan melahirkan?
Berdasarkan uraian diatas dapat diambil pengertian bahwa pengambilan sel telur (ovum) dalam pelaksanaan inseminasi buatan dihalalkan karena pertimbangan dharurat. Di samping kondisi itu,dokter pemeriksa pun harus tetap menjaga Etik Kedokteran
2.      Pengeluaran sperma
Di banding dengan pengambilan sl telur,pengeluaran dan pengambilan sperma lebih mudah.Untuk memperoleh sperma dari laki-laki dapat dilakukan antara lain dengan:
a)                   istimna’(masturbasi,onani)
b)                  ’azl
c)                   Dihisap langsung dari pelir(testis)
d)                  Jima’dengan memakai kondom
e)                   sperma yang ditumpahkan ke dalam vagina yang dihisap dengan cepat dengan spuit,dan
f)                   Sperma mimpi malam.
Untuk keperluan inseminasi buatan, cara yang terbaik adalah masturbasi(onani).Yang menimbulkan persoalan dalam hukum islam adalah bagaimana hukum onani dalam kaitan dengan pelaksanaan inseminasi buatan tersebut.
Dalam Alquran surat al-mu’minun ayat 5 yang berbunyi:
وَالَّذِيْنَ هُمْ لِفُرُوْجَهُمْ حَفِظُوْنَ
“Dan orang-orang yang menjaga kemaluannya”

Allah SWT memerintahkan agar manusia menjaga kemaluannya kecuali pada yang telah dihalalkan.Secara umum Islam memandang bahwa melakukan onani tergolong tidak etis. Mengenai hukum, fuqaha’(ahli fiqh) berbeda pendapat. Ada yang mengharamkan secara mutlak, ada yang mengharamkan pada hal-hal tertentu, ada yang mewajibkan juga pada hal-hal tertentu, ada pula yang menghukumi makruh.
Alasan yang dikemukakan adalah bahwa Allah SWT memerintahkan menjaga kemaluan dalam segala keadaan kecuali kepada isteri atau budak yang dimilikinya. Ahnaf berpendapat bahwa onani memang haram, tetapi kalau karena takut zina, maka hukumya wajib.Kaidah ushul menyebutkan:
اِرْتِكَابُ اَخَفُّ الضَّرُرَيْنِ وَاجِبٌ
“Mengambil yang lebih ringan dari suatu kemudharatan adalah wajib”

Kalau karena alasan takut zina, atau kesehatan, sedangkan tidak memiliki isteri atau amah(budak) dan tidak mampu kawin, maka menurut hanabilah onani diperbolehkan. karena kuatnya syahwat dan tidak sampai menimbulkan zina. Agaknya Yusuf al-Qardhawy juga sependapat dengan hanabilah mengenai hal ini, Al-Imam Taqiyyudin Abi Bakri Ibn Muhammad al-Husainy juga mengemukakan kebolehan onani yang di lakukan oleh isteri atau ammah-nya karena itu memang tempat kesenangannya.
Memperhatikan pendapat-pendapat mengenai hukun onani diatas, maka dalam kaitan dengan pengeluaran\pengambilan sperma untuk inseminasi buatan, boleh dilakukan. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pengambilan sel telur (ovum) dan sperma untuk keperluan inseminasi buatan-dengan illat hajah tentunya-dapat dibenarkan oleh hukum islam.

2.2.2  Penanaman Bibit (Embryo Transfer)
Setelah sel telur dan sperma di dapat, proses inseminasi buatan seperti telah disinggungkan pada uraian sebelumnya, dilakukan pencucian sperma dengan tujuan memisahkan sperma yang motil dengan sperma yang tidak motil. Sesudah itu antara sel telur dan sperma dipertemukan. Jika dengan teknik in vitro, kedua calon bibit tersebut dipertemukan dalam awan petri, tetapi jika teknik TAGIT sperma langsung disemprotkan ke dalam rahim Untuk menghindari kemungkinan kegagalan, penanaman bibit biasanya lebih dari satu. Embrio yang tersisa kemudian disimpan beku atau dibuang. Yang menjadi persoalan dalam kaitan hukum islam di sini adalah bagaimana hukum pembuangan embrio tersebut. Apakah hal tersebut dapat di golongkan kepada pembunuhan?.
Sebagai bahan analisis, patut dicatat bahwa embrio tersebut tidak berada dalam rahim wanita. Kalau abortus diartikan sebagai keluarnya isi rahim ibu yang telah mengandung,maka pembicaraan ini tidak tergolong pada perbuatan aborsi, karena bibit tersebut belum/tidak berada pada rahim wanita. Yang menambah rumit persoalan adalah pembuangan sisa embrio yang dilakukan dengan sengaja. Sulit jika sekiranya jika pemusnahan itu bukan suatu kesengajaan, karena para ahli inseminasi mengetahui persis telah terjadinya konsepsi manusia dengan adanya pembuahan itu.
Hukum pengguguran/pembunuhan janin yang telah diperselisihkan para fuqaha adalah pengguguran yang dilakukan 4 bulan setelah konsepsi, mereka sepakat tentang keharamannya. Ulama’ Hanafiyah memperbolehkan pengguguran janin sebelum mencapai 120 hari. Sebagian mazhab ini ada yang berpendapat hukumnya makruh bila tanpa udzur. Ulama’ zaidiyah sebagian dijelaskan oleh al-dasuqi menghukumi haram. Pendapat ini yang terkuat dalam madzhab Maliki.
Setelah memperhatikan uraian diatas penulis berkecenderungan untuk menyatakan bahwa pemusnahan embrio sisa penanaman bibit dalam pelaksanaan inseminasi buatan itu dihalalkan/diperbolehkan dengan alas an sebagai berikut:
1.         Embrio tersebut belum ditanamkan dalam rahim wanita.
2.         Embrio tersebut bias jadi tidak menimbulkan kehamilan kalau ditanamkan dalam rahim wanita.
3.         Embrio tersebut belum dapat disebut sebagai manusia sebenarnya tetapi masih berupa konsepsi.
Dengan alasan di atas dapat disimpulkan bahwa pemusnahan embrio dalam pelaksanaan inseminasi buatan tidak dapat digolongkan sebagai pembunuhan terhadap manusia sebenarnya.

2.2.3  Asal dan Tempat Penanaman Bibit
Sesuai dengan klasifikasi asal dan tempat penanaman bibit yang terdapat dalam bab II diatas, berikut akan dianalisis menurut tinjauan hukum islam.
Bibit dari suami istri dan ditanamkan pada isteri
Dari uraian di atas dapat diambil pengertian bahwa proses kejadian manusia, baik menurut fuqaha maupun ahli kedokteran, dimulai dari pembuahan hasil pertemuan sperma dan ovum. Secara alami, pertemuan sperma dan ovum itu melalui senggama. Maka dapat di pahami bahwa di antara manfaat sanggama adalah mempertemukan sperma dengan ovum. Dalam Islam, bersanggama hanya diperbolehkan setlah akad nikah yang sah. Hubungan seksual yang tanpa didahului akad nikah dapat tergolong pada perbuatan zina. Dengan zina, dapat juga terjadi kehamilan, walaupun hal ini biasanya tidak menjadi tujuan akhir perzinaan. Secara umum motif zina hanya untuk melampiaskan hawa nafsu dan bukan untuk memperoleh keturunan.
Inseminasi buatan yang bibitnya berasal dari sperma suami dan ovum isteri – jika dikaitkan dengan batasan ikah dan zina – maka ia bukan termasuk kategori zina karena suami isteri tersebut telah terikat dengan akad nikah. Oleh sebab itu pertemuan sperma dan ovumnya dihalalkan.

2.3  Inseminasi Buatan yang Dilarang menurut Hukum Islam
Adapun Inseminasi Buatan yang dilarang yaitu jika sperma dan ovum bukan berasal dari suami istri yang memiliki ikatan nikah yang sah.Rosulullah SAW bersabda:
عن ريفع بن ثابت الأنصارى..........قا ل:[لاَيَحِلُّ لاِمْرِئٍ يُؤْمِنُ باِاللهِ وَالْيَوْمِ اْلأَخِرِ اَنْ يَسْقِىَ مَاؤَهُ زَرْعَ غَيْرِهِ..........الْحَدِيْث].رواه ابي داود
DariRoifi’bin Tsabit alAnshori.......telah bersabda Rosulullah SAW: Tidak halal bagi seseorang yang beriman kepada allah dan hari kemudian air (spermanya)menyirami tanaman orang lain (rahim wanita lain). (hadits riwayat Abu daud)
Dalam kasus ini lembaga Fiqh Islam OKI menghukumi haram karena dikhawatirkan percampuran nasab dan hilangnya keibuan serta hilangnya syra’ lainnya. Majelis Ulama’ DKI Jakarta juga menghukumi haram. Mahmud Syaltut, Yusuf Al Qardhawi, Al-Ribasy dan Zakaria Ahmad al-Barry tidak menggambarkan secara jelas kasus semacam ini. Akan tetapi mereka jelas-jelas mengharamkan inseminasi buatan yang bibitnya (khususnya sperma) bukan berasal dari suaminya yang sah. Dokter H.Ali Akbar mengqiyaskan hal ini dengan radha’ah.
Berdasarkan alasan diatas maka pembuahan ovum dengan sperma dari suami yang tidak memiliki ikatan nikah yang sah tidak dapat dibenarkan oleh islam, dan dapat disebut juga sebagai zina.

2.3.1  Status Anak Hasil Inseminasi Buatan
Inseminasi buatan terbagi dua yaitu Artificial insemination by husband disebut dengan homologous dan artificial insemination by donor disebut dengan heterologous.Pembagian semacam ini agaknya kurang pas. Sebaiknya dipakai istilah pembuahan sperma dan ovum yang bukan dari pasangan yang memiliki ikatan pernikahan yang sah. Dalam kamus, donor biasa diterjemahkan a giver dan person who gives, yang dapat diindonesiakan sebagai penderma. Klasifikasi inseminasi buatan sebagaimana dikemukakan di atas ada yang tidak termasuk dalam kategori donor, seperti inseminasi model kedua. Pembagian semacam ini akan mempunyai pengaruh dalam analisis status anak seprti dibahas di bawah ini.
Uraian berikut didasarkan atas pengertian bahwa pembuahan yang dilakukan bukan dari pasangan yang memiliki ikatan pernikahan tergolong perbuatan zina walaupun para fuqaha’ terdahulu agaknya cenderung membatasi zina dengan Masuknya zakar laki-laki kedalam farji wanita yang tidak terikat dengan pernikahan. Definisi semacam ini agaknya hanya melihat dari satu sisi yaitu sisi cara, bukan sisi hakikat. Hakikatnya “Upaya mempertemukan sperma dan ovum yang tidak mempunyai ikatan pernikahan yang sah.” Berdasarkan pengertian diatas, anak hasil inseminasi buatan yang secara garis besar dibagi menjadi dua: pembuahan sperma dan ovum yang memiliki ikatan nikah dan yang tidak memiliki ikatan nikah.
1.      Anak hasil pembuahan sperma dan ovum yang memiliki ikatan nikah
Dalam hal penanaman embrio bias terdapat dalm tiga kemungkinan, pada rahim isteri sendiri yang memiliki ovum (tidak poligami) , pada isteri sendiri yang tidak memiliki ovum (berpoligami), dan pada orang lain.
1.1.  Pada isteri sendiri yang memiliki ovum
Status anak inseminasi jenis ini, seperti yang telah disinggung di atas, adalah anak kandung, baik secara ginetik maupun hayati. Hal-hal yang menyangkut pemakaian nama bapak sebagai sumber keturunan, perwalian, kemahraman, dan waris berlaku sebagai anak kandung.
1.2. Pada isteri sendiri yang tidak memiliki ovum.
Kalau ditinjau secara lahiriyah dan hayati, anak tersebut adlah anak milik ibu yang melahirkan.Tetapi kalau ditinjau seara hakiki, anak tersebut adalah anak yang mempunyai bibit, karena wanita yang melahirkan itu hanya menerima titipan embrio.
1.3.Pada wanita lain yang tidak memiliki ikatan nikah
Sebagaimana yang telah diuraikan pada nomor 1 dan 2, anak tersebut dapat diqiyaskan dengan anak susuan karena wanita yang melahirkan ini hanya dititipi embrio hasil pertemuan sperma dan ovum pasangan yang terikat dengan akad nikah.
2.      hasil pembuahan sperma dan ovum yang tidak memiliki ikatan nikah.
Yang tergolong pada model ini adalah:
2.1    Sperma suami yang sudah meninggal dengan ovum isteri dan ditanamkan pada rahim isteri.
2.2.   Sperma laki-laki lain dengan ovum wanita yang tidak bersuami dan ditanamkan pada rahim wanita yang tidak bersuami tersebut.
2.3.   Sperma suami dengan ovum wanita lain dan ditanamkan pada rahim isteri.
Secara umum, pembuahan sperma dan ovum pada semua jenis di atas dapat dikategorikan sebagai zina. 
Secara umum, pembuahan sperma dan ovum pada semua jenis di atas dapat dikategorikan sebagai zina. Diantara dalil yang mengharamkan pembuahan sperma dan ovum yang tidak memiliki ikatan nikahialah sabda Rosuluallah SAW yang berbunyi:
لايحل لامرئ يؤمن باالله واليم الاءخران يسقىماؤه زرع غيره.اخرجه ابودوودوالثرمذىوصححه ابن حبان وحسنهالبزار “
Tidak halal bagi seseorang yang beriman kepada allah dan hari kemudian air (spermanya)menyirami tanaman orang lain (rahim wanita lain). (hadits riwayat Abu daud, Tirmidzi dan dianggap sah oleh Ibnu Hibban, tapi dianggap hasan oleh al-Bazzar)
2.4. Hukum Bayi Tabung/Inseminasi Buatan Menurut Islam
Kalau kita hendak mengkaji masalah bayi tabung dari segi hukum Islam, maka harus dikaji oleh dengan memakai metode ijtihad yang lazim dipakai oleh para ahli ijtihad, agar hukum ijtihadi-nya sesuai dengan prinsip-prinsip dan jiwa Al-Qur'an dan Sunah yang menjadi pegangan umat Islam. Sudah tentu ulama yang melaksanakan ijtihad tentang masalah ini, memerlukan informasi yang cukup tentang teknik dan proses terjadinya bayi tabung dari cendikiawan Muslim yang ahli dalam bidang studi yang relevan dengan masalah ini, misalnya ahli kedokteran dan ahli biologi. Dengan pengkajian secara multidisipliner ini, dapat ditemukan hukumnya yang proporsional dan mendasar.
Bayi tabung/inseminasi buatan apabila dilakukan dengan sel sperma dan ovum suami istri sendiri dan tidak ditransfer embrionya ke dalam rahim wanita lain termasuk istrinya sendiri yang lain (bagi suami yang berpoligami), maka Islam membenarkan, baik dengan cara mengambil sperma suami, kemudian disuntikkan ke dalam vagina atau uterus istri, maupun dengan cara pembuahan dilakukan di luar rahim, kemudian buahnya (vertilized ovum) ditanam di dalam rahim istri, asal keadaan kondisi suami istri yang bersangkutan benar-benar memerlukan cara inseminasi buatan untuk memperoleh anak, karena dengan cara pembuahan alami, suami istri tidak berhasil memperoleh anak. Hal ini sesuai dengan kaidah hukum Fiqh Islam:
َالْحَاجَةُ تَنْزِلُ مَنْزِلَةَ الضَّرُوْرَةِ وَالضَّرُوْرَةُ تُبِيْحُ الْمَحْظُوْرَاتِ.
Hajat (kebutuhan yang sangat penting itu) diperlakukan seperti dalam keadaan terpaksa (emergency). Padahal keadaan darurat/terpaksa itu membolehkan melakukan hal-hal yang terlarang.
Sebaliknya, kalau inseminasi buatan itu dilakukan dengan bantuan donor sperma dan atau ovum, maka diharamkan, dan hukumnya sama dengan zina (prostitusi). Dan sebagai akibat hukumnya, anak hasil inseminasi tersebut tidak sah dan nasabnya hanya berhubungan dengan ibu yang melahirkannya.
Dalil-dalil syar'i yang dapat menjadi landasan hukum untuk mengharamkan inseminasi buatan dengan donor, ialah sebagai berikut:
1.                  Al-Qur'an Surat Al-Isra ayat 70:
وَلَقَدْ كَرَّمْنَا بَنِي آدَمَ وَحَمَلْنَاهُمْ فِي الْبَرِّ وَالْبَحْرِ وَرَزَقْنَاهُم مِّنَ الطَّيِّبَاتِ وَفَضَّلْنَاهُمْ عَلَى كَثِيرٍ مِّمَّنْ خَلَقْنَا تَفْضِيلاً ﴿٧٠﴾
Dan sesungguhnya telah Kami muliakan anak-anak Adam, Kami angkut mereka di daratan dan di lautan, Kami beri mereka rezeki dari yang baik-baik dan Kami lebihkan mereka dengan kelebihan yang sempurna atas kebanyakan makhluk yang telah Kami ciptakan.
dan Surat At-Tin ayat 4:
لَقَدْ خَلَقْنَا الْإِنسَانَ فِي أَحْسَنِ تَقْوِيمٍ ﴿٤﴾
Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya.
Kedua ayat tersebut menunjukkan bahwa manusia diciptakan oleh Tuhan sebagai makhluk yang mempunyai kelebihan/keistimewaan sehingga melebihi makhluk-makhluk Tuhan lainnya. Dan Tuhan sendiri berkenan memuliakan manusia, maka sudah seharusnya manusia bisa menghormati martabatnya sendiri dan juga menghormati martabat sesame manusia. Sebaliknya inseminasi buatan dengan donor itu pada hakikatnya merendahkan harkat manusia (human dignity) sejajar dengan hewan yang diinseminasi.
2.                  Hadis Nabi:
لاَيَحِلُّ لاِمْرِئٍ يُؤْمِنُ بِاللّهِ وَالْيَوْمِ اْلاَخِرِ أَنْ يَسْقِيَ مَاءَهُ زَرْعَ غَيْرِهِ
Tidak halal bagi seseorang yang beriman pada Allah dan hari akhir menyiramkan airnya (sperma) pada tanaman orang lain (vagina istri orang lain).
Hadis riwayat Abu Daud, Al-Tirmidzi, dan Hadis ini dipandang sahih oleh Ibnu Hibban.
Pada zaman imam-imam mazhab masalah bayi tabung/inseminasi buatan belum timbul, sehingga kita tidak memperoleh fatwa hukumnya dari mereka. Hadis tersebut bisa menjadi dalil untuk mengharamkan inseminasi buatan dengan donor sperma dan/atau ovum, karena kata ma' ((ماء di dalam bahasa Arab juga di dalam Al-Qur'an bisa dipakai untuk pengertian air hujan atau air pada umumnya, seperti tersebut dalam Surat Thaha ayat 53; dan bisa juga untuk pengertian benda cair atau sperma seperti pada Surat An-Nur ayat 45 dan Ath-Thariq ayat 6.
3.                  Kaidah hukum Fiqh Islam yang berbunyi:
دَرْءُ الْمَفَاسِدِمُقَدَّمٌ عَلَى جَلْبِ الْصَالِحِ
Menghindari madarat (bahaya) harus didahulukan atas mencari/menarik maslahah/kebaikan.
Kita dapat memaklumi bahwa inseminasi buatan/bayi tabung dengan donor sperma dan atau ovum lebih mendatangkan madaratnya daripada maslahahnya. Maslahahnya adalah bisa membantu pasangan suami istri yang keduanya atau salah satunya mandul atau ada hambatan alami pada suami dan/atau istri yang menghalangi bertemunya sel sperma dengan sel telur. Misalnya karena saluran telurnya (tuba palupi) terlalu sempit atau ejakulasinya (pancaran sperma) terlalu lemah. Namun, mafsadah inseminasi buatan/bayi tabung itu jauh lebih besar, antara lain sebagai berikut:
a.              Percampuran nasab, padahal Islam sangat menjaga kesucian/kehormatan kelamin dan kemurnian nasab, karena ada kaitannya dengan ke-mahram-an (siapa yang halal dan siapa yang haram dikawini) dan kewarisan;
b.             Bertentangan dengan sunnatullah atau hukum alam;
c.              Inseminasi pada hakikatnya sama dengan prostitusi/zina, karena terjadi pencampuran sperma dengan ovum tanpa perkawinan yang sah;
d.             Kehadiran anak hasil inseminasi buatan bisa menjadi sumber konflik di dalam rumah tangga, terutama bayi tabung dengan bantuan donor merupakan anak yang sangat unik yang bisa berbeda sekali bentuk dan sifat-sifat fisik dan karakter/mental si anak dengan bapak-ibunya;
e.              Anak hasil inseminasi buatan/bayi tabung yang percampuran nasabnya terselubung dan sangat dirahasiakan donornya adalah lebih jelek daripada anak adopsi yang pada umumnya diketahui asal/nasabnya;
f.              Bayi tabung lahir tanpa proses kasih saying yang alami (natural), terutama bagi bayi tabung lewat ibu titipan yang harus menyerahkan bayinya kepada pasangan suami istri yang punya benihnya, sesuai dengan kontrak, tidak terjalin hubungan keibuan antara anak dengan ibunya secara alami (perhatikan Al-Qur'an Surat Al-Ahqaf ayat 15).
Mengenai status/anak hasil inseminasi dengan donor sperma dan/atau ovum menurut hukum Islam adalah tidak sah dan statusnya sama dengan anak hasil prostitusi. Dan kalau kita perhatikan bunyi pasal 42 UU Perkawinan No. 1/1974: "Anak yang sah adalah anak yang dilahirkan dalam atau sebagai akibat perkawinan yang sah"; maka tampaknya memberi pengertian bahwa bayi tabung/anak hasil inseminasi dengan bantuan donor dapat dipandang pula sebagai anak yang sah, karena ia pun lahir dalam atau sebagai akibat perkawinan yang sah. Namun, kalau kita perhatikan pasal-pasal dan ayat-ayat lain dalam UU Perkawinan ini, terlihat bagaimana besarnya peranan agama yang cukup dominant dalam pengesahan sesuatu yang berkaitan dengan perkawinan.
BAB. III
PENUTUP
3.1  Kesimpulan
Inseminasi buatan merupakan terjemahan dari istilah inggris artificial insemination. Dalam bahasa arab di sebut اَلتَّلْقِيْحُ yang berasal dari kata لَقَّحَ-يُلَقِّحُ yang artinya mempertemukan / mengawinkan. Dalam bahasa Indonesia ada yang menyebut pemanian buatan, pembuahan buatan, atau penghamilan buatan.Pelaksanaan inseminasi buatan yang diperbolehkan yang jika dikaitkan dengan hukum islam,akan menyangkut hal-hal seperti:1).        Pengambilan bibit,2).        Penanaman bibit,3).        Asal penempatan bibit.Adapun Inseminasi Buatan yang dilarang yaitu jika sperma dan ovum bukan berasal dari suami istri yang memiliki ikatan nikah yang sah.Rosulullah SAW bersabda:
عن ريفع بن ثابت الأنصارى..........قا ل:[لاَيَحِلُّ لاِمْرِئٍ يُؤْمِنُ باِاللهِ وَالْيَوْمِ اْلأَخِرِ اَنْ يَسْقِىَ مَاؤَهُ زَرْعَ غَيْرِهِ..........الْحَدِيْث].رواه ابي داود
DariRoifi’bin Tsabit alAnshori.......telah bersabda Rosulullah SAW: Tidak halal bagi seseorang yang beriman kepada allah dan hari kemudian air (spermanya)menyirami tanaman orang lain (rahim wanita lain). (hadits riwayat Abu daud)
sudah menjadi kewajiban kita bersama untuk selalu mengingatkan kepada masyarakat untuk dapat berbuat yang lebih baik, karena bagaimanapun Pendidikan Agama memiliki peran penting dalam proses pembangunan karakter masyarakat dalam bangsa ini.

3.2  Saran
            Dengan demikian kami sebagai penyusun makalah mengharap kepada semua pembaca agar mulai mengerti dan paham akan pentingnya mempelajari dan menyimak tentang apa ang dimaksud dengan Inseminasi Buatan dalam Pandangan Islam. Serta dapat pula mengetahui lebih jauh mana yang diperbolehkan dan mana yang dilarang Inseminasi Buatan dalam Hukum Islam.


















Daftar pustaka





Tidak ada komentar:

Posting Komentar