BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dampak
asap kebakaran hutan bagi kesehatan cukup mengganggu, terutama pada paru dan
pernapasan.
"Ada
delapan masalah kesehatan bagi masyarakat, akibat kabut asap karena kebakaran
hutan," kata Tjandra Yoga Aditama, Direktur Jenderal Pengendalian Penyakit
dan Penyehatan Lingkungan (P2PL) Kementerian Kesehatan, di Jakarta, Jumat
(14/3/2014).
Delapan
masalah kesehatan tersebut sebagai berikut:
1.1.1 Dapat menyebabkan iritasi pada mata, hidung,
dan tenggorokan, serta memicu reaksi alergi, peradangan, dan mungki juga
infeksi.
1.1.2 Kabut asap dapat memperburuk asma dan
penyakit paru kronis lain, seperti bronkitis kronik, PPOK, dan lainnya.
1.1.3 Kemampuan kerja paru menjadi berkurang, dan
menyebabkan orang mudah lelah dan mengalami kesulitan bernapas.
1.1.4 Bagi yang berusia lanjut dan anak-anak,
mereka yang punya penyakit kronik dengan daya tahan tubuh rendah, serta wanita
yang sedang hamil, akan lebih rentan untuk mendapat gangguan kesehatan.
1.1.5 Kemampuan paru dan saluran pernapasan
mengatasi infeksi berkurang, sehingga menyebabkan lebih mudah terjadi infeksi.
1.1.6 Keenam, secara umum berbagai penyakit kronik
juga dapat memburuk.
1.1.7 Bahan polutan di asap kebakaran hutan yang
jatuh ke permukaan bumi, juga mungkin dapat menjadi sumber polutan di sarana
air bersih, dan makanan yang tidak terlindungi.
1.1.8 Infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) jadi
lebih mudah terjadi, utamanya karena ketidak seimbangan daya tahan tubuh
(host), pola bakteri/virus dan lainnya penyebab penyakit (agent), dan buruknya
lingkungan.
Micobacterium tuberculosis (TB) telah
menginfeksi sepertiga penduduk dunia, menurut WHO sekitar 8 juta penduduk dunia
diserang TB dengan kematian 3 juta orang per tahun (WHO, 1993). Diperkirakan
95% penderita TB berada di negara-negara berkembang Dengan munculnya epidemi
HIV/AIDS di dunia jumlah penderita TB akan meningkat.
Kematian wanita karena TB lebih banyakdari
pada kematian karena kehamilan, persalinan serta nifas (WHO). WHO mencanangkan
keadaan darurat global untuk penyakit TB pada tahun 1993 karena diperkirakan
sepertiga penduduk dunia telah terinfeksi.
Di Indonesia TB kembali muncul sebagai
penyebab kematian utama setelah penyakit jantung dan saluran pernafasan.
Penyakit TB paru, masih menjadi masalah kesehatan masyarakat. Hasil survey
kesehatan rumah tangga (SKRT) tahun 1995 menunjukkan bahwa tuberkulosis
merupakan penyebab kematian nomor 3 setelah penyakit kardiovaskuler dan
penyakit saluran pernapasan pada semua golongan usia dan nomor Idari golongan
infeksi. Antara tahun 1979 - 1982 telah dilakukan survey prevalensi di 15
propinsi dengan hasil 200-400 penderita tiap 100.000 penduduk.
Diperkirakan setiap tahun 450.000 kasus baru
TB dimana sekitar 1/3 penderita terdapat disekitar puskesmas, 1/3 ditemukan di
pelayanan rumah sakit/klinik pemerintahd an swasta, praktek swasta dan sisanya
belum terjangku unit pelayanan kesehatan. Sedangkan kematian karena TB
diperkirakan 175.000 per tahun.
Penyakit TB menyerang sebagian besar kelompok
usia kerja produktif, penderita TB kebanyakan dari kelompok sosio ekonomi
rendah. Dari 1995-1998, cakupan penderita TB Paru dengan strategi DOTS
(Directly Observed Treatment Shortcourse Chemotherapy) -atau pengawasan
langsung menelan obat jangka pendek/setiap hari- baru mencapai 36% dengan angka
kesembuhan 87%.
Sebelum strategi DOTS (1969-1994) cakupannya
sebesar 56% dengan angka kesembuhan yang dapat dicapai hanya 40-60%. Karena
pengobatan yang tidak teratur dan kombinasiobat yang tidak cukup dimasa lalu
kemungkinan telah timbul kekebalan kuman TB terhadap OAT (obat anti
tuberkulosis) secara meluas atau multi drug resistance (MDR).
1.2 Tujuan Umum
Untuk memenuhi tugas perkuliahan mata
kuliah Disaster dan menambah ilmu pengetahuan tentang rencana asuhan
keperawatan TB Paru bagi para penulis dan pembaca.
1.3 Tujuan Khusus
Untuk
mengetahui karakteristik TB Paru, defenisi, etiologi, patofisiologi,
manifestasi klinis dan asuhan keperawatan pada TB Paru
1.4 Manfaat
Adapun
manfaat makalah ini Kelompok ingin memberikan suatu gambaran ataupun penjelasan
yang lebih mendalam mengenai manajemen asuhan keperawatan yang berhubungan
dengan TB Paru.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Definisi
Tuberkulosis
(TBC) adalah penyakit akibat kuman mycobacterium tubercolosis sistemis
sehingga dapat mengenai semua organ tubuh dengan lokasi terbanyak di paru paru
yang biasanya merupakan lokasi infeksi primer.
Tuberkulosis
paru adalah penyakit infeksius yang terutama menyerang parenkim paru.
Tuberculosis dapat juga ditularkan ke bagian tubuh lainnya, terutama meningen,
ginjal, tulang, dan nodus limfe.
Tuberkulosis
paru adalah penyakit infeksius, yang terutama menyerang parenkim
paru.Tuberkulosis atau TB (singkatan yang sekarang ditinggalkan adalah TBC)
adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh infeksi kompleks mycobacterium
tuberculosis.
Berdasarkan beberapa definisi
mengenai tuberkulosis diatas, maka dapat dirumuskan bahwa tuberculosis (TB)
paru adalah suatu penyakit infeksius yang disebabkan kuman Mycobacterium
tuberculosis yang menyerang parenkim paru, bersifat sistemis sehingga
dapat mengenai organ tubuh lain, terutama menin Tuberkulosis paru adalah
penyakit menular yang disebabkan oleh basil mikrobakterium tuberkulosis tipe
humanus, sejenis kuman yang berbentuk batang dengan ukuran panjang 1-4/mm dan
tebal 0,3-0,6/mm. Sebagian besar kuman terdiri atas asam lemak (lipid). Lipid
inilah yang membuat kuman lebih tahan terhadap asam dan lebih tahan terhadap
gangguan kimia dan fisik
Kuman ini tahan hidup pada udara kering maupun
dalam keadaan dingin (dapat tahan bertahun-tahun dalam lemari es). Hal ini
terjadi karena kuman berada dalam sifat dormant. Dari sifat dormant ini kuman dapat
bangkit kembali dan menjadikan tuberkulosis aktif kembali. Sifat lain kuman
adalah aerob. Sifat ini menunjukkan bahwa kuman lebih menyenangi jaringan yang
tinggi kandungan oksigennya. Dalam hal ini tekanan bagian apikal paru-paru
lebih tinggi dari pada bagian lainnya, sehingga bagian apikal ini merupakan
tempat predileksi penyakit tuberkulosis.
Tuberkulosis paru merupakan penyakit infeksi
penting saluran pernapasan. Basil mikrobakterium tersebut masuk kedalam
jaringan paru melalui saluran napas (droplet infection) sampai alveoli, maka
terjadilah infeksi primer (ghon) selanjutnya menyebar kekelenjar getah bening
setempat dan terbentuklah primer kompleks (ranke). keduanya dinamakan
tuberkulosis primer, yang dalam perjalanannya sebagian besar akan mengalami
penyembuhan.
Tuberkulosis paru primer, peradangan terjadi
sebelum tubuh mempunyai kekebalan spesifik terhadap basil mikobakterium.
Tuberkulosis yang kebanyakan didapatkan pad usia 1-3 tahun. Sedangkan yang
disebut tuberkulosis post primer (reinfection) adalah peradangan jaringan paru
oleh karena terjadi penularan ulang yang mana di dalam tubuh terbentuk
kekebalan spesifik terhadap basil tersebut.
2.2 Etiologi
Etiologi Tuberculosis Paru adalah
Mycobacterium Tuberculosis yang berbentuk batang dan Tahan asam ( Price , 1997
)
Penyebab
Tuberculosis adalah M. Tuberculosis bentuk batang panjang 1 – 4 /mm, dengan tebal 0,3 –
0,5 mm. selain itu juga kuman lain yang memberi infeksi yang sama yaitu M.
Bovis, M. Kansasii, M. Intracellutare.
2.3 Patofisiologi
Kuman micobacterium tuberculosis masuk kedalam
tubuh melalui saluran pernafasan, saluran pencernaan, kebanyakan infeksi
tuberculosis terjadi melalui udara (air borne), yaitu melalui inhalasi droppet
yang mengandung kuman-kuman basil tuberkel yang berasal dari orang yang
terinfeksi.
Basil tuberkel yang mencapai permukaan
alveolus biasanya diinhalasi terdiri dari satu sampai tiga gumpalan basil yang
lebih besar cenderung tertahan di saluran hidung dan cabang besar bronkus dan
tidak menyebabkan penyakit. Setelah berada dalam ruang alveolus biasanya di
bagian bawah lobus atau paru-paru, atau di bagian atas lobus bawah. Basil
tuberkel ini membangkitkan reaksi peradangan. Leukosit polimorfonuklear tampak
pada tempat tersebut dan memfagosit bacteria namun tidak membunuh organisme
tersebut. Sesudah hari-hari pertama maka leukosit diganti oleh makrofag.
Alveoli yang terserang akan mengalami
konsolidasi dan timbul gejala pneumonia akut. Pneumonia seluler ini dapat
sembuh dengan sendirinya sehingga tidak ada sisa yang tertinggal, atau proses
dapat juga berjalan terus, dan bakteri terus difagosit atau berkembang biak di
dalam sel. Basil juga menyebar melalui getah bening menuju ke kelenjar bening
regional. Makrofag yang mengadakan infiltrasi menjadi lebih panjang dan
sebagian bersatu sehingga membentuk sel tuberkel epiteloit, yang dikelilingi
oleh fosit. Reaksi ini biasanya membutuhkan waktu 10 sampai 20 hari.
2.4
Pathway
2.5
Manifestasi Klinis
2.5.1
Demam (subfebris, kadang-kadang 37 - 41 C, seperti demam
influensa.
2.5.2
Batuk (kering, produktif, kadang-kadang hemoptoe (pecahnya
pembuluh darah).
2.5.3
Sesak napas, jika infiltrasi sudah setengah bagian paru.
2.5.4
Nyeri dada, jika infiltrasi sudah ke pleura.
2.4.5 Malaise , anoreksia, badan kurus, sakit kepala,
meriang, nyeri otot, keringat malam.
2.6 Pemeriksaan
Penunjang
2.6.1 Pemeriksaan Laboratorium
a. Kultur
Sputum : Positif untuk Mycobacterium tuberculosis pada tahap aktif penyakit
b. Ziehl-Neelsen
(pemakaian asam cepat pada gelas kaca untuk usapan cairan darah) : Positif
untuk basil asam-cepat.
c. Tes
kulit (Mantoux, potongan Vollmer) : Reaksi positif (area indurasi 10 mm atau
lebih besar, terjadi 48-72 jam setelah injeksi intradcrmal antigen) menunjukkan
infeksi masa lalu dan adanya antibodi tetapi tidak secara berarti menunjukkan
penyakit aktif. Reaksi bermakna pada pasien yang secara klinik sakit berarti
bahwa TB aktif tidak dapat diturunkan atau infeksi disebabkan oleh
mikobakterium yang berbeda.
d. Anemia
bila penyakit berjalan menahun
e. Leukosit
ringan dengan predominasi limfosit
f. LED
meningkat terutama pada fase akut umumnya nilai tersebut kembali normal pada
tahap penyembuhan.
g. GDA
: mungkin abnormal, tergantung lokasi, berat dan sisa kerusakan paru.
h. Biopsi
jarum pada jaringan paru : Positif untuk granuloma TB; adanya sel raksasa
menunjukkan nekrosis.
i. Elektrolit
: Dapat tak normal tergantung pada lokasi dan beratnya infeksi; contoh
hiponatremia disebabkan oleh tak normalnya retensi air dapat ditemukan pada TB
paru kronis luas.
2.6.2 Radiologi
a. Foto
thorax : Infiltrasi lesi awal pada area paru atas simpanan kalsium lesi sembuh
primer atau efusi cairan perubahan menunjukan lebih luas TB dapat termasuk
rongga akan fibrosa. Perubahan mengindikasikanTB yang lebih berat dapat
mencakup area berlubang dan fibrous. Pada foto thorax tampak pada sisi yang
sakit bayangan hitam dan diafragma menonjol ke atas.
b. Bronchografi
: merupakan pemeriksaan khusus untuk melihat kerusakan bronchus atau kerusakan
paru karena TB.
c. Gambaran
radiologi lain yang sering menyertai TBC adalah penebalan pleura, efusi
pleura atau empisema, penumothoraks (bayangan hitam radio lusen dipinggir paru
atau pleura).
2.6.3 Pemeriksaan fungsi paru
Penurunan
kualitas vital, peningkatan ruang mati, peningkatan rasio udara residu:
kapasitas paru total dan penurunan saturasi oksigen sekunder
terhadap infiltrasi parenkim/fibrosis, kehilangan jaringan paru dan penyakit
pleural.
BAB
III
KONSEP
ASUHAN KEPERAWATAN
3.1 Pengkajian
Data-data yang perlu dikaji pada asuhan
keperawatan dengan Tuberkulosis paru ialah sebagai berikut :
3.1.1 Riwayat Perjalanan Penyakit
Keluhan
utama : Batuk produkif dan non produktif
3.1.2 Riwayat Penyakit Sebelumnya:
a. Pernah sakit batuk yang lama dan tidak
sembuh-sembuh.
b. Pernah berobat tetapi tidak sembuh.
c. Pernah berobat tetapi tidak teratur.
d. Riwayat kontak dengan penderita
Tuberkulosis Paru.
e. Daya tahan tubuh yang menurun.
f. Riwayat vaksinasi yang tidak teratur.
3.1.3 Riwayat Pengobatan Sebelumnya:
a. Kapan pasien mendapatkan pengobatan
sehubungan dengan sakitnya.
b. Jenis, dosis obat yang diminum.
c. Berapa lama. pasien menjalani
pengobatan sehubungan dengan penyakitnya.
d. Kapan pasien mendapatkan pengobatan
terakhir.
3.1.4 Riwayat Sosial Ekonomi:
a. Riwayat pekerjaan. Jenis pekerjaan,
waktu dan tempat bekerja, jumlah penghasilan.
b. Aspek psikososial. Merasa dikucilkan,
tidak dapat berkomunikisi dengan bebas, menarik diri, biasanya pada keluarga
yang kurang marnpu, masalah berhubungan dengan kondisi ekonomi, untuk sembuh
perlu waktu yang lama dan biaya yang banyak, masalah tentang masa
depan/pekerjaan pasien, tidak bersemangat dan putus harapan.
c. Faktor Pendukung yaitu riwayat
lingkungan dan pola hidup.
3.1.5 Nutrisi, kebiasaan merokok, minum alkohol,
pola istirahat dan tidur, kebersihan diri.
a. Tingkat pengetahuan/pendidikan pasien
dan keluarga tentang penyakit, pencegahan, pengobatan dan perawatannya.
b. Pola aktivitas dan istirahat
Subjektif
: Rasa lemah cepat lelah, aktivitas berat timbul. sesak (nafas pendek), sulit
tidur, demam, menggigil, berkeringat pada malam hari.
Objektif
: Takikardia, takipnea/dispnea saat kerja, irritable, sesak (tahap, lanjut;
infiltrasi radang sampai setengah paru), demam subfebris (40 –410C)
hilang timbul.
c. Pola nutrisi
Subjektif
: Anoreksia, mual, tidak enak diperut, penurunan berat badan.
Objektif
: Turgor kulit jelek, kulit kering/bersisik, kehilangan lemak sub
kutan.
d. Respirasi
Subjektif
: Batuk produktif/non produktif sesak napas, sakit dada.
Objektif
: Mulai batuk kering sampai batuk dengan sputum hijau/purulent,
mukoid kuning atau bercak darah, pembengkakan kelenjar limfe, terdengar bunyi
ronkhi basah, kasar di daerah apeks paru, takipneu (penyakit luas atau fibrosis
parenkim paru dan pleural), sesak napas, pengembangan pernapasan tidak simetris
(effusi pleura.), perkusi pekak dan penurunan fremitus (cairan pleural),
deviasi trakeal (penyebaran bronkogenik).
e. Rasa nyaman/nyeriS
Subjektif
: Nyeri dada meningkat karena batuk berulang.
Objektif
: Berhati-hati pada area yang sakit, prilaku distraksi, gelisah,
nyeri bisa
timbul bila infiltrasi radang sampai ke pleura sehingga timbul pleuritis.
f. Integritas ego
Subjektif
: Faktor stress lama, masalah keuangan, perasaan tak berdaya/tak
ada harapan.
Objektif
: Menyangkal (selama tahap dini), ansietas, ketakutan, mudah
tersinggung.
g. Pemeriksaan Diagnostik:
1.
Kultur sputum: Mikobakterium Tuberkulosis
positif pada tahap akhir penyakit.
2.
Tes Tuberkulin: Mantoux test reaksi positif
(area indurasi 10-15 mm terjadi 48-72 jam.
3.
Poto torak: Infiltnasi lesi awal pada area
paru atas ; Pada tahap dini tampak gambaran bercak-bercak seperti awan dengan
batas tidak jelas ; Pada kavitas bayangan, berupa cincin ; Pada kalsifikasi
tampak bayangan bercak-bercak padat dengan densitas tinggi.
4.
Bronchografi: untuk melihat kerusakan bronkus
atau kerusakan paru karena TB paru.
5.
Darah: peningkatan leukosit dan Laju Endap
Darah (LED).
6.
Spirometri: penurunan fuagsi paru dengan
kapasitas vital menurun.
3.2 Data Fokus
DATA SUBJEKTIF
|
DATA OBJEKTIF
|
- Klien
mengatakan sering mengalami demam ringan (meriang)
- Badan terasa
letih
- Berat badan
menurun
- Keringat pada
malam hari
- Batuk berdarah
|
- Suhu = 37 oC
- Berat badan
menurun dari 60 kg menjadi 45 kg, turun 15 kg (anoreksia)
- Keringat pada
malam hari (+)
- Sputum disertai
darah (+)
- Tuberculin test
(+)
- Photo thorax
terlihat bercak putih di apeks paru
- RR = 24 x
permenit
- TD = 110/70
mmHg
- HR = 80 x
permenit
|
3.3 Analisa Data
DATA FOKUS
|
PROBLEM
|
ETIOLOGI
|
DS
klien mengatakan:
- Batuk berdarah
- Demam
- Keringat pd malam hari
DO
klien terlihat :
- Batuk dgn Sputum bercampur darah
- Tuberculin test (+)
- Suhu = 38,5 oC
- HR = 78 x permenit
- RR = 24 x permenit
- TD = 110/70 mmHg
- Rongent Thorax (+)
- Terlihat bercak putih
|
Ketidak
efektifan Bersihan jalan nafas
|
Berkaitan
dengan Secret kental / secret darah
|
DS
klien mengatakan :
- Tidak nafsu makan
- Cepat letih
- Berat badan turun 12 kg
- Mual
- Tidak suka makan rumah sakit
DO
klien terlihat :
- Antropometri : berat badan turun 12
kg (60-48)
- Biokimia ; Eritrosit : 4 – 5
(juta/ul)
Haemoglobin (Hb) : 12 – 15 (g/dl) Hematokrit (Ht) : 36 – 47 (%) Trombo sit : 150.000 – 400.000(/ul) Leukosit : 5.000 – 10.000(/ul) Laju Endap Darah (LED) : < 15 (mm/jam)
- Chemical sain : Rhonki (+),
konjungtivaanemis (+) , mukosa bibir (kering), togor kulit jelek
- Diathistori : klien tidak suka makan
telur, dan sayuran
|
Ketidakseimbangan
nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
|
Berkaitan
dengan intake yang tidak ade kuat
|
DS
klien mengatakan :
- Tidak mengetahui tentang proses
penyakit
- Pasien tidak punya dana untuk
berobat
DO
klien terlihat :
- Tinggal di daerah padat penduduk, di
pinggir kali,
- Perkampungan kumuh
- Dirumahnya kurang ventilasi dan
pencahayaan
|
Defisiensi
pengetahuan tentang kondisi, terapi dan pencegahan
|
Berkaitan
dengan informasi kurang / tidak akurat.
|
3.3 Diagnosa Keperawatan
3.3.1 Ketidak efektifan Bersihan jalan nafas b/d Secret
kental / secret darah
3.3.2 Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh b/d intake yang tidak ade kuat
3.3.3 Defisiensi pengetahuan tentang kondisi,
terapi dan pencegahan b/d Berkaitan dengan informasi kurang / tidak akurat.
3.4 Intervensi
DX
|
TUJUAN DAN
KRITERIA HASIL
|
INTERVENSI
KEPERAWATAN
|
1
|
Setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama 3x24 jam, diharapkan :
- Pasien
menyatakan bahwa batuk berkurang atau hilang, tidak ada sesak dan secret
berkurang.
- Suara nafas
normal (vesikular)
- Tanda-tanda
Vital :
Tekanan Darah : 100/60 – 130/80 mmHg
RR : normal (12-20 X/menit),
Suhu normal (36-370C),
- Tidak ada
dipsnue
|
MANDIRI
1. Mengkaji fungsi
respirasi antara lain suara, jumlah, irama, dan kedalaman nafas, serta
catatan pula mengenai penggunaan otot nafas tambahan
Rasionalnya : adanya perubahan
fungsi respirasi dan penggunaan otot tambahan menandakan kondisi penyakit
yang masih dalam kondisi penanganan penuh
2. Mencatat
kemampuan untuk mengeluarkan secret atau batuk secara efektif
Rasional : ketidak mampuan
mengeluarkan secret menjadikan timbulnya penumpukan berlebihan pada saluaran
penafasan
3. Mengatur posisi
tidur semi/ high fowler. Membantu pasien untuk berlatih batuk secara efektif
dan menarik nafas dalam
Rasional : posisi semi atau high
fowler memberikan kesempatan paru-paru berkembang secara maksimal akibat
diagfagma turun kebawah. Batuk efektif mempermudah ekspetorasi mucus.
4. Membersihkan
secret dari mulut dan trakea, suction jika memungkinkan
Rasional ; pasien dalam kondisi
sesak cenderung bernafas melalui mulut yang jika tidak di tindak lanjuti akan
mengakibatkan stomatitis.
Kolaborasi
1.
Memberikan O2 udara inspirasi yang lembab.
Rasional:
berfungsi meningkatkan kadar tekanan parsial O2 dan saturasi O2 dalam darah.
2.
Memberikan pengobatan atas indikasi:
a. Agen mukolitik
Missal: Acetilcystein
b. Bronkodilator:
c. Kortokosteroid
(prednison)
Rasional:berfungsi
untuk mengencerkan dahak dan meningkatkan atau memperlebar saluran udara
|
2
|
Setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama 3x24 jam, diharapkan :
- Diharapkan
perasaan mual berkurang atau hilang
- Pasien
mengatakan nafsu makan meningkat
- Berat badan
pasien tidak mengalami penurunan drastic (stabil)
- Pasien terlihat
dapat menghabiskan porsi makan yang disediakan
- Hasil analisis
laboratorium menyatakan protein darah/albumin darah dalam rentang normal
|
MANDIRI
1.
Mendokumentasikan status nutrisi pasien serta mencatat tugor kulit, berat
badab saat ini, tingkat kehilangan berat badan, integritas mukosa mulut,
tonus perut
Rasional:
menjadi data focus merencanakan tindakan selanjutnya
2.
Memberikan oral care sebelumdan sesudah penatalaksanaan respiration
Rasional: meningkatkan kenyamanan daerah
mulut sehingga akan meningkatkan perasaan nafsu makan
3.
Anjurkan makan sedikit tapi sering
Rasional: meningkatkan intake makanan dan
nutrisi pasien, terutama kdar protein tinggi yang dapat meningkatkan
mekanisme tubuh dalam proses penyembuhan.
Kolaborasi:
1.
Menganjurkan kepada ahli gizi untuk menentukan komposisi diet
Rasional: menentukan kebutuhan nutrisi yang
tepat bagi pasien
2.
Monitor pemeriksaan laboratorium: serum protein, dan albumin
Rasioanl: mengontrol ketidak efektifan
tindakan terutama dengan kadar protein darah.
|
3
|
Setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama 3x24 jam, diharapkan :
- Pasien mengerti
proses terjadinya penyakit TBC
- Pasien dapat
menciptakan lingkungan yang sehat di dalam keluarganya
- Pasien mengerti
penyakit TBC
- Pasien mengerti pencegahan penyakit TBC.
|
MANDIRI
1. Beri penyuluhan
kepada pasien dan keluarga tentang penyakit TBC
Rasional: dengan pengetahuan maka
penyakit dapat di cegah.
|
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Tuberkulosis paru adalah penyakit menular yang
disebabkan oleh basil mikrobakterium tuberkulosis tipe humanus, sejenis kuman
yang berbentuk batang dengan ukuran panjang 1-4/mm dan tebal 0,3-0,6/mm.
Sebagian besar kuman terdiri atas asam lemak (lipid). Lipid inilah yang membuat
kuman lebih tahan terhadap asam dan lebih tahan terhadap gangguan kimia dan
fisik
Kuman ini tahan hidup pada udara kering maupun
dalam keadaan dingin (dapat tahan bertahun-tahun dalam lemari es). Hal ini
terjadi karena kuman berada dalam sifat dormant. Dari sifat dormant ini kuman
dapat bangkit kembali dan menjadikan tuberkulosis aktif kembali. Sifat lain
kuman adalah aerob. Sifat ini menunjukkan bahwa kuman lebih menyenangi jaringan
yang tinggi kandungan oksigennya. Dalam hal ini tekanan bagian apikal paru-paru
lebih tinggi dari pada bagian lainnya, sehingga bagian apikal ini merupakan
tempat predileksi penyakit tuberkulosis.
4.2 Saran
Dengan makalah ini diharapkan pembaca
khususnya mahasiswa keperawatan dapat mengerti dan memahami serta menambah
wawasan tentang Asuhan keperawatan pada klien dengan TB Paru.
DAFTAR PUSTAKA
Anonymous.2010. Tuberkulosis. http://id.wikipedia.org/wiki/Tuberkulosis.
13 September 2013
Buku Aplikasi
Asuhan Keperawatan berdasarkan Diagnosa medis dan Nanda Nic Noc tahun 2013
Content Team, Asian Brain. 2009
. Tuberkulosis (TBC).http://www.anneahira.com/pencegahan-penyakit/tbc.htm.13 September
2013
Nuzulul.2011.Askep TB Paru.http://nuzululzulkarnain.blogspot.com.13
September 2013