PEMBAHASAN
1. Konsep Perilaku
Perilaku
dari pandangan biologis merupakan suatu kegiatan atau aktifitas organisme yang
bersangkutan. Jadi perilaku manuasia pada hakekatnya adalah suatu aktivitas
dari manusia itu sendiri. Oleh sebab itu perilaku manusia mempunyai bentangan
yang sangat luas mencakup berjalan, berbicara, berpakaian dan lain sebagainya.
Bahkan kegiatan internal seperti berpikir, persepsi dan emosi juga merupakan
perilaku manusia.
Skinner
( 1933 ) mengemukakan bahwa perilaku merupakan hubungan antara perangsang (stimulus)
dan respon. Ia membedakan adanya dua stimulus :
1.1 Respondent response atau reflektife
response ialah respon yang ditimbulkan oleh rangsangan tertentu.
Perangsang semacam ini disebut elicting stimuli karena menimbulkan respon
yang relatif tetap misalnya makanan lezat menimbulkan keluarnya air liur,
cahaya yang kuat menyebabkan mata tertutup, menangis karena sedih, muka merah
karena marah dan lain sebagainya.
1.2 Operant response atau instrumental
response ialah respon yang timbul dan berkembangnya diikuti oleh
perangsang tertentu . Perangsang semacam ini disebut reinforcing stimuli atau
reinforcer karena perangsang tersebut memperkuat respon yang telah
dilakukan oleh organisme. Oleh sebab itu perangsang ini mengikuti atau memperkuat
perilaku yang sudah dilakukan. Sebagai contoh apabila seorang anak belajar atau
sudah melakukan suatu perbuatan kemudian dia memperoleh hadiah maka dia akan
lebih giat belajar atau lebih baik lagi melakukan perbuatan tersebut. Dengan
kata lain respon yang diberikannya akan lebih intensif dan kuat.
Di
dalam kehidupan sehari – hari respon yang pertama sangat terbatas keberadaanya
hal ini disebabkan hubungan yang pasti antara stimulus dan respon sehingga
kemungkinan untuk memodifikasinya sangat kecil, bahkan hampir tidak mungkin.
Sebaliknya
respon yang kedua merupakan bagian besar daripada perilaku manusia dan
kemungkinan untuk memodifikasinya sangat besar.
2. Bentuk Perilaku
Secara
operasional perilaku dapat diartikan sebagai respon organisme terhadap rangsangan
tertentu dari luar subyek. Respon ini berbentuk dua macam yaitu :
2.1 Bentuk pasif atau covert
behaviour adalah respon internal yang terjadi di dalam diri manusia dan
tidak secara langsung bisa dilihat orang lain, misalnya berpikir, tanggapan, sikap
atau pengetahuan. Misalnya seorang ibu yang tahu bahwa membawa anak untuk
diimunisasi dapat mencegah penyakit tertentu akan tetapi dia tidak membawa anaknya
ke puskesmas atau posyandu.
2.2 Bentuk aktif atau overt
behaviour , apabila perilaku ini jelas bisa dilihat. Misalnya pada
contoh di atas si ibu membawa anaknya ke posyandu atau puskesmas untuk
diimunisasi.
3. Perilaku Kesehatan
Perilaku
kesehatan pada dasarnya adalah suatu respon seseorang terhadap stimulus yang
berkaitan dengan sakit dan penyakit, sistem pelayanan kesehatan, makanan, serta
lingkungan. Secara lebih rinci perilaku kesehatan mencakup :
3.1 Perilaku seseorang terhadap sakit dan
penyakit yaitu bagaimana manusia
merespon baik secara pasif maupun aktif sehubungan dengan sakit dan penyakit.
Perilaku ini dengan sendirinya berhubungan dengan tingkat pencegahan penyakit
3.1.1 Perilaku sehubungan dengan peningkatan dan
pemeliharaan kesehatan misalnya makan makanan bergizi, dan olahraga.
3.1.2 Perilaku pencegahan penyakit misalnya memakai
kelambu untuk mencegah malaria, pemberian imunisasi. Termasuk juga perilaku
untuk tidak menularkan penyakit kepada orang lain.
3.1.3 Perilaku sehubungan dengan pencarian
pengobatan misalnya usaha mengobati penyakitnya sendiri, pengobatan difasilitas
kesehatan atau pengobatan ke fasilitas kesehatan tradisional.
3.1.4 Perilaku sehubungan dengan pemulihan
kesehatan setelah sembuh dari penyakit misalnya melakukan diet, melakukan
anjuran dokter selama masa pemulihan.
3.2 Perilaku terhadap sistem pelayanan
kesehatan. Perilaku ini mencakup respon terhadap fasilitas pelayanan, cara pelayanan,
petugas kesehatan dan obat – obat.
3.3 Perilaku terhadap makanan. Perilaku ini mencakup pengetahuan, persepsi,
sikap dan praktek terhadap makanan serta unsur – unsur yang terkandung di
dalamnya., pengelolaan makanan dan lain sebagainya sehubungan dengan tubuh
kita.
3.4 Perilaku terhadap lingkungan sehat adalah respon seseorang terhadap lingkungan
sebagai salah satu determinan kesehatan manusia. Lingkup perilaku ini seluas
lingkup kesehatan lingkungan.itu sendiri.
4. Faktor Penentu ( Determinan ) Perilaku
Perilaku
kesehatan seperti halnya perilaku pada umumnya melibatkan banyak faktor.
Menurut Lawrence Green ( 1980 ) kesehatan seseorang atau masyarakat dipengaruhi
oleh dua hal pokok yaitu faktor perilaku dan di luar perilaku. Selanjutnya perilaku
itu sendiri dipengaruhi oleh 3 faktor yaitu :
4.1 Faktor pembawa ( predisposing factor )
didalamnya termasuk pengetahuan, sikap, kepercayaan, keyakinan, nilai – nilai
dan lain sebagainya.
4.2 Faktor pendukung ( enabling factor )
yang terwujut dalam lingkungan fisik, sumber daya, tersedia atau tidak tersedianya
fasilitas dan sarana kesehatan.
4.3 Faktor pendorong ( reinforcing factor )
yang terwujut di dalam sikap dan perilaku petugas kesehatan maupun petugas lain
, teman, tokoh yang semuanya bisa menjadi kelompok referensi dari perilaku
masyarakat.
Dari
faktor – faktor di atas dapat disimpulkan bahwa perilaku seseorang atau
masyarakat tentang kesehatan ditentukan oleh pengetahuan, sikap, kepercayaan,
tradisi dari orang yang bersangkutan. Disamping itu ketersediaan fasilitas
kesehatan dan perilaku petugas kesehatan juga mendukung dan memperkuat
terbentuknya perilaku. Seseorang yang tidak mau mengimunisasikan anaknya ,
dapat disebabkan karena dia memang belum tahu manfaat imunisasi ( predisposing
factor ), atau karena jarak posyandu dan puskesmas yang jauh dari rumahnya
( enabling factor ) sebab lain bisa jadi karena tokoh masyarakat di
wilayahnya tidak mau mengimunisasikan anaknya ( reinforcing factor )
Model
di atas dengan jelas menggambarkan bahwa terjadinya perilaku secara umum
tergantung faktor intern ( dari dalam individu ) dan faktor ekstern ( dari luar
individu ) yang saling memperkuat . Maka sudah selayaknya kalau kita ingin merubah
perilaku kita harus memperhatikan faktor – faktor tersebut di atas.
5. Upaya Perubahan Perilaku Kesehatan
Hal
yang penting di dalam perilaku kesehatan adalah masalah pembentukan dan
perubahan perilaku. Karena perubahan perilaku merupakan tujuan dari pendidikan
kesehatan atau penyuluhan kesehatan sebagai penunjang program kesehatan lainnya.
Perubahan yang dimaksud bukan hanya sekedar covert behaviour tapi juga overt
behaviour.
Di
dalam program – program kesehatan, agar diperoleh perubahan perilaku yang sesuai
dengan norma – norma kesehatan diperlukan usaha – usaha yang konkrit dan
positip. Beberapa strategi untuk memperoleh perubahan perilaku bias dikelompokkan
menjadi tiga bagian
5.1 Menggunakan kekuatan / kekuasaan atau
dorongan.
Dalam hal ini perubahan perilaku dipaksakan
kepada sasaran sehingga ia mau melakukan perilaku yang diharapkan. Misalnya
dengan peraturan – peraturan / undang – undang yang harus dipatuhi oleh
masyarakat. Cara ini menyebabkan perubahan yang cepat akan tetapi biasanya
tidak berlangsung lama karena perubahan terjadi bukan berdasarkan kesadaran
sendiri. Sebagai contoh adanya perubahan di masyarakat untuk menata rumahnya dengan
membuat pagar rumah pada saat akan ada lomba desa tetapi begitu lomba / penilaian
selesai banyak pagar yang kurang terawat.
5.2 Pemberian informasi
Adanya informasi tentang cara mencapai hidup
sehat, pemeliharaan kesehatan , cara menghindari penyakit dan sebagainya akan
meningkatkan pengetahuan masyarakat. Selanjutnya diharapkan pengetahuan tadi
menimbulkan kesadaran masyarakat yang pada akhirnya akan menyebabkan orang
berperilaku sesuai pengetahuan yang dimilikinya. Perubahan semacam ini akan
memakan waktu lama tapi perubahan yang dicapai akan bersifat lebih langgeng.
5.3 Diskusi partisipatif
Cara ini merupakan pengembangan dari cara
kedua dimana penyampaian informasi kesehatan bukan hanya searah tetapi
dilakukan secara partisipatif. Hal ini berarti bahwa masyarakat bukan hanya
penerima yang pasif tapi juga ikut aktif berpartisipasi di dalam diskusi
tentang informasi yang diterimanya. Cara ini memakan waktu yang lebih lama
dibanding cara kedua ataupun pertama akan tetapi pengetahuan kesehatan sebagai
dasar perilaku akan lebih mantap dan mendalam sehingga perilaku mereka juga
akan lebih mantap.
Apapun
cara yang dilakukan harus jelas bahwa perubahan perilaku akan terjadi ketika
ada partisipasi sukarela dari masyarakat, pemaksaan, propaganda politis yang
mengancam akan tidak banyak berguna untuk mewujutkan perubahan yang langgeng.
6. Program Kesehatan Terpadu Bagi Golongan
Rawan dan Proses Terjadinya Perubahan Perilaku.
Sejak
tahun 1998 YIS bekerjasama dengan Pemerintah Kabupaten Polewali Mandar (dulu
Polewali Mamasa disingkat Polmas). Cq. Dinas Kesehatan untuk melakukan program
pemberdayaan masyarakat di bidang kesehatan, seperti juga program kesehatan
lainnya diharapkan program bisa mensupport terjadinya perubahan perilaku dengan
kegiatan – kegiatan program yang berbasis dan dilaksanakan oleh masyarakat.
Pelatihan – pelatihan diharapkan membantu pembentukan predisposing factor dengan
adanya peningkatan pengetahuan maupun sikap masyarakat. Selain itu program juga
memberikan dukungan dengan adanya stimulan RF sanitasi yang dikelola oleh KSM
ataupun dana pembuatan tepung M3 yang dikelola oleh posyandu.
Dari
uraian di atas nampak bahwa program sudah memberikan ruang bagi predisposing
factor dan enabling factor sebagai determinan terjadinya perubahan
perilaku. Meskipun pengetahuan mengenai penyakit dapat membantu perubahan perilaku,
akan tetapi perubahan perilaku mungkin kurang disukai oleh masyarakat karena
terlalu sulit, butuh waktu, biaya atau karena sebab lain. Pengalaman
pendampingan Program Kesehatan Terpadu di Polmas menunjukkan hal ini,
seringkali beberapa anggota masyarakat sudah mengetahui tentang akibat yang
bisa ditimbulkan dari kebiasaan buang air besar sembarangan baik untuk dirinya
sendiri ataupun masyarakat lain akan tetapi pengetahuan itu belum cukup untuk
merubah perilaku buang air besar mereka.
Dalam
kondisi seperti ini kegiatan RF sanitasi oleh KSM menjadi enabling factors yang
mendorong terjadinya proses perubahan perilaku, hal ini terlihat dengan
mulainya anggota masyarakat untuk membangun dan menggunakan jamban keluarga
setelah sedikit ‘digelitik’ dengan kegiatan RF oleh kelompok yang pada dasarnya
memang hanya sebagai rangsangan / stimulan.
Pendekatan
semacam ini cukup memberikan dampak lewat kesediaan beberapa anggota untuk
memulai proses ini meskipun di lingkungannya BAB ke jamban belum menjadi way
of life . Dari sisi ini diharapkan akan muncul perubahan – perubahan perilaku
lainnya untuk memutus mata rantai penularan penyakit yang bukan hanya
tergantung dari faktor jamban semata.
Untuk
itulah satu tahun terakhir dikembangkan kegiatan Tim Kesehatan Masyarakat yang
memfokuskan kegiatannya untuk
melakukan
pendidikan kesehatan di tingkat masyarakat dengan mendorong peran mereka di
dalam merencanakan, mengorganisir dan memfasilitasi proses diskusi kelompok /
penyuluhan bersama - sama dengan institusi posyandu, KSM ataupun institusi
lainnya di tingkat masyarakat.
Hal
di atas bisa dilihat dari dua dimensi. Dimensi pertama bahwa kegiatan
pendidikan kesehatan yang dilakukan diharapkan bisa memberikan reinforcing
stimuli kepada masyarakat yang sudah dirangsang dengan kegiatan RF sanitasi
sehingga respon mereka akan semakin kuat. Hal ini menjadi sangat penting karena
tidak selamanya respon yang diberikan masyarakat untuk membangun jamban
berdasarkan alasan kesehatan. Dimensi kedua diharapkan dengan kegiatan pendidikan
kesehatan akan bisa memunculkan perubahan – perubahan perilaku kesehatan
lainnya yang bisa memutus mata rantai penyebaran dan terjadinya suatu penyakit.
Melihat
perkembangan dan proses yang terjadi di dalam pelaksanaan program ada beberapa
hal yang seharusnya menjadi perhatian untuk lebih mendorong proses perubahan
perilaku kesehatan.
6.1 Terkait dengan determinan – determinan
perilaku di atas, perlu langkah – langkah untuk lebih memperkuat predisposing
factor, enabling factor dan reinforcing factor, karena faktor –
faktor tersebut saling mempengaruhi.
Tantangan bagi dinas kesehatan dan jajarannya
sebagai reinforcing factor di dalam proses perubahan perilaku adalah
bagaimana mereka mengimplementasikan paradigma sehat secara mikro dengan
menekankan upaya promotif dan preventif seperti tergambar di dalam Visi dan
Misi Indonesia Sehat 2010 dengan action di tingkat masyarakat.
Hal ini menjadi sangat penting karena sudah terlihat ada inisiatif dari
masyarakat untuk melakukan beberapa upaya perubahan perilaku dengan
mengorganisir pertemuan kelompok ataupun penyuluhan dengan niat baik untuk
memperbaiki derajat kesehatan dan kondisi lingkungannya. Sangat disayangkan
kalau inisiatif – inisiatif ini tidak bisa ‘ditangkap’ dan dimaksimalkan oleh
pihak – pihak yang terkait demi terwujudnya kemandirian masyarakat untuk
hidup sehat, sebagai salah satu misi pembangunan kesehatan.
6.2 Di tingkat masyarakat sendiri, diperlukan
kerelaan dan niat baik dari semua pihak untuk lebih mendorong terjadinya
perubahan perilaku. Hal ini menjadi sangat penting karena adanya dana stimulan
sebagai enabling factor mempunyai dua dimensi yang pertama dalam arti
positif, apa yang sekarang sudah ada di tingkat masyarakat bias dimaksimalkan
untuk mendorong proses terjadinya perubahan perilaku. Dalam arti negatif adanya
dana bias menyulut konflik dan intrik yang tidak jarang justru melibatkan tokoh
– tokoh kunci ( pengurus kelompok, tokoh masyarakat , aparat desa ) yang
seharusnya menjadi refference people di dalam proses perubahan perilaku.
6.3 Penyuluhan bukan sesuatu yang baru,
sebagai upaya untuk merubah perilaku hal ini sudah seringkali dilakukan akan
tetapi seringkali pula perubahan perilaku yang diharapkan belum muncul. Salah
satu sebab dari kurang berhasilnya penyuluhan adalah karena ia bersifat top –
down, seringkali masyarakat dianggap sebagai tong kosong yang bisa diisi dengan
‘ide – ide ‘ baru dengan menafikan ide , pengalaman atau pemahaman mereka
tentang satu masalah kesehatan. Untuk sekedar membentuk perilaku pasif ( covert
behaviour ) cara ini mungkin cukup manjur akan tetapi untuk membentuk
perilaku aktif ( overt behaviour ) cara diatas kurang efektif karena
mengubah perilaku kesehatan itu lebih dari sekedar menambah pengetahuan
kesehatan masyarakat. Seringkali yang terjadi adalah bahwa masyarakat
menganggap ada nilai nilai lain yang lebih penting seperti perjuangan untuk
bertahan hidup ( survival ), status, prestise, keindahan fisik dan lain
sebagainya.
Ada dua dimensi
yang bisa ditangkap dari uraian diatas yaitu :
• Untuk mendorong perubahan perilaku
yang lebih efektif di perlukan interaksi pada saat kegiatan penyuluhan dengan
melakukan diskusi partisipatif, memadukan apa yang diketahui oleh masyarakat
dengan nilai – nilai kesehatan. Untuk melakukan hal ini tentunya diperlukan
ketrampilan memfasilitasi secara partisipatip, sehingga hal ini perlu menjadi
perhatian bagi semua stake holder baik di tingkat dinas dan puskesmas
maupun di tingkat masyarakat.
• Content materi pada saat
penyuluhan / diskusi bisa lebih dikembangkan untuk lebih memotivasi terjadinya perubahan
perilaku dengan mengkombinasikan pendekatan kesehatan dengan aspek – aspek yang
lain, misalnya aspek religius, estetika, kenyamanan, penghargaan diri , budaya
dan lain sebagainya..
Pada
akhirnya kita memang harus menyadari bahwa untuk mewujutkan terjadinya proses
perubahan perilaku ( kesehatan ) perlu keterlibatan , pengorbanan dan niat baik
dari semua komponen di atas, sehingga diperlukan kerjasama yang harmonis, efektif
dan efisien dalam mewujutkannya, karena meskipun upaya kesehatan sudah
dilakukan secara maksimal, peningkatan derajat kesehatan tidak akan optimal
jika perilaku dan lingkungan belumlah sehat.
Hal
ini sejalan dengan Visi Indonesia Sehat 2010 yaitu gambaran masyarakat
Indonesia yang penduduknya hidup dalam lingkungan dan perilaku sehat,
mampu menjangkau pelayanan kesehatan yang bermutu , adil dan merata, serta
memiliki derajat kesehatan yang setinggi-tingginya. Seperti sebuah kalimat
bijak " Kamu bisa mengubah dunia, jika kamu punya mimpi". Mimpi
mungkin bisa disamakan dengan cita – cita. Visi Indonesia Sehat 2010 yang
diaplikasikan di dalam misi pembangunan kesehatan merupakan mimpi dan cita –
cita kita bersama. Satu hal untuk bisa mewujutkan mimpi ke alam nyata, kita
harus bangun dari tidur sehingga semuanya bukan hanya sekedar mimpi.
DAFTAR PUSTAKA
1. id.wikipedia.org/wiki/perilaku-manusia
2. aralia2008.files.wordpress.com/2008/08/perubahan-perilaku-dan-proses-perubahannya
3. www.artikelingkunganhidup.
Com/2008/11/perolaku+manusia+yang+berdampak+buruk+pada+kesehatan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar