SKENARIO 1
Anak B, usia 6 thn terdiagnosa ADHD sedang di
wawancarai oleh perawat di poli jiwa RS ‘X’. saat pertama kali memasuki
ruangan, ia melompat beberapa kali, tertawa cekikikan, dan berkata ‘maaf’.
Perawat menyuruhnya untuk duduk tenang, dan memberinya buku gambar. Anak B lalu
mulai menggambar, namun tidak menyelesaikannya, dan berlari mengitari ruangan
sambil menanyakan nama-nama benda yang dilihatnya. Secara tiba-tiba, anak B
menyenggol barang-barang yang ada di atas meja sehingga terjatuh lalu
mengatakan ‘maaf’ secara berulang-ulang
Ibunya mengatakan bahwa anaknya berperilaku
seperti itu setelah dirawat di RS karena mengalami penyakit PANDAS.
1. Anatomi
dan fisiologi system saraf
Pembagian sistem saraf secara anatomi :
1.1 Sistem saraf pusat (SSP)
Meliputi otak (ensephalon) dan sumsum tulang belakang (medulla spinalis). Keduanya merupakan organ yang sangat lunak,
dengan fungsi yang sangat penting maka perlu perlindungan. Selain tengkorak dan
ruas-ruas tulang belakang, otak juga dilindungi 3 lapisan selaput meninges. Bila membran ini
terkena infeksi maka akan terjadi radang yang disebut meningitis.
Ketiga lapisan membran meninges dari luar ke dalam adalah sebagai berikut:
a.
Durameter; terdiri dari dua
lapisan, yang terluar bersatu dengan tengkorak sebagai endostium, dan lapisan lain sebagai duramater yang mudah
dilepaskan dari tulang kepala. Di
antara tulang kepala dengan duramater terdapat rongga epidural.
b.
Arachnoidea mater; disebut demikian karena bentuknya
seperti sarang labah-labah. Di dalamnya terdapat cairan yang disebut liquor cerebrospinalis; semacam
cairan limfa yang mengisi sela sela membran araknoid. Fungsi selaput
arachnoidea adalah sebagai bantalan untuk melindungi otak dari bahaya kerusakan
mekanik.
c.
Piameter. Lapisan terdalam yang mempunyai
bentuk disesuaikan dengan lipatan-lipatan permukaan otak.
Otak dan
sumsum tulang belakang mempunyai 3 materi esensial yaitu:
a.
badan sel yang membentuk
bagian materi kelabu (substansi grissea)
b.
serabut
saraf yang membentuk bagian materi putih (substansi alba)
c.
sel-sel
neuroglia, yaitu jaringan ikat yang terletak di antara sel-sel saraf di dalam
sistem saraf pusat
Walaupun otak dan
sumsum tulang belakang mempunyai materi sama tetapi susunannya berbeda. Pada
otak, materi kelabu terletak di bagian luar atau kulitnya (korteks) dan bagian putih terletak di
tengah. Pada sumsum tulang belakang bagian tengah berupa materi kelabu
berbentuk kupu-kupu, sedangkan bagian korteks berupa materi putih.
1.1.1
Otak
Otak mempunyai lima bagian utama, yaitu: otak
besar (serebrum), otak tengah (mesensefalon), otak kecil (serebelum), sumsum
sambung (medulla oblongata), dan jembatan varol.
·
Otak besar (serebrum)
Otak besar mempunyai fungsi dalam pengaturan
semua aktivitas mental, yaitu yang berkaitan dengan kepandaian (intelegensi),
ingatan (memori), kesadaran, dan pertimbangan.
Otak besar merupakan sumber dari semua
kegiatan/gerakan sadar atau sesuai dengan kehendak, walaupun ada juga beberapa
gerakan refleks otak. Pada bagian korteks otak besar yang berwarna kelabu
terdapat bagian penerima rangsang (area sensor) yang terletak di sebelah
belakang area motor yang berfungsi mengatur gerakan sadar atau merespon
rangsangan. Selain itu terdapat area asosiasi yang menghubungkan area motor dan
sensorik. Area ini berperan dalam proses belajar, menyimpan ingatan, membuat
kesimpulan, dan belajar berbagai bahasa. Di sekitar kedua area tersebut dalah
bagian yang mengatur kegiatan psikologi yang lebih tinggi. Misalnya bagian depan
merupakan pusat proses berfikir (yaitu mengingat, analisis, berbicara,
kreativitas) dan emosi. Pusat penglihatan terdapat di bagian belakang.
·
Otak tengah (mesensefalon)
Otak tengah terletak di depan otak kecil dan
jembatan varol. Di depan otak tengah terdapat talamus dan kelenjar hipofisis
yang mengatur kerja kelenjar-kelenjar endokrin. Bagian atas (dorsal) otak
tengah merupakan lobus optikus yang mengatur refleks mata seperti penyempitan
pupil mata, dan juga merupakan pusat pendengaran.
·
Otak kecil (serebelum)
Serebelum mempunyai fungsi utama dalam
koordinasi gerakan otot yang terjadi secara sadar, keseimbangan, dan posisi
tubuh. Bila ada rangsangan yang merugikan atau berbahaya maka gerakan sadar
yang normal tidak mungkin dilaksanakan.
·
Sumsum sambung (medulla
oblongata)
Sumsum sambung berfungsi menghantar impuls
yang datang dari medula spinalis menuju ke otak. Sumsum sambung juga
memengaruhi jembatan, refleks fisiologi seperti detak jantung, tekanan darah,
volume dan kecepatan respirasi, gerak alat pencernaan, dan sekresi kelenjar
pencernaan.
Selain itu, sumsum sambung juga mengatur gerak
refleks yang lain seperti bersin, batuk, dan berkedip.
Jembatan varol (pons varoli)
·
Jembatan
varol berisi serabut saraf yang menghubungkan otak kecil bagian kiri dan kanan,
juga menghubungkan otak besar dan sumsum tulang belakang.
Berdasarkan letaknya, otak dapat dibagi
menjadi lima yaitu:
·
Telensefalon
(end brain)
·
Diensefalon
(inter brain)
·
Mesensefalon
(mid brain)
·
Metensefalon
(after brain)
·
Mielensefalon
(marrow brain)
Telensefalon(end
brain) terdiri dari:
·
Hemisfer
serebri
·
kortek
serebri
·
sistem
limbik (Bangsal ganglia, hipokampus, Amigdala)
Diensefalon (inter
brain) terdiri dari:
·
Epitalamus
·
Talamus
·
Subtalamus
·
Hipotalamus
Mesensefalon (mid
brain) terdiri dari:
·
Kolikulus
superior
·
Kolikulus
inferior
·
Substansia
nigra
Metensefalon (after
brain) terdiri dari:
·
Pons
·
Serebelum
·
Mielensefalon
·
Medula
oblongata
1.1.2 Sumsum
tulang belakang (medula spinalis)
Pada penampang melintang sumsum tulang
belakang tampak bagian luar berwarna putih, sedangkan bagian dalam berbentuk
kupu-kupu dan berwarna kelabu. Pada penampang melintang sumsum tulang belakang
ada bagian seperti sayap yang terbagi atas sayap atas disebut tanduk dorsal dan
sayap bawah disebut tanduk ventral. Impuls sensori dari reseptor dihantar masuk
ke sumsum tulang belakang melalui tanduk dorsal dan impuls motor keluar dari
sumsum tulang belakang melalui tanduk ventral menuju efektor. Pada tanduk
dorsal terdapat badan sel saraf penghubung (asosiasi konektor) yang akan menerima impuls dari sel saraf
sensori dan akan menghantarkannya ke saraf motor
Suplai
darah otak
Otak
mendapat suplai darah dari 2 arteri besar, yaitu :
·
Arteri
karotis interna
·
Arteri
vertebro basiler
2. Sistem saraf tepi
Adalah sistem saraf di luar sistem
saraf pusat, untuk menjalankan otot dan organ tubuh. Tidak seperti sistem saraf
pusat, sistem saraf tepi tidak dilindungi tulang, membiarkannya rentan terhadap
racun dan luka mekanis.
Sistem saraf tepi terdiri
dari sistem saraf sadai dan sistem saraf tak sadar (sistem saraf otonom).
Sistem saraf sadar mengontrol aktivitas yang kerjanya diatur oleh otak,
sedangkan saraf otonom mengontrol aktivitas yang tidak dapat diatur otak antara
lain denyut jantung, gerak saluran pencernaan, dan sekresi keringat.
1)
Sistem Saraf Sadar
Sistem saraf sadar disusun oleh saraf otak (saraf
kranial), yaitu saraf-saraf yang keluar dari otak, dan saraf sumsum tulang
belakang, yaitu saraf-saraf yang keluar dari sumsum tulang belakang.
Saraf otak ada 12 pasang yang terdiri dari:
·
Tiga pasang saraf sensori, yaitu saraf nomor 1, 2, dan 8
·
lima pasang saraf motor, yaitu saraf nomor 3, 4, 6, 11, dan 12
·
empat pasang saraf gabungan sensori dan motor, yaitu saraf nomor
5, 7, 9, dan 10.
Saraf otak dikhususkan
untuk daerah kepala dan leher, kecuali nervus vagus yang melewati leher ke
bawah sampai daerah toraks dan rongga perut. Nervus vagus membentuk bagian
saraf otonom. Oleh karena daerah jangkauannya sangat luas maka nervus vagus
disebut saraf pengembara dan sekaligus merupakan saraf otak yang paling
penting.
Saraf sumsum tulang
belakang berjumlah 31 pasang saraf gabungan. Berdasarkan asalnya, saraf sumsum
tulang belakang dibedakan atas 8 pasang saraf leher, 12 pasang saraf punggung,
5 pasang saraf pinggang, 5 pasang saraf pinggul, dan satu pasang saraf ekor.
Beberapa urat saraf
bersatu membentuk jaringan urat saraf yang disebut pleksus. Ada 3 buah pleksus yaitu sebagai berikut.
a.
Pleksus cervicalis merupakan gabungan urat
saraf leher yang mempengaruhi bagian leher, bahu, dan diafragma.
b.
Pleksus brachialis mempengaruhi bagian
tangan.
c.
Pleksus Jumbo sakralis yang mempengaruhi bagian
pinggul dan kaki.
2)
Saraf Otonom
Sistem saraf otonom
disusun oleh serabut saraf yang berasal dari otak maupun dari sumsum tulang
belakang dan menuju organ yang bersangkutan. Dalam sistem ini terdapat beberapa
jalur dan masing-masing jalur membentuk sinapsis yang kompleks dan juga
membentuk ganglion. Urat saraf yang terdapat pada pangkal ganglion disebut urat
saraf pra ganglion dan yang
berada pada ujung ganglion disebut urat saraf post ganglion.
Sistem saraf otonom dapat
dibagi atas sistem saraf simpatik dan
sistem saraf parasimpatik. Perbedaan
struktur antara saraf simpatik dan parasimpatik terletak pada posisi ganglion.
Saraf simpatik mempunyai ganglion yang terletak di sepanjang tulang belakang
menempel pada sumsum tulang belakang sehingga mempunyai urat pra ganglion pendek, sedangkan saraf
parasimpatik mempunyai urat pra
ganglion yang panjang karena
ganglion menempel pada organ yang dibantu.
Fungsi sistem saraf
simpatik dan parasimpatik selalu berlawanan (antagonis). Sistem saraf
parasimpatik terdiri dari keseluruhan "nervus vagus" bersama
cabang-cabangnya ditambah dengan beberapa saraf otak lain dan saraf sumsum
sambung.
a.
Parasimpatik
·
mengecilkan pupil
·
menstimulasi aliran ludah
·
memperlambat denyut jantung
·
membesarkan bronkus
·
menstimulasi sekresi kelenjar pencernaan
·
mengerutkan
kantung kemih
b.
Simpatik
·
memperbesar pupil
·
menghambat aliran ludah
·
mempercepat denyut jantung
·
mengecilkan bronkus
·
menghambat sekresi kelenjar pencernaan
·
menghambat
kontraksi kandung kemih
2.
Patofisiologi
Pandas
PANDAS secara patofisiologi dianggap
mirip dengan Chorea Sydenham. PANDAS merupakan gangguan autoimun dimana
antibodi yang seharusnya melawan infeksi streptokokus, juga menyerang bagian
otak yang disebut basal ganglia yang mengakibatkan ekstremitas, tubuh, otot
otot wajah mengalami gerakan gerakan yang tak terkendali yang sering dikenal
dengan istilah gerakan involunter atau gerakan yang tidak disadari. Faktor
faktor yang dihubungkan sebagai risiko PANDAS adalah: infeksi oleh bakteri
GABHS dan adanya predisposisi genetik. Kerentanan individu terhadap infeksi
yang dipicu gangguan autoimun sangat tergantung pada genetik. Respon imun yang
abnormal diikuti oleh pembentukan antibodi yang mengganggu aktivitas neuronal
dan akhirnya merusak sawar darah otak akibat inflamasi sehingga memungkinkan
antibodi masuk mencapai susunan saraf pusat dan mempengaruhi fungsinya. Sel
basal ganglia memiliki permukaan yang mirip dengan permukaan antigen
streptokokus. Ketika antibodi dalam darah anak yang terinfeksi streptokokus
melewati sawar darah otak, antibodi antibodi tersebut keliru mengenali sel
basal ganglia sebagai antigen streptokokus sehingga antibodi tersebut
menonaktifkan dan menghancurkan sel sel basal ganglia. Antibodi juga melekat
pada neuron dan mengganggu sinyal neuron dengan meningkatkan produksi calcium–calmodulin dependent protein kinase
II (CaM Kinase II) dalam basal ganglia yang pada akhirnya mempengaruhi
produksi neurotransmitter seperti dopamine. Antibodi yang beredar dalam darah
bisa mencapai SSP hanya bila terjadi inflamasi pada meningen yang menyebabkan
kerusakan sawar darah otak.
3.
Pengkajian Pandas
KONSEP DASAR ASUHAN
KEPERAWATAN
1. Pengkajian
A. Pengumpulan data
1) Identitas klien
Nama
: An. B
Umur
: 6 tahun
2) Keluhan utama
Hiperaktif
dan tidak focus (impulsive)
3) Riwayat penyakit
sekarang
saat
pertama kali memasuki ruangan poli jiwa RS, ia melompat beberapa kali, tertawa
cekikikan, dan berkata ‘maaf’. Perawat menyuruhnya untuk duduk tenang, dan
memberinya buku gambar. Anak B lalu mulai menggambar, namun tidak
menyelesaikannya, dan berlari mengitari ruangan sambil menanyakan nama-nama
benda yang dilihatnya. Secara tiba-tiba, anak B menyenggol barang-barang yang
ada di atas meja sehingga terjatuh lalu mengatakan ‘maaf’ secara berulang-ulang
4) Riwayat penyakit
dahulu
Ibunya mengatakan bahwa anaknya berperilaku
seperti itu setelah dirawat di RS karena mengalami penyakit PANDAS.
5) Riwayat
psikososial
Pola-pola fungsi kesehatan
a)
Pola aktivitas
dan latihan
anak melompat beberapa kali, tertawa
cekikikan, dan berkata ‘maaf’. Anak di
minta duduk tenag dan diberi buku untuk menggambar, anak mulai menggambar,
namun tidak menyelesaikannya, dan berlari mengitari ruangan sambil menanyakan
nama-nama benda yang dilihatnya.
b) Pola hubungan dan peran
Adanya perubahan hubungan dan peran karena anak
hiperaktif dan tidak fokus
B. Pemeriksaan Fisik
a) Keadaan umum
·
Kesadaran : anak
sadar namun hiperaktif
·
Suara bicara :
kadang mengulang kata-kata maaf
c) Pemeriksaan neurologi
·
Pemeriksaan
motorik
Anak melompat beberapa kali, tertawa
cekikikan, dan berkata ‘maaf’.
anak di minta duduk tenang dan diberi
buku gambar, namun tidak menyelesaikannya,
anak berlari mengitari ruangan sambil
menanyakan nama-nama benda yang dilihatnya.
·
Pemeriksaan
sensorik
Kemampuan anak untuk memberikan perhatian atau
konsentrasi terganggu secara nyata
Anak jarang menyelesaikan tugas yang di berikan
4.
Diagnose keperawatan
4.1
Resiko cedera b.d Hiperaktivitas dan perilaku
inpulsif.
4.2
Ansietas b.d Perilaku anak yang Hiperaktif.
4.3
Defisiensi Pengetahuan b.d Penyakit Pandas.
5.
Perencanaan dan evaluasi
NO
|
DX
|
NOC
|
NIC
|
RASIONAL
|
1
|
Resiko Cedera b.d Hiperaktif dan
Perilaku Inpulsif.
|
Tujuan :
Resiko Cedera akan menurun, yang akan dibuktikan oleh keamanan personal, Pengendalian Resiko, dan Lingkungan rumah yang aman.
Dengan Kriteria Hasil :
Pasien dan keluarganya mampu
mengidentifikasi dan menghindari resiko cedera.
|
- Mempersiapkan lingkungan yang aman. (Mis : merapikan
kondisi yang berantakan dan tumpahan, memasang pagar tangga dan menggunakan tikar karpet)
- Memilih permainan yang aman.
|
- Untuk menghindari cedera pada anak.
- Untuk
mengidentifikasi permainan yang dapat menyebabkan cedera pada anak.
|
2
|
Ansietas keluarga b/d Perilaku anak
yang Hiperaktif.
|
Tujuan :
Ansietas berkurang .
Dengan Kriteria Hasil :
Keluarga mampu mengendalikan diri dari
Ansietas.
|
- Meminimalkan kekhawatiran, ketakutan, prasangka atau
perasaan tidak tenang yang berhubungan dengan sumber bahaya yang
diantisipasi dan tidak jelas.
- Meredakan kecemasan pada keluarga yang mengalami
distress akut.
|
- Keluarga dapat mengendalikan Ansietas dan
kekhawatiran yang berlebihan.
|
3
|
Defisiensi Pengetahuan b/d Penyakit
Pandas.
|
Tujuan :
Memberikan pengetahuan kepada keluarga
tentang penyakit yang dialami oleh anaknya.
Dengan Kriteria Hasil :
Orang Tua mengerti dan mengetahui serta
memahami penyakit yang diderita anaknya.
|
- Memberikan bimbingan kepada orang tua tentang
penyakit Pandas.
- Memberikan penyuluhan tentang penyakit Pandas.
|
-
Orang tua
mengerti tentang penyakit Pandas.
|
6.
Sistem
Pelaporan
Anak B datang ke Rumah Sakit “X” dengan
diagnose penyakit Pandas setelah itu Klien sarankan melakukan pemeriksaan
Psikiatrik dan diwawancarai oleh perawat di Poli Jiwa.
Jika tidak dapat tertangani diRS “X”
Klien akan dirujuk ke RS Propinsi untuk mendapatkan Penanganan dan Perawatan
lebih lanjut.
PANDAS merupakan singkatan dari Pediatrics
Autoimmune Neuropsychiatric Disorder Associated with Streptococcal Infection,
pertama kali dipublikasi tahun 1998. Walaupun sebelumnya telah dikenal dengan
sangat baik adanya sekuele neurologis akibat infeksi oleh bakteri streptokokus
misalnya Sydenham’s chorea yang telah diuraikan oleh William Osler pada tahun
1894, penyakit ini merupakan suatu kondisi yang jarang pada anak dimana anak
tiba tiba mengalami gangguan psikiatrik biasanya berupa Obsesive Compulsive
Disorder (OCD) atau TIC setelah mengalami infeksi oleh bakteri group A
beta-haemolytic streptococcus (GABHS).
Epidemiologi
Berdasarkan epidemilogi, PANDAS mengenai anak
usia muda dengan onset gejala pada usia 3-9 tahun, lebih sering mengenai anak
laki laki, dengan onset gejala psikiatri yang tiba tiba. Sekitar 48%
menunjukkan gejala OCD, 52% menunjukkan gejala TIC dan sekitar 80% menunjukkan
gejala OCD dan TIC. Hampir pada sebagian besar penderita dengan eksaserbasi
menunjukkan gejala gerakan chorea Komorbiditas yang sering menyertai pada anak
dengan PANDAS adalah ADHD, depresi mayor, gangguan cemas, enuresis, yang
seringkali berkorelasi dengan memburuknya gejala OCD dan TIC.
Patofisiologi
PANDAS secara patofisiologi dianggap mirip
dengan Chorea Sydenham. PANDAS merupakan gangguan autoimun dimana antibodi yang
seharusnya melawan infeksi streptokokus, juga menyerang bagian otak yang
disebut basal ganglia yang mengakibatkan ekstremitas, tubuh, otot otot wajah
mengalami gerakan gerakan yang tak terkendali yang sering dikenal dengan
istilah gerakan involunter atau gerakan yang tidak disadari. Faktor faktor yang
dihubungkan sebagai risiko PANDAS adalah: infeksi oleh bakteri GABHS dan adanya
predisposisi genetik. Kerentanan individu terhadap infeksi yang dipicu gangguan
autoimun sangat tergantung pada genetik. Respon imun yang abnormal diikuti oleh
pembentukan antibodi yang mengganggu aktivitas neuronal dan akhirnya merusak
sawar darah otak akibat inflamasi sehingga memungkinkan antibodi masuk mencapai
susunan saraf pusat dan mempengaruhi fungsinya. Sel basal ganglia memiliki
permukaan yang mirip dengan permukaan antigen streptokokus. Ketika antibodi
dalam darah anak yang terinfeksi streptokokus melewati sawar darah otak,
antibodi antibodi tersebut keliru mengenali sel basal ganglia sebagai antigen
streptokokus sehingga antibodi tersebut menonaktifkan dan menghancurkan sel sel
basal ganglia. Antibodi juga melekat pada neuron dan mengganggu sinyal neuron dengan
meningkatkan produksi calcium–calmodulin dependent protein kinase II (CaM
Kinase II) dalam basal ganglia yang pada akhirnya mempengaruhi produksi
neurotransmitter seperti dopamine. Antibodi yang beredar dalam darah bisa
mencapai SSP hanya bila terjadi inflamasi pada meningen yang menyebabkan
kerusakan sawar darah otak.
Manifestasi klinis
Tidak ada gejala klinis yang khas, namun
beberapa gejala klinis berikut dapat digunakan untuk mengidentifikasi PANDAS
diantaranya: TIC, obsesif-kompulsif, gerakan chorea, emosi yang labil,
perubahan kepribadian, perilaku yang tidak sesuai, kecemasan berpisah,
hiperaktif, depresi mayor, menurunnya kemampuan menulis atau ketrampilan
matematik, enuresis, anoreksia dan nyeri sendi, kelelahan, kekakuan seperti
gejala penyakit autoimun yang lain.
Diagnosis
Diagnosis PANDAS adalah diagnosis klinis yang
sangat tergantung pada anamnesis dan pemeriksaan fisik. Pada anamnesis harus
menunjukkan suatu onset yang mendadak dari gejala klinis yang telah disebutkan
diatas. Kriteria untuk menegakkan diagnosis PANDAS (dimodifikasi berdasarkan
suatu studi yang mengidentifikasi 50 kasus PANDAS yang pertama oleh Susan E.
Swedo et al., Am J Psychiatry 155:2 Feb 1998) adalah sbb:
1.
Adanya
gejala OCD atau TIC – pasien memenuhi gejala OCD /TIC sesuai criteria DSM V)
2.
Onset
pada anak anak – gejala pertama terjadi pada saat usia 3 tahun samapi awal
pubertas.
3.
Beratnya
gejala berlangsung secara episodik dengan onset tiba tida dan terjadi gejala
eksaserbasi yang dramatis
4.
Berhubungan
dengan infeksi oleh bakteri grup ABHS (diagnosis berdasarkan titer antibody
atau kultur swab tenggorok)
5.
Berhubungan
dengan abnormalitas neurologi selama terjadi eksaserbasi seperti gerakan
chorea, TIC)
Pemeriksaan
Penunjang
Belum ada pemeriksaan untuk diagnosis pasti
PANDAS, namun pada anak dengan gejala klinis yang diduga PANDAS perlu dilakukan
pemeriksaan swab tenggorok untuk membuktikan adanya infeksi oleh bakteri GABHS.
Pemeriksaan titer antibodi terhadap
streptokokus (ASTO) juga diperlukan mengingat kultur seringkali hasilnya
negatip dan kesulitan jika hanya mengunakan tes laboratorium tunggal. Pada
pemeriksaan dengan magnetic resonance imaging (MRI) ditemukan adanya
pembesaran yang bermakna dari caudatus, putamen dan globus pallidus.
Penelitian dengan menggunakan PET (Positron
Emission Tomography) scan menunjukkan terjadinya peningkatan metabolisme
glukosa di korteks orbitofrontal, caudatus, thalamus, korteks prefrontal
anterior dan singulat pada pasein dengan OCD.
Tatalaksana terapi
Pada episode akut PANDAS terapi terbaik adalah
mengeradikasi kuman penyebab infeksi. Antibiotika yang merupakan pilihan
terhadap bakteri GABHS adalah amoksisilin, penisilin, eritromisin, azithromisin
dan sefalosporin.
Pengobatan simptomatik yang efektif
diantaranya dengan menggunakan CBT (cognitive behavioral teraphy) dan
obat golongan SSRI (selective serotonin reuptake inhibitor) seperti
fluoxetine, fluvoxamine, sertaline atau paroxetine). Obat harus dimulai dari
dosis rendah dan ditingkatkan secara perlahan dimana bila gejala bertambah
buruk dosis dapat diturunkan dan apabila akan menghentikan pengobatan maka
tidak boleh dihentikan secara tiba tiba.
Pertimbangan imunoterapi dapat digunakan hanya
pada kasus kasus dimana jelas gejala neuropsikiatri terkait dengan respon
autoimun. Yang dimaksud dengan imunoterapi pada PANDAS adalah penggunaan IVIG,
plasmaparesis dan kortikosteroid. Selain harus memastikan bahwa gejala
sepenuhnya memenuhi kriteria PANDAS, diagnosis harus berdasarkan beberapa
pemeriksaan laboratorium untuk konfirmasi disfungsi imunitas tubuh seperti:
ASTO, titer ANA dan uji reaktivitas imun (ESR-Erythrocyte Sedimentation Rate)
atau C-rective protein. Pemberian kortikosteroid masih kontroversi, ada
yang melaporkan terjadi perbaikan yang signifikan dengan steroid, ada juga yang
menyatakan terjadi perburukan.Keterbatasan penggunaan steroid disebabkan oleh
beberapa hal diantaranya; tidak dapat digunakan untuk jangka waktu lama dan
adanya efek rebound. Namun steroid sangat membantu untuk menegakkan
diagnosis penyakit berbasis imun karena jika dengan pemberian steroid gejala
membaik maka respon sterid dapat digunakan sebagai indicator yang baik dimana
terapi berbasis imun akan sangat bermanfaat.
Pencegahan
Telah ada 2 uji klinis tentang antibiotika
profilaksis untuk PANDAS, yang menunjukkan bahwa antibiotika efektif dalam
mencegah infeksi streptokokus yang diharapkan dapat mengurangi angka kekambuhan
PANDAS. Di masa yang akan datang pencegahan eksaserbasi PANDAS dengan pemberian
antibiotika sebagai profilaksis terhadap infeksi streptokokus dapat menjadi
harapan, namun masih diperlukan penelitian dengan sampel yang lebih besar dan
metode yang lebih baik.
Referensi
1.
Swedo
SE, Leckman JF, Rose NR. From research subgroup to clinical syndrome: Modifying
the PANDAS criteria to describe PANS (Pediatric Acute-onset Neuropsychiatric
Syndrome). Pediatr Therapeut 2012, 2:2.
2.
PANDAS:
Identification and possible treatment.
www.childadvocate.net/PANDAS_treatment.htm.
3.
Kurlan
R, Kaplan EL. The pediatric Autoimmune Neuropsychiatric Disorders Associated
with Streptococcal Infection (PANDAS) etiology for tics and
obsessive-convulsive symptoms: hypothesis or entity? Practical considerations
for the clinician. Pediatrics 2004: 113; 883.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar