Family

Family

Minggu, 27 Oktober 2013

Askep Asma Bronchiale



BAB  I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Secara nasional, pembangunan di bidang kesehatan baik jangka pendek, menengah maupun jangka panjang pada dasarnya mengarah kepada pencapaian kemampuan untuk hidup sehat dan produktif bagi setiap warga negara agar dapat terwujud derajat kesehatan yang optimal sebagai salah satu unsur kesejahteraan umum dari tujuan nasional kita.
Dalam rangka mewujudkan pencapaian tujuan tersebut, telah disusun suatu sistem kesehatan nasional melalui rencana pembangunan lima tahunan bidang kesehatan sebagai sub sistem dari Rencana Pembangunan  Jangka Panjang Bidang Kesehatan (RPJPK). Sebagai wujud nyata dari hasil pembangunan bidang kesehatan khususnya bidang pengamatan penyakit selama lima tahun terakhir angka kesakitan sepuluh penyakit terbesar adalah termasuk infeksi saluran pernafasan dari penyakit infeksi saluran pernafasan tersebut termasuk diantaranya asma bronchiale.
Asma yang merupakan suatu penyakit yang dicirikan oleh hypersentifitas cabang-cabang tracheabronchiale terhadap sebagai jenis rangsangan cukup menyiksa penderitanya. Keadaan ini dimanifestasikan akibat penyempitan saluran-saluran secara periodik dan reversibel. Perubahan patologis yang menyebabkan penyempitan jalan nafas ini oleh karena adanya bronkospasme, oedema mukosa dan hipersekresi ulcus yang kental.
B.     Rumusan Masalah
Masalah yang dibahas dalam makalah ini tentang Askep Asma Bronchiale
C.    Ruang lingkup Masalah
Untuk membatasi pembahasan makalah penulis hanya menjelaskan tentang Askep Asma bronchiale
D.    Tujuan Penulisan
1.      Tujuan Umum
a.       Untuk menjelaskan pengkajian pasien pada dengan asma bronchiale.
b.      Untuk menjelaskan diagnose keperawatan pasien gangguan asma bronchiale.
c.       Untuk menjelaskan perencanaan pasien asma bronchiale
d.      Untuk menjelaskan evaluasi pasien dengan asma bronchiale
2.      Tujuan Khusus
a.       Dapat mengkaji  keperawatan pada pasien dengan asma bronchiale.
b.      Dapat menyusun rencana keperawatan terhadap pasien dengan asma bronchiale.
c.       Dapat melaksanakan implementasi keperawatan terhadap pasien dengan asma bronchiale.
d.      Dapat mengevaluasi hasil keperawatan yang telah diberikan pada pasien asma bronchiale.







BAB II
PEMBAHASAN
ASUHAN KEPERAWATAN ASMA

A.    Konsep Dasar Medis
1.      Pengertian
Asma adalah suatu penyakit dengan ciri meningkatnya respon trachea dan bronchus terhadap berbagai rangsangan dengan manifestasi adanya penyempitan luas jalan napas dan derajatnya dapat berubah-ubah, baik secara spontan maupun sebagai hasil pengobatan. (The American Thoracic Society, 1962).
Asma bronchiale adalah obstruksi atau penyempitan sebagian dari bronchus yang bersifat reversible disertai dengan berkurangnya aliran udara dan wheezing. (J. Purnawan, 1997 ; 208).
Asma adalah keadaan klinik yang ditandai oleh masa penyempitan bronchus reversible, dipisahkan oleh masa dimana ventilasi mendekati keadaan normal. (Sylvia AP, 1992 ; hal. 147).
2.      Etiologi
Dari kategori asma, maka penyebab dari penyakit asma dapat digolongkan sebagai berikut :
a.       Asma ekstrensik atau alergik, disebabkan oleh alergen yang diketahui. Bentuk ini biasanya ada riwayat keluarga yang mempunyai penyakit atopik dengan demam jerami, eksema, dermatitis dan asma sendiri. Asma ini disebabkan oleh kepekaan individu terhadap alergen.
b.      Asma intrinsik atau idiopatik, sering tidak ditemukan faktor yang jelas. Faktor – faktor yang non spesifik diduga penyakit influenza, latihan fisik dan emosi.
c.       Asma campuran, yang mana terdiri dari komponen-komponen asma ekstrensik dan intrinsik.
3.      Patofisiologi
Perubahan jaringan pada asma tanpa komplikasi terbatas pada bronchus dan terdiri dari spasme otot polos, oedema mukosa dan hypersekresi mukus.
Mobilisasi sekret pada lumen dihambat oleh penyempitan saluran udara dan mengelupasnya sel epitel bersilia, yang dalam keadaan normal membantu membersihkan mukus.
Salah satu sel yang memegang peranan penting pada patogenesis asma ialah sel mast. Sel mast dapat terangsang oleh berbagai pencetus misalnya alergen, infeksi, “exercise”, dan lain-lain. Sel ini akan mengalami degranulasi dan mengeluarkan bermacam-macam mediator misalnya histamin, bradikinin, enzim-enzim dan peroksidase. Selain mast, sel basofil dan beberapa sel lain dapat juga mengeluarkan mediator.
Bila alergen sebagai pencetus maka alergen yang masuk ke dalam tubuh merangsang sel plasma/sel pembentuk antibodi lainnya untuk menghasilkan antibodi reagenik (Ig E). selanjutnya Ig E akan beredar dan menempel pada reseptor yang sesuai pada dinding sel mast. Sel mast yang demikian disebut sel mast yang tersensitasi. Alergen tersebut akan menempel pada sel mast yang tersensitasi dan kemudian akan terjadi degradasi dinding dan degranulasi sel mast. Mediator dapat bereaksi langsung dengan reseptor di mukosa bronchus sehingga menurunkan siklik AMP (Adenosin Mono Fosfat) kemudian terjadi bronkokontriksi. Mediator dapat juga menyebabkan bronkokontriksi dengan mengiritasi reseptor iritant.
Permeabilitas epitel dapat juga meningkat karena infeksi, asap rokok dengan peningkatan aktivitas reseptor iritan. Mediator dapat pula meninggikan permeabilitas dinding kapiler sehingga Ig E dan leukosit masuk ke dalam jaringan ikat bronkus, terjadi reaksi type III pada leukosit (reaksi kompleks antigen – antibodi) kemudian terjadi kerusakan leukosit, lisosom keluar, kerusakan jaringan setempat dan pengeluaran prostaglandin serta mediator lainnya. Prostaglandin F2 menurunkan siklik AMP dan terjadi broncokontriksi.
Ujung syaraf vagus merupakan reseptor batuk dan reseptor taktil (iritan) yang dapat terangsang oleh mediator, peradangan setempat dan pencetus bukan alergen lainnya sehingga terjadi refleks parasimpatik, kemudian bronkokontriksi.
Fase – fase terjadinya obstruksi bronchus
Terjadinya obstruksi bronchus dapat dimulai dari aktivitas biologik pada mediator sel mast dan dapat dibagi dalam 3 (tiga) fase utama :
a.       Fase cepat dan spasmogenik
Jika ada pencetus terjadilah peningkatan tahanan saluran nafas yang cepat dalam 10 – 15 menit. Terdapat peningkatan faktor komotaktik neutrofil sejalan dengan meningkatnya tahanan saluran nafas. Fase cepat ini kemungkinan besar melalui kerja histamin terdapat otot polos secara langsung atau melalui refleks vagal.
b.      Fase Lambat dan Lama
Rangsangan bronkus oleh alergen spesifik menyebabkan peninggian tahanan saluran nafas yang menghebat maksimum setelah 6 – 8 jam. Reaksi ini tergantung pada Ig E yang biasanya berhubungan dengan pengumpulan netrofil 4 – 8 jam setelah rangsangan. Reaksi ini juga berhubungan dengan reaktivasi sel mast. Lekotrin, prostaglandin dan tromboksan mungkin juga mempunyai peranan pada reaksi ini karena mediator ini menyebabkan kontraksi otot polos bronchus yang lama dan oedema sub mukosa.
c.       Fase Inflamasi Sub Acut atau Kronik
Mediator PAF (Platelet Activating Factor) yang dihasilkan oleh sel mast, basofil dan makrofag dapat menyebabkan hipertropi otot polos dan kerusakan mukosa bronchus. PAF juga dapat menyebabkan bronkokontriksi yang lebih kuat.
4.      Tanda dan Gejala
Gejala asma yang klasik terdiri atas batuk, sesak nafas dan mengi’ (wheezing) dan pada sebagian penderita disertai rasa nyeri di dada. Pada waktu serangan penderita bernafas cepat dan dalam, gelisah, duduk dengan menyangga ke depan serta tampak otot-otot bantu pernafasan bekerja keras.
Gejala-gejala tersebut tidak selalu terdapat bersama-sama, sehingga kita mengetahui beberapa tingkatan penderita asma sebagai berikut :
a.       Tingkat Pertama, yaitu penderita asma yang secara klinis normal, tanpa kelainan pemeriksaan fisis maupun kelainan pemeriksaan fungsi parunya. Pada penderita ini timbul gejala asma bila ada faktor pencetus.
b.      Tingkat kedua, yaitu penderita asma tanpa keluhan dan tanpa kelainan pada pemeriksaan fisisnya, tetapi fungsi paru-parunya menunjukkan tanda-tanda obstruksi jalan nafas.
c.       Tingkat ketiga, adalah penderita asma tanpa keluhan tetapi pada pemeriksaan fisis maupun pemeriksaan fungsi paru menunjukkan tanda obstruksi jalan nafas. penderita ini sudah sembuh dari serangan asmanya, tetapi bila tidak meneruskan pengobatannya akan mudah mendapat serangan asma kembali.
d.      Tingkat keempat, adalah penderita yang mengeluh sesak nafas, batuk dan nafas berbunyi. Pada pemeriksaan fisis maupun pemeriksaan spirometri dan ditemukan tanda-tanda obstruksi jalan nafas. penderita tingkat ini terbagi atas beberapa tingkat atau derajat.
Tabel 1 : Derajat Asma berdasarkan aktivitas jasmani

Derajat

Keadaan Klinis/Kemampuan
Aktivitas Jasmani
I                                   A

                                    B


II                                 A

                                    B


III


IV
Dapat bekerja dengan agak susah, tidur kadang-kadang terganggu.
Dapat bekerja dengan susah payah, tidur seringkali terganggu.

Tiduran/duduk, bisa bangun dengan agak susah, tidur terganggu.
Tiduran/duduk, bisa bangun dengan susah payah
Nadi 120 x/menit

Tiduran/duduk, tidak bisa bangun
Nadi > 120 x/menit

Pasien tidak dapat bergerak lagi dan kelelahan.

Pada serangan asma yang berat gejala-gejala yang timbul makin banyak antara lain:
1).    Kontraksi otot-otot bantu pernafasan, terutama otot sternokleidomastoideus.
2).    Cianosis
3).    Silent chest
4).    Gangguan kesadaran
5).    Penderita tampak letih
6).    Hiperinflasi dada
7).    Takikardia
e.       Tingkat kelima, adalah status asmatikus yaitu suatu keadaan darurat medis berupa serangan asma acut yang berat bersifat refrakter sementara, terhadap pengobatan yang diberikan/lasim dipakai. Obstruksi jalan nafas harus diperhatikan dengan serius.
Scogging membagi perjalanan klinis asma sebagai berikut :
a.       Asma acut intermitten
Diluar serangan tidak ada gejala asma, fungsi paru tanpa provokasi tetap normal. Penderita jarang jatuh kedalam status asmatikus dan pengobatannya jarang memerlukan kortikosteroid.
Faktor pencetusnya berupa :
a)      Infeksi saluran nafas
b)      Kegiatan jasmani
c)      Lingkungan pekerjaan
d)     Obat-obatan seperti : asam asetil salisilat
e)      Golongan asma yang tidak klasik.
b.      Asma Acut dan Status Asmatikus
Demikian beratnya asma sehingga penderita segera mencari pertolongan. Bila serangan dapat diatasi dengan obat-obatan adrenergik beta dan teofilin, disebut status asmatikus.
c.       Asma Kronik Persisten
Pada pasien ini sering dijumpai gejala-gejala obstruksi jalan nafas, sehingga diperlukan pengobatan yang terus menerus karena jalan nafas terlalu sensitif.
Dari cara berbicara derajat asma dapat ditentukan sebagai berikut :
a.       Asma ringan, pasien berbicara sering terhenti untuk menarik nafas.
b.      Asma sedang, pasien berbicara satu kata – satu kata.
c.       Asma berat, penderita tidak dapat berbicara lagi karena terlalu sesak.

5.      Pemeriksaan Diagnosis
Umumnya diagnosis asma tidak sulit, terutama bila dijumpai gejala yang klasik seperti sesak napas, batuk dan mengi’ (wheezing).
Adapun pemeriksaan penunjang yang penting dalam menegakkan diagnosis adalah sebagai berikut :
a.       Spirometri untuk menunjukkan adanya obstruksi jalan nafas reversibel.
Peningkatan FEV, atau FVC sebanyak > 20% menunjukkan diagnosis asma.
b.      Tes provokasi, untuk menunjukkan hyperaktivitas bronchus. Penurunan FEV, sebesar 20% atau lebih setelah test provokasi menunjukkan hyperaktivitas bronchus.
c.       Pemeriksaan test kulit, untuk menunjukkan adanya antibodi Ig E yang spesifik dalam tubuh. Test ini hanya menyokong anamnesis, karena alergen yang menunjukkan test kulit positif (+) tidak selalu merupakan penyebab asma, sedangkan hasil negatif (-) tidak selalu berarti tidak ada faktor kerentanan kulit.
d.      Pemeriksaan kadar Ig E total dan Ig  E spesifik untuk menyokong adanya penyakit atopi.
e.       Pemeriksaan radiologi (foto thoraks), dilakukan bila ada kecurigaan terhadap proses patologik di paru atau komplikasi asma.
f.       Analisis gas darah, dilakukan pada penderita asma berat.
Pada keadaan tersebut dapat terjadi hipoksemia, hiperkapnia dan asidosis respiratorik.
g.      Pemeriksaan eosinofil dalam darah, dapat membantu membedakan asma dengan bronchitis kronik. Pada penderita asma jumlah eosinofil dalam darah biasanya meningkat.
h.      Pemeriksaan sputum, untuk melihat adanya eosinofil dan meselium Aspergilus Fumigatus.

6.      Penatalaksanaan
Prinsip umum pengobatan asma bronchiale adalah :
a.       Menghilangkan obstruksi jalan nafas dengan segera.
b.      Mengenal dan menghindari faktor-faktor yang dapat mencetuskan serangan asma.
c.       Memberikan pendidikan kesehatan kepada penderita dan keluarganya mengenai penyakit asma baik mengenai cara pengobatan maupun perjalanan penyakitnya.
Jenis obat yang diberikan tergantuna kepada riwayat pengobatan sebelumnya serta derajat berat penyakit.
Secara klinis derajat berat penyakit asma dapat dibagi atas :
a.       Asma Acut Intermitten
Obat-obat yang diberikan yaitu golongan adrenergik atau teofilin.obat golongan adrenergik beta banyak dipilih karena bekerja cepat terutama aerosol. Bila obat golongan adrenergik beta tidak memberikan hasil yang memuaskan dapat ditambah teofilin oral dengan dosis 4 mg.kg BB/kali dan apabila hal ini masih belum menolong dapat ditambah prednison 30 – 40 mg untuk beberapa hari.
b.      Asma Acut dan Status Asmatikus
Pada penderita asma acut dan status asmatikus, tindakan yang segera dilakukan adalah pemberian O2 yang dilembabkan 2 – 4 liter/menit. Pada penderita dengan obat adrenergik beta tanpa respon yang memuaskan hendaknya segera diberikan kortikosteroid.
Pada penderita dengan gagal nafas harus segera dirawat di ruang intensif karena pertolongan yang tidak adekuat akan mengancam jiwa penderita.
Pengobatan yang diberikan berupa :
1.)    Obat-obat golongan adrenergik beta selektif.
2.)    Teofilin dan kalau perlu pemberian kortikosteroid
Selain pengobatan diatas diberikan juga terapi sebagai berikut :
1.)    Oksigen, 2-4 liter permenit.
2.)    Infus cairan 2 – 3 liter/hari, penderita boleh minum
3.)    Aminofilin 5 – 6 mg/kg BB, IV (dosis awal) dan 0,5 – 0,9 mg/kg BB/jam (dosis pemeliharaan).
4.)    Kortikosteroid, hidrokortison 4 mg/kg.BB IV atau Dexamethason 10 – 20 mg.
5.)    Antibiotik bila ada tanda-tanda infeksi.
c.       Asma Kronik Persisten
Pengobatannya bertujuan untuk mempertahankan keutuhan jalan nafas seoptimal mungkin. Selain itu perlu disertai penyuluhan dan pendidikan, baik terhadap penderita maupun keluarganya karena kegagalan pengobatan mungkin disebabkan oleh ketidaktahuan penderita cara memakai obat secara tepat.
Selain itu tidak kalah pentingnya adalah menghindari faktor pencetus serangan asma.
Hal-hal yang perlu diperhatikan/dipertimbangkan :
1.)    Fisioterapi           :   Terutama mengajarkan cara bernafas efektif yang berguna pada serangan akut, serta dapat membantu mengeluarkan sekret.
2.)    Psikoterapi          :   Karena kadang-kadang penderita menunjukkan anxietas yang bisa menghambat penatalaksanaan perawatan dan pengobatan penderita.
3.)    Pendidikan kesehatan kepada penderita dan keluarganya.









B.     Konsep Asuhan Keperawatan
1.      Pengkajian Keperawatan
Data dasar pengkajian pasien dengan asma bronchiale
Aktivitas/istirahat
Gejala            :   Kelelahan, keletihan, malaise
Ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas sehari-hari karena sulit bernafas. Ketidakmampuan tidur, perlu tidur dalam posisi duduk tinggi.
Dispnea pada saat istirahat atau respons terhadap aktivitas atau latihan.
Tanda            :   Keletihan
Gelisah, insomnia
Kelemahan umum/kehilangan massa otot.
Sirkulasi
Gejala            :   Pembengkakan pada ekstremitas bawah
Tanda            :   Peningkatan tekanan darah
Peningkatan frekuensi jantung/takikardia berat, disritmia.
Distensi vena leher (penyakit berat)
Edema dependen, tidak berhubungan dengan penyakit jantung.
Warna kulit/membran mukosa; normal atau abu-abu/sianosis.
Pucat dapat menunjukkan anemia.
Integritas Ego
Gejala            :   Peningkatan faktor resiko
Perubahan pola hidup
Tanda            :   Ansietas, ketakutan, peka rangsang.
Makanan/cairan
Gejala            :   Mual/muntah
Nafsu makan buruk/anoreksia
Ketidakmampuan makanan karena distress pernafasan.
Tanda            :   Turgor kulit buruk
Oedema dependen
Berkeringat
Penurunan berat badan, massa otot
Pernafasan
Gejala            :   Nafas pendek, rasa dada tertekan, ketidakmampuan untuk bernafas.
Batuk menetap dengan produksi sputum setiap hari.
Episode batuk hilang timbul.
Riwayat pneumonia berulang, terpajan pada polusi kimia/iritan atau debu.
Faktor keluarga atau keturunan
Penggunaan oksigen pada malam hari terus menerus.
Tanda            :   Pernafasan biasa cepat
Penggunaan otot bantu pernafasan.
Dada; bentuk barel chest, gerakan diafragma minimal.
Bunyi nafas; ronchi, mengi’ sepanjang area paru
Perkusi : hyperresonan (jebakan udara), pekak pada area paru (cairan, mukosa).
Kesulitan bicara kalimat atau lebih dari 4 atau 5 kata sekaligus.
Warna : pucat dengan sianosis bibir dan dasar kuku.
Keamanan
Gejala            :   Riwayat reaksi alergi atau sensitif terhadap zat/faktor lingkungan.
Adanya/berulangnya infeksi
Kemerahan/berkeringat

KLASIFIKASI DATA



Data Subyektif
Data Obyektif
-          Klien mengeluh sesak nafas dan batuk berlendir.
-          Klien mengeluh susah mengeluarkan dahak.
-          Klien mengatakan susah tidur.
-          Klien mengatakan banyak mengeluar-kan keringat.
-          Klien mengatakan sakit yang diderita berat.
-          Klien berharap penyakitnya cepat sem-buh.
-          Klien nampak sesak nafas dan batuk berlendir.
-          Suara tambahan wheezing (+).
-          Frekuensi nafas 30 x/menit.
-          Ekspresi wajah nampak cemas.
-          Klien tidur ± 5 jam sehari.
-          Klien nampak pucat dan kurang tidur.
-          Nampak klien sering menanyakan tentang penyakitnya.
-          Nampak klien berharap penyakit-nya cepat sembuh.


ANALISA DATA

No.
Data
Etiologi
Problem




1.














2.













3.













4
DS :
-      Klien mengeluh sesak nafas dan batuk berlendir.
-      Klien mengeluh susah mengeluarkan dahak.
DO :
-      Nampak klien sesak nafas dan batuk.
-      Suara nafas tambahan wheezing (+).
-      Frekuensi pernfasan 30 x/menit.



DS :
-      Klien menyatakan sakit yang dideritanya berat.
-      Klien berharap penyakit-nya cepat sembuh.
DO :
-      Nampak klien sering ber-tanya tentang penya-kitnya.
-      Nampak ekspresi wajah cemas.
-      Nampak klien berharap cepat sembuh.

DS :
-      Klien mengatakan susah tidur.
-      Klien mengatakan banyak mengeluarkan keringat.
DO :
-      Klien nampak pucat dan kurang tidur.
-      Klien tidur ± 5 jam sehari.





DS :
-      Klien mengeluh susah mengeluarkan dahak.
DO :
-      Klien sesak nafas dan batuk berlendir.
Reaksi antigen/antibodi
ß
Reaksi inflamasi saluran nafas
ß
Radang/oedema pada jalan nafas
ß
Sekresi meningkat
ß
Peningkatan mukus/sekret pada jalan nafas
ß
Bersihan jalan nafas tidak efektif

Proses penyakit
ß
Kurang pengetahuan klien
ß
Adaptasi in adekuat
ß
Stressor meningkat
ß
Cemas





Peningkatan frekuensi nafas disertai batuk
ß
Merangsang susunan saraf otonom
ß
Saraf simpatis terangsang untuk mengaktifkan kerja organ tubuh
ß
REM menurun
ß
Pasien terjaga


Peningkatan sekresi lendir
ß
sekret terakumulasi di jalan nafas
ß
Mukus adalah media yang cocok untuk perkembangbiakan bakteri
ß
Resiko terjadinya infeksi
Bersihan jalan nafas tidak efektif.













Kecemasan.













Gangguan peme-nuhan istirahat ti-dur.











Resiko terjadinya infeksi.











Diagnosa keperawatan yang mungkin dapat timbul pada asma bronchiale :
1.      Bersihan jalan nafas tak efektif berhubungan dengan bronkospasme, peningkatan produksi sekret.
2.      Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan obstruksi jalan nafas, spasme bronchus.
3.      Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan dispnea, kelemahan, produksi sputum, mual/muntah.
4.      Resiko infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya pertahanan utama (penurunan kerja silia, menetapnya sekret).
5.      Kecemasan berhubungan dengan kurangnya informasi tidak mengenal sumber informasi
6.      Gangguan pemenuhan istrahat tidur berhubungan dengan sesak napas dan batuk
7.      Defisit perawatan diri berhubungan kelemahan
8.      Kecemasan  berhubungan dengan perubahan status kesehatan
9.      Intoleransi/aktivitas berhubungan dengan ketidak seimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen,kelemahan
10.  Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi mengenai penyakit yang dideritanya.
11.  Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan penurunan ekspansi paru.
12.  Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan meningkatnya pernapasan dan menurunya intake oral


2.      Intervensi Keperawatan
1.      Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan bronkospasme, peningkatan produksi sekret.
Tujuan     :   Bersihan jalan nafas efektif tanpa adanya sumbatan pada jalan nafas
Kriteria evaluasi, pasien akan :
-         Mempertahankan jalan nafas paten dengan evaluasi bunyi nafas jelas/bersih.
-         Menunjukkan perilaku untuk memperbaiki bersihan jalan nafas.
Intervensi :
a)       Auskultasi bunyi nafas
Rasional  :   Beberapa derajat spasme bronchus terjadi dengan obstruksi jalan nafas dan dapat dimanifestasikan dengan adanya bunyi nafas.
b)      Kaji/pantau frekuensi nafas
Rasional  :   Tacipnea biasanya pada beberapa derajat dan dapat ditemukan pada penerimaan selama adanya proses infeksi.
c)       Catat adanya/derajat dispnea
Rasional  :   Disfungsi pernafasan adalah variabel yang tergantung pada tahap kronis.
d)      Beri posisi yang nyaman
Rasional  :   Peninggian kepala tempat tidur mempermudah fungsi pernafasan.
e)       Pertahankan polusi lingkungan minimum
Rasional  :   Pencetus tipe reaksi alergi pernafasan yang dapat mentriger episode akut.
f)       Dorong/bantu latihan nafas
Rasional  :   Memberikan pasien beberapa cara mengatasi dispnea.
g)      Observasi karakteristik batuk
Rasional  :   Batuk sebagai variabel adanya sumbatan jalan nafas bagian bawah.
h)      Pertahankan masukan cairan sesuai indikasi
Rasional  :   Hidrasi membantu mengencerkan sekret.
i)        Berikan obat sesuai indikasi
Rasional  :   Pengobatan yang akurat dapat mengurangi/menghi-langkan gejala.
2.      Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan obstruksi jalan nafas, spasme bronchus.
Tujuan     :   Tidak terjadi kerusakan pertukaran gas.
Kriteria evaluasi, pasien akan :
-         Menunjukkan perbaikan ventilasi dan oksigenasi yang adekuat dan bebas gejala distress pernafasan.
-         Berpartisipasi dalam program pengobatan dalam tingkat kemampuan/situasi.
Intervensi :
a)      Kaji frekuensi dan kedalaman pernafasan
Rasional  :   Berguna dalam evaluasi derajat distress pernafasan.
b)      Beri posisi yang nyaman
Rasional  :   Peninggian kepala tempat tidur mempermudah fungsi pernafasan.
c)      Kaji/awasi perubahan warna kulit dan membran mukosa
Rasional  :   Sianosis mengindikasikan beratnya hypoksemia.
d)     Dorong pengeluaran sputum
Rasional  :   Sekret adalah penyebab utama gangguan pertukaran gas pada jalan nafas kecil.
e)      Auskultasi bunyi nafas
Rasional  :   Adanya bunyi nafas tambahan mengindikasikan spasme bronchus dan tertahannya sekret.
f)       Palpasi fremitus
Rasional  :   Penurunan getaran fibrasi diduga ada pengumpulan cairan.
g)      Awasi tingkat kesadaran/status mental
Rasional  :   Gelisah dan anxietas adalah manifestasi umum pada hypoksia.
h)      Awasi tanda-tanda vital
Rasional  :   Takikardia dan perubahan tekanan darah dapat menunjukkan efek hipoksemia sistemik pada fungsi jantung.
i)        Berikan oksigen tambahan sesuai indikasi
Rasional  :   Untuk mencegah memburuknya hypoksia.
3.      Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan dispnea, kelemahan, produksi sputum, mual/muntah.
Tujuan     :   Terjadi pemenuhan nutrisi yang adekuat/sesuai kebutuhan tubuh.
Kriteria evaluasi, pasien akan :
-         Menunjukkan peningkatan berat badan menuju tujuan yang tepat.
-         Menunjukkan perilaku/perubahan pola hidup untuk meningkatkan atau mempertahankan berat badan yang tepat.
Intervensi :
a)      Kaji kebiasaan diet klien
Rasional  :   Pasien distress pernafasan akut sering anoreksia karena dispnea peningkatan sekret atau pengaruh obat.
b)      Auskultasi bunyi usus
Rasional  :   Penurunan bising usus menunjukkan penurunan motilitas gaster dan kontipasi (komplikasi umum).
c)      Berikan perawatan oral
Rasional  :   Rasa tak enak, bau dan penampilan adalah pencegah utama dari nafsu makan.
d)     Beri porsi makan kecil tapi sering
Rasional  :   Memenuhi kebutuhan nutrisi klien.
e)      Timbang berat badan sesuai indikasi
Rasional  :   Untuk menentukan kebutuhan kalori.
f)       Kolaborasi dengan ahli gizi/pendukung tim untuk memberikan makanan yang mudah dicerna.
Rasional  :   Metode makan dan kebutuhan kalori didasarkan pada situasi kebutuhan individu.
g)      Kaji pemeriksaan laboratorium.
Rasional  :   Mengevaluasi/mengatasi kekurangan dan mengawasi keefektifan nutrisi.
4.      Resiko infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya pertahanan utama (penurunan kerja silia, menetapnya sekret).
Tujuan     :   Infeksi/bertambah beratnya kondisi dapat dicegah.
Kriteria evaluasi, pasien akan :
-         Menunjukkan teknik, perubahan pola hidup untuk meningkatkan lingkungan yang aman.
-         Mengidentifikasi intervensi untuk mencegah/menurunkan resiko infeksi.
Intervensi :
a)      Observasi demam
Rasional  :   Demam dapat terjadi karena infeksi dan atau dehidrasi.
b)      Kaji pentingnya latihan nafas
Rasional  :   Aktifitas ini meningkatkan mobilisasi dan pengeluaran sekret untuk menurunkan resiko infeksi.
c)      Observasi warna, karakter, bau sputum
Rasional  :   Sekret berbau, kuning atau kehijauan menunjukkan adanya infeksi paru.
d)     Tunjukkan dan bantu pasien tentang pembuangan sekret.
Rasional  :   Mencegah penyebaran patogen melalui cairan
e)      Batasi pengunjung
Rasional  :   Menurunkan potensial terpajan pada penyakit infeksi.
f)       Dorong keseimbangan antara aktifitas dan istirahat
Rasional  :   Menurunkan kebutuhan oksigen karena aktifitas.
g)      Berikan anti mikroba sesuai indikasi
Rasional  :   Dapat diberikan untuk organisme khusus yang teridentifikasi dengan kultur dan sensitivitas.
5.      Kecemasan berhubungan dengan kurangnya informasi, tidak mengenal sumber informasi.
Tujuan     :   Kecemasan berkurang/hilang.
Kriteria evaluasi, pasien akan :
-         Menyatakan pemahaman tentang kondisi/proses penyakit dan tindakan.
-         Melakukan perubahan pola hidup dan berpartisipasi dalam program pengobatan
Intervensi :
a)      Jelaskan tentang proses penyakit individu.
Rasional  :   Menurunkan anxietas dan dapat menimbulkan perbaikan partisipasi.
b)      Diskusikan tentang penggunaan obat
Rasional  :   Pemahaman tentang penggunaan obat dapat mengurangi anxietas dan menimbulkan hubungan saling percaya.
c)      Diskusikan faktor lingkungan yang meningkatkan kondisi
Rasional  :   Faktor lingkungan dapat menimbulkan peningkatan produksi sekret dan hambatan jalan nafas.
d)     Berikan informasi tentang pembatasan istirahat
Rasional  :   Memberikan pemahaman kepada klien tentang pentingnya pengaturan kebutuhan oksigen.
6.      Gangguan pemenuhan istirahat tidur berhubungan dengan sesak nafas dan batuk.
Tujuan   : Kebutuhan istirahat tidur terpenuhi.
Kriteria  : Klien dapat tidur dengan tenang, istirahat tidur 6-8 jam sehari.
Evaluasi : Menuju tujuan yang tepat.
Pasien    : Dapat memenuhi akan kebutuhan istirahat akan tidurnya.
Intervensi :
a)      Kaji faktor pencetus timbulnya gangguan istirahat tidur.
Rasional  :   Faktor pencetus sedapat mungkin dihindari.
b)      Batas aktivitas.
Rasional  :   Akan memberi kesempatan untuk lebih banyak beristirahat.
c)      Ciptakan lingkungan yang tenang dan nyaman.
Rasional  :   Memberikan rasa aman dan nyaman untuk  beristirahat.
d)     Batasi pengunjung dan penunggu pasien.
7.      Defisit perawatan diri b/d keletihan sekunder akibat peningkatan upaya pernapasan dan insufisiensi ventilasi dan oksigenasi.
Tujuan: Kemandirian dalam aktivitas perawatan diri.
Intervensi:
a)      Ajarkan klien untuk mengkoordinasikan pernapasan diafragmatik dengan aktivitas (mis: berjalan, membungkuk).
Rasional : Akan memungkinkan klien untuk lebih aktif dan untuk menghindari keletihan yang berlebihan atau dispnea selama aktivitas.
b)      Berikan dorongan untuk mulai mandi sendiri, berpakaian sendiri, berjalan, dan minum cairan. Bahas tentang tindakan penghematan energi.
Rasional : Sejalan dengan teratasinya kondisi, klien mampu melakukan lebih banyak namun perlu didorong untuk menghindari peningkatan ketergantungan.
c)      Ajarkan tentang drainase postural bila memungkinkan.
Memberikan dorongan untuk terlibat dalam perawatan dirinya, membangun harga diri dan menyiapkan klien untuk mengatasinya di rumah.
Rasional  :   Menciptakan lingkungan yang nyaman dan tenang.
8.      Ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan
Tujuan : pasien akan mengalami penurunan rasa ketakutan dan ansietas.
Intervensi :
a)      Kaji tingkat kecemasan (ringan, sedang, berat).
Rasional : Dengan mengetahui tingkat kecemasan klien, sehingga memudahkan tindakan selanjutnya.
b)      Berikan dorongan emosional.
Rasional : Dukungan yang baik memberikan semangat tinggi untuk menerima keadaan penyakit yang dialami.
c)      Beri dorongan mengungkapkan ketakutan/masalah
Rasional : Mengungkapkan masalah yang dirasakan akan mengurangi beban pikiran yang dirasakan
d)     Jelaskan jenis prosedur dari pengobatan
Rasional : Penjelasan yang tepat dan memahami penyakitnya sehingga mau bekerjasama dalam tindakan perawatan dan pengobatan.
e)      Beri dorongan spiritual
Rasional : Diharapkan kesabaran yang tinggi untuk menjalani perawatan dan menyerahkan pada TYME atas kesembuhannya.
9.      Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai dengan kebutuhan kebutuhan oksigen
Tujuan: klien dapat melakukan aktifitas secara mandiri setelah dilakukan tindakan keperawatan selama … x 24 jam
Intevensi :
a)      Kaji aktifitas yang dilakukan klien
Rasional: mengetahui perkembangan aktivitas day living
b)      Latih klien untuk melakukan pergerakan aktif dna pasif
Rasional: supaya otot-otot tidak mengalami kekakuan
c)      Berikan dukungan pada klien dalam melakukan latihan secara teratur, seperti: berjalan perlahan atau latihan lainnya.
Rasional: meminimalkan kelelahan dan membantu keseimbangan suplai dan kebutuhan O2
d)     Diskusikan dengan klien untuk rencana pengembangan latihan berdasarkan status fungsi dasar
Rasional: untuk memberikan terapiyang sesuai pada status pasien saat ini
e)      Anjurkan klien untuk konsultasi denan ahli terapi
Rasional: menentukan program latihan spesifik sesuai kemampuan klien
10.  Kurang pengetahuan b/d kurangnya informasi mengenai penyakit yang dideritanya.
Tujuan: Melakukan perubahan pola hidup dan berpartisipasi dalam program pengobatan.
Intervensi:
a)      Bantu klien mengerti tentang tujuan jangka panjang dan tujuan jangka pendek.
Ajarkan klien tentang penyakit dan perawatannya.
Rasional : Klien harus mengetahui bahwa ada rencana dan metode dimana ia memainkan peranan yang besar, pasien harus mengetahui apa yang diperkirakan. Mengajarkan klien tentang kondisinya adalah salah satu aspek yang paling penting dari perawatannya; tindakan ini akan menyiapkan klien untuk hidup dalam dan mengatasi kondisi serta memperbaiki kualitas hidup.
b)      Diskusikan keperluan untuk berhenti merokok, berikan informasi tentang sumber-sumber kelompok.
Rasional : Asap tembakau menyebabkan kerusakan pasti pada paru dan menghilangkan mekanisme proteksi paru-paru. Aliran udara terhambat dan kapasitas paru menurun.
11.  Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan penurunan ekspansi paru.
Tujuan : perbaikan dalam pola nafas.
Intervensi :
a)      Ajarkan pasien pernafasan diafragmatik dan pernafasan bibir
Rasional : Membantu pasien memperpanjang waktu ekspirasi. Dengan teknik ini pasien akan bernafas lebih efisien dan efektif.
b)      Berikan dorongan untuk menyelingi aktivitas dan periode istirahat
Rasional : memungkinkan pasien untuk melakukan aktivitas tanpa distres berlebihan.
c)      Berikan dorongan penggunaan pelatihan otot-otot pernafasan jika diharuskan
Rasional : menguatkan dan mengkondisikan otot-otot pernafasan.
12.  Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan meningkatnya pernapasan dan menurunnya intake oral.
Tujuan : Mempertahankan hidrasi yang adekuat ditandai dengan turgor kulit elastis, membrane mukosa lembab, intake cairan sesuai dengan usia dan berat badan, output urine : 1-2 ml/kg BB/jam
Intervensi:
a)      Kaji turgor kulit, monitor urine, output tiap 4 jam
Rasional : untuk mengetahui tingkat hidrasi dan kebutuhan cairannya
b)      Pertahankan terapi parenteral sesuai indikasi dan monitor kelebihan cairan
Rasional : kelebihan cairan dapat menyebabkan udema pulmonary
c)      Setelah fase akut, anjurkan penderita untuk minum 3-8 gelas / hari, tergantung usia dan berat badan
Rasional : membutuhkan cairan yang cukup untuk mempertahankan hidrasi dan keseimbangan asam basa untuk mencegah syok

3.      Tindakan Keperawatan
Tindakan keperawatan mengacu kepada perencanaan yang telah disusun, diprioritaskan pada upaya untuk :
1.      Mempertahankan potensi jalan nafas yang efektif.
2.      Membantu tindakan untuk mempermudah pertukaran gas.
3.      Meningkatkan masukan nutrisi
4.      Mencegah komplikasi, memperlambat memburuknya kondisi.
5.      Memberikan informasi tentang proses penyakit/prognosis dan program pengobatan.

4.      Evaluasi
Evaluasi yang dilakukan mengacu kepada tujuan yang diharapkan :
1.      Ventilasi/oksigenasi adekuat untuk memenuhi kebutuhan perawatan diri.
2.      Masukan nutrisi memenuhi kebutuhan kalori.
3.      Bebas infeksi/komplikasi
4.      Proses penyakit/prognosis dan program terapi dipahami.

 

 

 

 

 

 

 




 


BAB  III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan yang telah dikemukakan, penulis menarik beberapa kesimpulan sebagai berikut :
1.      Asma bronchiale adalah suatu penyakit yang ditandai dengan meningkatnya respon trakhea dan bronhus terhadap berbagai alergen yang menyebabkan terjadinya penyempitan jalan nafas.
2.      Faktor predisposisi asma bronchiale adalah adanya riwayat keluarga yang pernah menderita, pola hidup yang buruk, serta berbagai alergen yang berada di sekitar tempat tinggal atau di lingkungan kerja.
3.      Gejala spesifiknya berupa sesak nafas, batuk dan adanya bunyi nafas tambahan (wheezing).
4.      Penanganan spesifiknya mengarah kepada pembebasan jalan nafas.
5.      Secara umum tampak adanya beberapa perbedaan antara tinjauan teori dan tinjauan kasus. Hal ini disebabkan karena klien sudah pernah mendapatkan pengobatan dan perawatan secara intensif sebelumnya serta respon tiap individu yang berbeda-beda terhadap asma bronchiale.
B.     Saran-Saran
1.      Untuk tenaga keperawatan, bahwa dalam memberikan asuhan keperawatan kepada klien, tindakan yang tepat adalah mengurangi penderitaan yang dirasakan oleh klien.
2.      Untuk klien, diharapkan untuk memahami bahwa proses penyakit membutuhkan waktu perawatan sehingga dituntut kesabaran dan kepatuhannya.
3.      Untuk keluarga, diharapkan kesabaran dan pengertian dalam mendampingi, merawat dan memenuhi kebutuhan klien sehingga terbina kerjasama dan saling percaya antara perawat/tenaga kesehatan, klin dan keluarga.




















DAFTAR PUSTAKA



v  AP Sylvia, dkk, 1995, Konsep Klinis Proses Penyakit-Penyakit, edisi 4, buku 1, EGC, Jakarta.
v  E. Barbara, 1998, Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah, volume 1, EGC, Jakarta.
v  Doenges E. Marilynn, 1999, Rencana Asuhan Keperawatan, edisi III, EGC, Jakarta
v  J. Purnawan, 1997, Kapitas Selekta Kedokteran, Media Aesculapius, FKUI, Jakarta.
v  P. Robert, 1996, Pengkajian Fisik Keperawatan, EGC, Jakarta.
v  Soeparman, dkk, 1999, Ilmu Penyakit Dalam, edisi II, EGC, Jakarta.
v  Tucker M. Susan, dkk, 1998, Standar Perawatan Pasien, edisi V, volume II, EGC, Jakarta





2 komentar:

  1. terima kasih infonya, sangat bagus dan bermanfaat
    OBAT ASMA

    BalasHapus
  2. Gejala Asma Gejala asma Gejala Asma Gejala asma Gejala Asma Gejala asma Gejala Asma Gejala asma Obat Kuat Obat kuat Obat Kuat obat kuat Gejala Asma yang perlu di waspadai banyak sekali jenisnya, Gejala Asma yang menyebabkan radang lambung yang parah sangatlah berbahaya dan dapat mengakibatkan pengaruh yang sangat dominan Gejala Asma akut yang perlu di wapadai

    BalasHapus