Family

Family

Selasa, 23 Desember 2014

Askep Pandas & ADHD




SKENARIO 1
Anak B, usia 6 thn terdiagnosa ADHD sedang di wawancarai oleh perawat di poli jiwa RS ‘X’. saat pertama kali memasuki ruangan, ia melompat beberapa kali, tertawa cekikikan, dan berkata ‘maaf’. Perawat menyuruhnya untuk duduk tenang, dan memberinya buku gambar. Anak B lalu mulai menggambar, namun tidak menyelesaikannya, dan berlari mengitari ruangan sambil menanyakan nama-nama benda yang dilihatnya. Secara tiba-tiba, anak B menyenggol barang-barang yang ada di atas meja sehingga terjatuh lalu mengatakan ‘maaf’ secara berulang-ulang
Ibunya mengatakan bahwa anaknya berperilaku seperti itu setelah dirawat di RS karena mengalami penyakit PANDAS.


1.         Anatomi dan fisiologi system saraf

Pembagian sistem saraf secara anatomi :
1.1       Sistem saraf pusat (SSP)
Meliputi otak (ensephalon) dan sumsum tulang belakang (medulla spinalis). Keduanya merupakan organ yang sangat lunak, dengan fungsi yang sangat penting maka perlu perlindungan. Selain tengkorak dan ruas-ruas tulang belakang, otak juga dilindungi 3 lapisan selaput meninges. Bila membran ini terkena infeksi maka akan terjadi radang yang disebut meningitis.
Ketiga lapisan membran meninges dari luar ke dalam adalah sebagai berikut:
a.                  Durameter; terdiri dari dua lapisan, yang terluar bersatu dengan tengkorak sebagai endostium, dan lapisan lain sebagai duramater yang mudah dilepaskan dari tulang kepala. Di antara tulang kepala dengan duramater terdapat rongga epidural.
b.                  Arachnoidea mater; disebut demikian karena bentuknya seperti sarang labah-labah. Di dalamnya terdapat cairan yang disebut liquor cerebrospinalis; semacam cairan limfa yang mengisi sela sela membran araknoid. Fungsi selaput arachnoidea adalah sebagai bantalan untuk melindungi otak dari bahaya kerusakan mekanik.
c.                   Piameter. Lapisan terdalam yang mempunyai bentuk disesuaikan dengan lipatan-lipatan permukaan otak.

Otak dan sumsum tulang belakang mempunyai 3 materi esensial yaitu:
a.                  badan sel yang membentuk bagian materi kelabu (substansi grissea)
b.                  serabut saraf yang membentuk bagian materi putih (substansi alba)
c.                   sel-sel neuroglia, yaitu jaringan ikat yang terletak di antara sel-sel saraf di dalam sistem saraf pusat

Walaupun otak dan sumsum tulang belakang mempunyai materi sama tetapi susunannya berbeda. Pada otak, materi kelabu terletak di bagian luar atau kulitnya (korteks) dan bagian putih terletak di tengah. Pada sumsum tulang belakang bagian tengah berupa materi kelabu berbentuk kupu-kupu, sedangkan bagian korteks berupa materi putih.

1.1.1       Otak
Otak mempunyai lima bagian utama, yaitu: otak besar (serebrum), otak tengah (mesensefalon), otak kecil (serebelum), sumsum sambung (medulla oblongata), dan jembatan varol. 
·                    Otak besar (serebrum)
Otak besar mempunyai fungsi dalam pengaturan semua aktivitas mental, yaitu yang berkaitan dengan kepandaian (intelegensi), ingatan (memori), kesadaran, dan pertimbangan.
Otak besar merupakan sumber dari semua kegiatan/gerakan sadar atau sesuai dengan kehendak, walaupun ada juga beberapa gerakan refleks otak. Pada bagian korteks otak besar yang berwarna kelabu terdapat bagian penerima rangsang (area sensor) yang terletak di sebelah belakang area motor yang berfungsi mengatur gerakan sadar atau merespon rangsangan. Selain itu terdapat area asosiasi yang menghubungkan area motor dan sensorik. Area ini berperan dalam proses belajar, menyimpan ingatan, membuat kesimpulan, dan belajar berbagai bahasa. Di sekitar kedua area tersebut dalah bagian yang mengatur kegiatan psikologi yang lebih tinggi. Misalnya bagian depan merupakan pusat proses berfikir (yaitu mengingat, analisis, berbicara, kreativitas) dan emosi. Pusat penglihatan terdapat di bagian belakang.
·                    Otak tengah (mesensefalon)
Otak tengah terletak di depan otak kecil dan jembatan varol. Di depan otak tengah terdapat talamus dan kelenjar hipofisis yang mengatur kerja kelenjar-kelenjar endokrin. Bagian atas (dorsal) otak tengah merupakan lobus optikus yang mengatur refleks mata seperti penyempitan pupil mata, dan juga merupakan pusat pendengaran.
·                    Otak kecil (serebelum)
Serebelum mempunyai fungsi utama dalam koordinasi gerakan otot yang terjadi secara sadar, keseimbangan, dan posisi tubuh. Bila ada rangsangan yang merugikan atau berbahaya maka gerakan sadar yang normal tidak mungkin dilaksanakan.
·                    Sumsum sambung (medulla oblongata)
Sumsum sambung berfungsi menghantar impuls yang datang dari medula spinalis menuju ke otak. Sumsum sambung juga memengaruhi jembatan, refleks fisiologi seperti detak jantung, tekanan darah, volume dan kecepatan respirasi, gerak alat pencernaan, dan sekresi kelenjar pencernaan.
Selain itu, sumsum sambung juga mengatur gerak refleks yang lain seperti bersin, batuk, dan berkedip.
Jembatan varol (pons varoli)
·                    Jembatan varol berisi serabut saraf yang menghubungkan otak kecil bagian kiri dan kanan, juga menghubungkan otak besar dan sumsum tulang belakang.
Berdasarkan letaknya, otak dapat dibagi menjadi lima yaitu:
·                    Telensefalon (end brain)
·                    Diensefalon (inter brain)
·                    Mesensefalon (mid brain)
·                    Metensefalon (after brain)
·                    Mielensefalon (marrow brain)
Telensefalon(end brain) terdiri dari:
·                    Hemisfer serebri
·                    kortek serebri
·                    sistem limbik (Bangsal ganglia, hipokampus, Amigdala)
Diensefalon (inter brain) terdiri dari:
·                    Epitalamus
·                    Talamus
·                    Subtalamus
·                    Hipotalamus
Mesensefalon (mid brain) terdiri dari:
·                    Kolikulus superior
·                    Kolikulus inferior
·                    Substansia nigra
Metensefalon (after brain) terdiri dari:
·                    Pons
·                    Serebelum
·                    Mielensefalon
·                    Medula oblongata
1.1.2       Sumsum tulang belakang (medula spinalis)
Pada penampang melintang sumsum tulang belakang tampak bagian luar berwarna putih, sedangkan bagian dalam berbentuk kupu-kupu dan berwarna kelabu. Pada penampang melintang sumsum tulang belakang ada bagian seperti sayap yang terbagi atas sayap atas disebut tanduk dorsal dan sayap bawah disebut tanduk ventral. Impuls sensori dari reseptor dihantar masuk ke sumsum tulang belakang melalui tanduk dorsal dan impuls motor keluar dari sumsum tulang belakang melalui tanduk ventral menuju efektor. Pada tanduk dorsal terdapat badan sel saraf penghubung (asosiasi konektor) yang akan menerima impuls dari sel saraf sensori dan akan menghantarkannya ke saraf motor
Suplai darah otak
Otak mendapat suplai darah dari 2 arteri besar, yaitu :
·                    Arteri karotis interna
·                    Arteri vertebro basiler
2.         Sistem saraf tepi
Adalah sistem saraf di luar sistem saraf pusat, untuk menjalankan otot dan organ tubuh. Tidak seperti sistem saraf pusat, sistem saraf tepi tidak dilindungi tulang, membiarkannya rentan terhadap racun dan luka mekanis.
Sistem saraf tepi terdiri dari sistem saraf sadai dan sistem saraf tak sadar (sistem saraf otonom). Sistem saraf sadar mengontrol aktivitas yang kerjanya diatur oleh otak, sedangkan saraf otonom mengontrol aktivitas yang tidak dapat diatur otak antara lain denyut jantung, gerak saluran pencernaan, dan sekresi keringat. 

1)                  Sistem Saraf Sadar
Sistem saraf sadar disusun oleh saraf otak (saraf kranial), yaitu saraf-saraf yang keluar dari otak, dan saraf sumsum tulang belakang, yaitu saraf-saraf yang keluar dari sumsum tulang belakang.

Saraf otak ada 12 pasang yang terdiri dari:
·                    Tiga pasang saraf sensori, yaitu saraf nomor 1, 2, dan 8
·                    lima pasang saraf motor, yaitu saraf nomor 3, 4, 6, 11, dan 12
·                    empat pasang saraf gabungan sensori dan motor, yaitu saraf nomor 5, 7, 9, dan 10.

Saraf otak dikhususkan untuk daerah kepala dan leher, kecuali nervus vagus yang melewati leher ke bawah sampai daerah toraks dan rongga perut. Nervus vagus membentuk bagian saraf otonom. Oleh karena daerah jangkauannya sangat luas maka nervus vagus disebut saraf pengembara dan sekaligus merupakan saraf otak yang paling penting.
Saraf sumsum tulang belakang berjumlah 31 pasang saraf gabungan. Berdasarkan asalnya, saraf sumsum tulang belakang dibedakan atas 8 pasang saraf leher, 12 pasang saraf punggung, 5 pasang saraf pinggang, 5 pasang saraf pinggul, dan satu pasang saraf ekor.

Beberapa urat saraf bersatu membentuk jaringan urat saraf yang disebut pleksus. Ada 3 buah pleksus yaitu sebagai berikut.
a.                  Pleksus cervicalis merupakan gabungan urat saraf leher yang mempengaruhi bagian leher, bahu, dan diafragma.
b.                  Pleksus brachialis mempengaruhi bagian tangan.
c.                   Pleksus Jumbo sakralis yang mempengaruhi bagian pinggul dan kaki.

2)                  Saraf Otonom
Sistem saraf otonom disusun oleh serabut saraf yang berasal dari otak maupun dari sumsum tulang belakang dan menuju organ yang bersangkutan. Dalam sistem ini terdapat beberapa jalur dan masing-masing jalur membentuk sinapsis yang kompleks dan juga membentuk ganglion. Urat saraf yang terdapat pada pangkal ganglion disebut urat saraf pra ganglion dan yang berada pada ujung ganglion disebut urat saraf post ganglion.
Sistem saraf otonom dapat dibagi atas sistem saraf simpatik dan sistem saraf parasimpatik. Perbedaan struktur antara saraf simpatik dan parasimpatik terletak pada posisi ganglion. Saraf simpatik mempunyai ganglion yang terletak di sepanjang tulang belakang menempel pada sumsum tulang belakang sehingga mempunyai urat pra ganglion pendek, sedangkan saraf parasimpatik mempunyai urat pra ganglion yang panjang karena ganglion menempel pada organ yang dibantu.
Fungsi sistem saraf simpatik dan parasimpatik selalu berlawanan (antagonis). Sistem saraf parasimpatik terdiri dari keseluruhan "nervus vagus" bersama cabang-cabangnya ditambah dengan beberapa saraf otak lain dan saraf sumsum sambung. 
a.                  Parasimpatik
·                    mengecilkan pupil
·                    menstimulasi aliran ludah
·                    memperlambat denyut jantung
·                    membesarkan bronkus
·                    menstimulasi sekresi kelenjar pencernaan 
·                    mengerutkan kantung kemih
b.                  Simpatik
·                    memperbesar pupil
·                    menghambat aliran ludah
·                    mempercepat denyut jantung
·                    mengecilkan bronkus
·                    menghambat sekresi kelenjar pencernaan 
·                    menghambat kontraksi kandung kemih 

2.      Patofisiologi Pandas

PANDAS secara patofisiologi dianggap mirip dengan Chorea Sydenham. PANDAS merupakan gangguan autoimun dimana antibodi yang seharusnya melawan infeksi streptokokus, juga menyerang bagian otak yang disebut basal ganglia yang mengakibatkan ekstremitas, tubuh, otot otot wajah mengalami gerakan gerakan yang tak terkendali yang sering dikenal dengan istilah gerakan involunter atau gerakan yang tidak disadari. Faktor faktor yang dihubungkan sebagai risiko PANDAS adalah: infeksi oleh bakteri GABHS dan adanya predisposisi genetik. Kerentanan individu terhadap infeksi yang dipicu gangguan autoimun sangat tergantung pada genetik. Respon imun yang abnormal diikuti oleh pembentukan antibodi yang mengganggu aktivitas neuronal dan akhirnya merusak sawar darah otak akibat inflamasi sehingga memungkinkan antibodi masuk mencapai susunan saraf pusat dan mempengaruhi fungsinya. Sel basal ganglia memiliki permukaan yang mirip dengan permukaan antigen streptokokus. Ketika antibodi dalam darah anak yang terinfeksi streptokokus melewati sawar darah otak, antibodi antibodi tersebut keliru mengenali sel basal ganglia sebagai antigen streptokokus sehingga antibodi tersebut menonaktifkan dan menghancurkan sel sel basal ganglia. Antibodi juga melekat pada neuron dan mengganggu sinyal neuron dengan meningkatkan produksi calcium–calmodulin dependent protein kinase II (CaM Kinase II) dalam basal ganglia yang pada akhirnya mempengaruhi produksi neurotransmitter seperti dopamine. Antibodi yang beredar dalam darah bisa mencapai SSP hanya bila terjadi inflamasi pada meningen yang menyebabkan kerusakan sawar darah otak.

3.      Pengkajian Pandas
KONSEP  DASAR  ASUHAN KEPERAWATAN
1.      Pengkajian
A.     Pengumpulan data
1)     Identitas klien
Nama : An. B
Umur : 6 tahun
2)     Keluhan utama
Hiperaktif dan tidak focus (impulsive)
3)     Riwayat penyakit sekarang
saat pertama kali memasuki ruangan poli jiwa RS, ia melompat beberapa kali, tertawa cekikikan, dan berkata ‘maaf’. Perawat menyuruhnya untuk duduk tenang, dan memberinya buku gambar. Anak B lalu mulai menggambar, namun tidak menyelesaikannya, dan berlari mengitari ruangan sambil menanyakan nama-nama benda yang dilihatnya. Secara tiba-tiba, anak B menyenggol barang-barang yang ada di atas meja sehingga terjatuh lalu mengatakan ‘maaf’ secara berulang-ulang
4)     Riwayat penyakit dahulu
 Ibunya mengatakan bahwa anaknya berperilaku seperti itu setelah dirawat di RS karena mengalami penyakit PANDAS.
5)     Riwayat psikososial
Pola-pola fungsi kesehatan
a)      Pola aktivitas dan latihan
anak melompat beberapa kali, tertawa cekikikan, dan berkata ‘maaf’. Anak  di minta duduk tenag dan diberi buku untuk menggambar, anak mulai menggambar, namun tidak menyelesaikannya, dan berlari mengitari ruangan sambil menanyakan nama-nama benda yang dilihatnya.
b)     Pola hubungan dan peran
Adanya perubahan hubungan dan peran karena anak hiperaktif dan tidak fokus

B.      Pemeriksaan Fisik
a)      Keadaan umum
·        Kesadaran : anak sadar namun hiperaktif
·        Suara bicara : kadang mengulang kata-kata maaf
c)      Pemeriksaan neurologi
·        Pemeriksaan motorik
Anak melompat beberapa kali, tertawa cekikikan, dan berkata ‘maaf’.
anak di minta duduk tenang dan diberi buku gambar, namun tidak menyelesaikannya,
anak berlari mengitari ruangan sambil menanyakan nama-nama benda yang dilihatnya.
·        Pemeriksaan sensorik
Kemampuan anak untuk memberikan perhatian atau konsentrasi terganggu secara nyata
Anak jarang menyelesaikan tugas yang di berikan

4.      Diagnose keperawatan
4.1             Resiko cedera b.d Hiperaktivitas dan perilaku inpulsif.
4.2             Ansietas b.d Perilaku anak yang Hiperaktif.
4.3             Defisiensi Pengetahuan b.d Penyakit Pandas.


5.      Perencanaan dan evaluasi
NO
DX
NOC
NIC
RASIONAL

1

Resiko Cedera b.d Hiperaktif dan Perilaku Inpulsif.

Tujuan :
Resiko Cedera akan menurun, yang akan dibuktikan oleh keamanan personal, Pengendalian Resiko, dan Lingkungan rumah yang aman.
Dengan Kriteria Hasil :
Pasien dan keluarganya mampu mengidentifikasi dan menghindari resiko cedera.

-      Mempersiapkan lingkungan yang aman. (Mis : merapikan kondisi yang berantakan dan tumpahan, memasang pagar tangga dan  menggunakan tikar karpet)
-      Memilih permainan yang aman.


-     Untuk menghindari cedera pada anak.
-      Untuk mengidentifikasi permainan yang dapat menyebabkan cedera pada anak.

2

Ansietas keluarga b/d Perilaku anak yang Hiperaktif.

Tujuan :
Ansietas berkurang .
Dengan Kriteria Hasil :
Keluarga mampu mengendalikan diri dari Ansietas.

-      Meminimalkan kekhawatiran, ketakutan, prasangka atau perasaan tidak tenang yang berhubungan dengan sumber bahaya yang diantisipasi  dan tidak jelas.
-      Meredakan kecemasan pada keluarga yang mengalami distress akut.


-      Keluarga dapat mengendalikan Ansietas dan kekhawatiran yang berlebihan.

3

Defisiensi Pengetahuan b/d Penyakit Pandas.

Tujuan :
Memberikan pengetahuan kepada keluarga tentang penyakit yang dialami oleh anaknya.
Dengan Kriteria Hasil :
Orang Tua mengerti dan mengetahui serta memahami penyakit yang diderita anaknya.


-      Memberikan bimbingan kepada orang tua tentang penyakit Pandas.
-      Memberikan penyuluhan tentang penyakit Pandas.

-      Orang tua mengerti tentang penyakit Pandas.


6.                  Sistem Pelaporan

Anak B datang ke Rumah Sakit “X” dengan diagnose penyakit Pandas setelah itu Klien sarankan melakukan pemeriksaan Psikiatrik dan diwawancarai oleh perawat di Poli Jiwa.
Jika tidak dapat tertangani diRS “X” Klien akan dirujuk ke RS Propinsi untuk mendapatkan Penanganan dan Perawatan lebih lanjut.



PANDAS merupakan singkatan dari Pediatrics Autoimmune Neuropsychiatric Disorder Associated with Streptococcal Infection, pertama kali dipublikasi tahun 1998. Walaupun sebelumnya telah dikenal dengan sangat baik adanya sekuele neurologis akibat infeksi oleh bakteri streptokokus misalnya Sydenham’s chorea yang telah diuraikan oleh William Osler pada tahun 1894, penyakit ini merupakan suatu kondisi yang jarang pada anak dimana anak tiba tiba mengalami gangguan psikiatrik biasanya berupa Obsesive Compulsive Disorder (OCD) atau TIC setelah mengalami infeksi oleh bakteri group A beta-haemolytic streptococcus (GABHS).
Epidemiologi
Berdasarkan epidemilogi, PANDAS mengenai anak usia muda dengan onset gejala pada usia 3-9 tahun, lebih sering mengenai anak laki laki, dengan onset gejala psikiatri yang tiba tiba. Sekitar 48% menunjukkan gejala OCD, 52% menunjukkan gejala TIC dan sekitar 80% menunjukkan gejala OCD dan TIC. Hampir pada sebagian besar penderita dengan eksaserbasi menunjukkan gejala gerakan chorea Komorbiditas yang sering menyertai pada anak dengan PANDAS adalah ADHD, depresi mayor, gangguan cemas, enuresis, yang seringkali berkorelasi dengan memburuknya gejala OCD dan TIC.
Patofisiologi
PANDAS secara patofisiologi dianggap mirip dengan Chorea Sydenham. PANDAS merupakan gangguan autoimun dimana antibodi yang seharusnya melawan infeksi streptokokus, juga menyerang bagian otak yang disebut basal ganglia yang mengakibatkan ekstremitas, tubuh, otot otot wajah mengalami gerakan gerakan yang tak terkendali yang sering dikenal dengan istilah gerakan involunter atau gerakan yang tidak disadari. Faktor faktor yang dihubungkan sebagai risiko PANDAS adalah: infeksi oleh bakteri GABHS dan adanya predisposisi genetik. Kerentanan individu terhadap infeksi yang dipicu gangguan autoimun sangat tergantung pada genetik. Respon imun yang abnormal diikuti oleh pembentukan antibodi yang mengganggu aktivitas neuronal dan akhirnya merusak sawar darah otak akibat inflamasi sehingga memungkinkan antibodi masuk mencapai susunan saraf pusat dan mempengaruhi fungsinya. Sel basal ganglia memiliki permukaan yang mirip dengan permukaan antigen streptokokus. Ketika antibodi dalam darah anak yang terinfeksi streptokokus melewati sawar darah otak, antibodi antibodi tersebut keliru mengenali sel basal ganglia sebagai antigen streptokokus sehingga antibodi tersebut menonaktifkan dan menghancurkan sel sel basal ganglia. Antibodi juga melekat pada neuron dan mengganggu sinyal neuron dengan meningkatkan produksi calcium–calmodulin dependent protein kinase II (CaM Kinase II) dalam basal ganglia yang pada akhirnya mempengaruhi produksi neurotransmitter seperti dopamine. Antibodi yang beredar dalam darah bisa mencapai SSP hanya bila terjadi inflamasi pada meningen yang menyebabkan kerusakan sawar darah otak.
Manifestasi klinis
Tidak ada gejala klinis yang khas, namun beberapa gejala klinis berikut dapat digunakan untuk mengidentifikasi PANDAS diantaranya: TIC, obsesif-kompulsif, gerakan chorea, emosi yang labil, perubahan kepribadian, perilaku yang tidak sesuai, kecemasan berpisah, hiperaktif, depresi mayor, menurunnya kemampuan menulis atau ketrampilan matematik, enuresis, anoreksia dan nyeri sendi, kelelahan, kekakuan seperti gejala penyakit autoimun yang lain.
Diagnosis
Diagnosis PANDAS adalah diagnosis klinis yang sangat tergantung pada anamnesis dan pemeriksaan fisik. Pada anamnesis harus menunjukkan suatu onset yang mendadak dari gejala klinis yang telah disebutkan diatas. Kriteria untuk menegakkan diagnosis PANDAS (dimodifikasi berdasarkan suatu studi yang mengidentifikasi 50 kasus PANDAS yang pertama oleh Susan E. Swedo et al., Am J Psychiatry 155:2 Feb 1998) adalah sbb:
1.      Adanya gejala OCD atau TIC – pasien memenuhi gejala OCD /TIC sesuai criteria DSM V)
2.      Onset pada anak anak – gejala pertama terjadi pada saat usia 3 tahun samapi awal pubertas.
3.      Beratnya gejala berlangsung secara episodik dengan onset tiba tida dan terjadi gejala eksaserbasi yang dramatis
4.      Berhubungan dengan infeksi oleh bakteri grup ABHS (diagnosis berdasarkan titer antibody atau kultur swab tenggorok)
5.      Berhubungan dengan abnormalitas neurologi selama terjadi eksaserbasi seperti gerakan chorea, TIC)
Pemeriksaan Penunjang
Belum ada pemeriksaan untuk diagnosis pasti PANDAS, namun pada anak dengan gejala klinis yang diduga PANDAS perlu dilakukan pemeriksaan swab tenggorok untuk membuktikan adanya infeksi oleh bakteri GABHS.
Pemeriksaan titer antibodi terhadap streptokokus (ASTO) juga diperlukan mengingat kultur seringkali hasilnya negatip dan kesulitan jika hanya mengunakan tes laboratorium tunggal. Pada pemeriksaan dengan magnetic resonance imaging (MRI) ditemukan adanya pembesaran yang bermakna dari caudatus, putamen dan globus pallidus.
Penelitian dengan menggunakan PET (Positron Emission Tomography) scan menunjukkan terjadinya peningkatan metabolisme glukosa di korteks orbitofrontal, caudatus, thalamus, korteks prefrontal anterior dan singulat pada pasein dengan OCD.
Tatalaksana terapi
Pada episode akut PANDAS terapi terbaik adalah mengeradikasi kuman penyebab infeksi. Antibiotika yang merupakan pilihan terhadap bakteri GABHS adalah amoksisilin, penisilin, eritromisin, azithromisin dan sefalosporin.
Pengobatan simptomatik yang efektif diantaranya dengan menggunakan CBT (cognitive behavioral teraphy) dan obat golongan SSRI (selective serotonin reuptake inhibitor) seperti fluoxetine, fluvoxamine, sertaline atau paroxetine). Obat harus dimulai dari dosis rendah dan ditingkatkan secara perlahan dimana bila gejala bertambah buruk dosis dapat diturunkan dan apabila akan menghentikan pengobatan maka tidak boleh dihentikan secara tiba tiba.
Pertimbangan imunoterapi dapat digunakan hanya pada kasus kasus dimana jelas gejala neuropsikiatri terkait dengan respon autoimun. Yang dimaksud dengan imunoterapi pada PANDAS adalah penggunaan IVIG, plasmaparesis dan kortikosteroid. Selain harus memastikan bahwa gejala sepenuhnya memenuhi kriteria PANDAS, diagnosis harus berdasarkan beberapa pemeriksaan laboratorium untuk konfirmasi disfungsi imunitas tubuh seperti: ASTO, titer ANA dan uji reaktivitas imun (ESR-Erythrocyte Sedimentation Rate) atau C-rective protein. Pemberian kortikosteroid masih kontroversi, ada yang melaporkan terjadi perbaikan yang signifikan dengan steroid, ada juga yang menyatakan terjadi perburukan.Keterbatasan penggunaan steroid disebabkan oleh beberapa hal diantaranya; tidak dapat digunakan untuk jangka waktu lama dan adanya efek rebound. Namun steroid sangat membantu untuk menegakkan diagnosis penyakit berbasis imun karena jika dengan pemberian steroid gejala membaik maka respon sterid dapat digunakan sebagai indicator yang baik dimana terapi berbasis imun akan sangat bermanfaat.
Pencegahan
Telah ada 2 uji klinis tentang antibiotika profilaksis untuk PANDAS, yang menunjukkan bahwa antibiotika efektif dalam mencegah infeksi streptokokus yang diharapkan dapat mengurangi angka kekambuhan PANDAS. Di masa yang akan datang pencegahan eksaserbasi PANDAS dengan pemberian antibiotika sebagai profilaksis terhadap infeksi streptokokus dapat menjadi harapan, namun masih diperlukan penelitian dengan sampel yang lebih besar dan metode yang lebih baik.
Referensi
1.      Swedo SE, Leckman JF, Rose NR. From research subgroup to clinical syndrome: Modifying the PANDAS criteria to describe PANS (Pediatric Acute-onset Neuropsychiatric Syndrome). Pediatr Therapeut 2012, 2:2.
2.      PANDAS: Identification and possible treatment. www.childadvocate.net/PANDAS_treatment.htm.
3.      Kurlan R, Kaplan EL. The pediatric Autoimmune Neuropsychiatric Disorders Associated with Streptococcal Infection (PANDAS) etiology for tics and obsessive-convulsive symptoms: hypothesis or entity? Practical considerations for the clinician. Pediatrics 2004: 113; 883.



























Tidak ada komentar:

Posting Komentar