Family

Family

Selasa, 23 Desember 2014

Askep Epilepsi



‘SKENARIO 2 (EPILEPSI)
Tn. S Adalah seorang remaja laki – laki berusia 19 tahun dengan riwayat EPILEPSI mengalami kejang yang terus meningkat prekwensinya. Selama beberapa hari terakhir tanpa mengenal waktu ia terus mengganggu tetangganya dengan mengatakan bahwa ia ingin berdiskusi soal agama, dan menanyakan apakah mereka yakin dengan agama mereka. Ia menjelaskan kepada setiap orang bahwa ia adalah Nabi. Akhirnya tetangga S memutuskan untuk memanggil polisi. S tidak khawatir dengan hal itu karena merasa bahwa “ siapa yang akan menangkap seorang NABI”?.
1.                   Klasifikasi Istilah
a.               Epilepsi
b.               Kejang
2.                  Indentifikasi Masalah
a.               Apa yang dimaksud dengan Epilepsi?
b.               Mengapa frekwensi Kejang meningkat terus?
c.                Mengapa Klien Terus mengganggu tetangganya dan Ingin selalu berdiskusi soal agama serta menanyakan apakah mereka (tetangganya) yakin dengan agama yang dianutnya?
d.               Mengapa Klien merasa dirinya seorang Nabi?
e.               Mengapa Klien tidak khawatir dengan perbuatan yang dilakukannya?
3.                  Analisa Masalah
a.               Epilepsi atau Ayan adalah penyakit saraf menahun yang menyebabkan kejang-kejang secara berkala. Penyakit ini disebabkan oleh tidak normalnya aktivitas sel otak.
Epilepsi adalah kejang yang menyerang seseorang yang tampak sehat atau sebagai suatu ekserbasi dalam kondisi sakit kronis sebagai akibat oleh disfungsi otak sesaat dimanifestasikan sebagai fenomena motorik, sensorik, otonomik atau psikis yang abnormal. Epilepsi merupakan akibat dari gangguan otak kronis dengan serangan kejang spontan yang berulang (Satyanegara, 2010)
Epilepsy adalah gejala kompleks dari banyak gangguan fungsi otak berat yang dikarakteristikkan oleh kejang berulang. Keadaan ini dapat dihubungkan dengan kehilangan kesadaran, gerakan berlebihan atau hilangnya tonus otot atau gerakan dan gangguan perilaku, alam perasaan, sensasi, dan persepsi. Sehingga epilepsy bukan penyakit tetapi suatu gejala (Buku ajar Keperawatan Medikal-Bedah, Brunner & Suddarth edisi 8, hal 2203)
b.               Frekwensi kejang meningkat karena Epilepsi dan stress atau beban fikiran.
c.                Karena gangguan mental (jiwa) yaitu waham/skizofrenia.
d.               Karena waham/skizofrenia.


MENENTUKAN TUJUAN PEMBELAJARAN (LO)
1.         Anatomi dan fisiologi system saraf
Pembagian sistem saraf secara anatomi :
1.1       Sistem saraf pusat (SSP)
Meliputi otak (ensephalon) dan sumsum tulang belakang (medulla spinalis). Keduanya merupakan organ yang sangat lunak, dengan fungsi yang sangat penting maka perlu perlindungan. Selain tengkorak dan ruas-ruas tulang belakang, otak juga dilindungi 3 lapisan selaput meninges. Bila membran ini terkena infeksi maka akan terjadi radang yang disebut meningitis.
Ketiga lapisan membran meninges dari luar ke dalam adalah sebagai berikut:
a.                  Durameter; terdiri dari dua lapisan, yang terluar bersatu dengan tengkorak sebagai endostium, dan lapisan lain sebagai duramater yang mudah dilepaskan dari tulang kepala. Di antara tulang kepala dengan duramater terdapat rongga epidural.
b.                  Arachnoidea mater; disebut demikian karena bentuknya seperti sarang labah-labah. Di dalamnya terdapat cairan yang disebut liquor cerebrospinalis; semacam cairan limfa yang mengisi sela sela membran araknoid. Fungsi selaput arachnoidea adalah sebagai bantalan untuk melindungi otak dari bahaya kerusakan mekanik.
c.                   Piameter. Lapisan terdalam yang mempunyai bentuk disesuaikan dengan lipatan-lipatan permukaan otak.
Otak dan sumsum tulang belakang mempunyai 3 materi esensial yaitu:
a.                  badan sel yang membentuk bagian materi kelabu (substansi grissea)
b.                  serabut saraf yang membentuk bagian materi putih (substansi alba)
c.                   sel-sel neuroglia, yaitu jaringan ikat yang terletak di antara sel-sel saraf di dalam sistem saraf pusat

Walaupun otak dan sumsum tulang belakang mempunyai materi sama tetapi susunannya berbeda. Pada otak, materi kelabu terletak di bagian luar atau kulitnya (korteks) dan bagian putih terletak di tengah. Pada sumsum tulang belakang bagian tengah berupa materi kelabu berbentuk kupu-kupu, sedangkan bagian korteks berupa materi putih.
1.1.1       Otak
Otak mempunyai lima bagian utama, yaitu: otak besar (serebrum), otak tengah (mesensefalon), otak kecil (serebelum), sumsum sambung (medulla oblongata), dan jembatan varol. 
·                    Otak besar (serebrum)
Otak besar mempunyai fungsi dalam pengaturan semua aktivitas mental, yaitu yang berkaitan dengan kepandaian (intelegensi), ingatan (memori), kesadaran, dan pertimbangan.
Otak besar merupakan sumber dari semua kegiatan/gerakan sadar atau sesuai dengan kehendak, walaupun ada juga beberapa gerakan refleks otak. Pada bagian korteks otak besar yang berwarna kelabu terdapat bagian penerima rangsang (area sensor) yang terletak di sebelah belakang area motor yang berfungsi mengatur gerakan sadar atau merespon rangsangan. Selain itu terdapat area asosiasi yang menghubungkan area motor dan sensorik. Area ini berperan dalam proses belajar, menyimpan ingatan, membuat kesimpulan, dan belajar berbagai bahasa. Di sekitar kedua area tersebut dalah bagian yang mengatur kegiatan psikologi yang lebih tinggi. Misalnya bagian depan merupakan pusat proses berfikir (yaitu mengingat, analisis, berbicara, kreativitas) dan emosi. Pusat penglihatan terdapat di bagian belakang.
·                    Otak tengah (mesensefalon)
Otak tengah terletak di depan otak kecil dan jembatan varol. Di depan otak tengah terdapat talamus dan kelenjar hipofisis yang mengatur kerja kelenjar-kelenjar endokrin. Bagian atas (dorsal) otak tengah merupakan lobus optikus yang mengatur refleks mata seperti penyempitan pupil mata, dan juga merupakan pusat pendengaran.
·                    Otak kecil (serebelum)
Serebelum mempunyai fungsi utama dalam koordinasi gerakan otot yang terjadi secara sadar, keseimbangan, dan posisi tubuh. Bila ada rangsangan yang merugikan atau berbahaya maka gerakan sadar yang normal tidak mungkin dilaksanakan.
·                    Sumsum sambung (medulla oblongata)
Sumsum sambung berfungsi menghantar impuls yang datang dari medula spinalis menuju ke otak. Sumsum sambung juga memengaruhi jembatan, refleks fisiologi seperti detak jantung, tekanan darah, volume dan kecepatan respirasi, gerak alat pencernaan, dan sekresi kelenjar pencernaan.
Selain itu, sumsum sambung juga mengatur gerak refleks yang lain seperti bersin, batuk, dan berkedip.
Jembatan varol (pons varoli)
·                    Jembatan varol berisi serabut saraf yang menghubungkan otak kecil bagian kiri dan kanan, juga menghubungkan otak besar dan sumsum tulang belakang.

Berdasarkan letaknya, otak dapat dibagi menjadi lima yaitu:
·                    Telensefalon (end brain)
·                    Diensefalon (inter brain)
·                    Mesensefalon (mid brain)
·                    Metensefalon (after brain)
·                    Mielensefalon (marrow brain)
Telensefalon(end brain) terdiri dari:
·                    Hemisfer serebri
·                    kortek serebri
·                    sistem limbik (Bangsal ganglia, hipokampus, Amigdala)
Diensefalon (inter brain) terdiri dari:
·                    Epitalamus
·                    Talamus
·                    Subtalamus
·                    Hipotalamus
Mesensefalon (mid brain) terdiri dari:
·                    Kolikulus superior
·                    Kolikulus inferior
·                    Substansia nigra
Metensefalon (after brain) terdiri dari:
·                    Pons
·                    Serebelum
·                    Mielensefalon
·                    Medula oblongata


1.1.2       Sumsum tulang belakang (medula spinalis)
Pada penampang melintang sumsum tulang belakang tampak bagian luar berwarna putih, sedangkan bagian dalam berbentuk kupu-kupu dan berwarna kelabu. Pada penampang melintang sumsum tulang belakang ada bagian seperti sayap yang terbagi atas sayap atas disebut tanduk dorsal dan sayap bawah disebut tanduk ventral. Impuls sensori dari reseptor dihantar masuk ke sumsum tulang belakang melalui tanduk dorsal dan impuls motor keluar dari sumsum tulang belakang melalui tanduk ventral menuju efektor. Pada tanduk dorsal terdapat badan sel saraf penghubung (asosiasi konektor) yang akan menerima impuls dari sel saraf sensori dan akan menghantarkannya ke saraf motor
Suplai darah otak
Otak mendapat suplai darah dari 2 arteri besar, yaitu :
·                    Arteri karotis interna
·                    Arteri vertebro basiler
1.2       Sistem saraf tepi
Adalah sistem saraf di luar sistem saraf pusat, untuk menjalankan otot dan organ tubuh. Tidak seperti sistem saraf pusat, sistem saraf tepi tidak dilindungi tulang, membiarkannya rentan terhadap racun dan luka mekanis.
Sistem saraf tepi terdiri dari sistem saraf sadai dan sistem saraf tak sadar (sistem saraf otonom). Sistem saraf sadar mengontrol aktivitas yang kerjanya diatur oleh otak, sedangkan saraf otonom mengontrol aktivitas yang tidak dapat diatur otak antara lain denyut jantung, gerak saluran pencernaan, dan sekresi keringat. 


1.2.1       Sistem Saraf Sadar
Sistem saraf sadar disusun oleh saraf otak (saraf kranial), yaitu saraf-saraf yang keluar dari otak, dan saraf sumsum tulang belakang, yaitu saraf-saraf yang keluar dari sumsum tulang belakang.
Saraf otak ada 12 pasang yang terdiri dari:
·                 Tiga pasang saraf sensori, yaitu saraf nomor 1, 2, dan 8
·                 Lima pasang saraf motor, yaitu saraf nomor 3, 4, 6, 11, dan 12
·                 Empat pasang saraf gabungan sensori dan motor, yaitu saraf nomor 5, 7, 9, dan 10.
Saraf otak dikhususkan untuk daerah kepala dan leher, kecuali nervus vagus yang melewati leher ke bawah sampai daerah toraks dan rongga perut. Nervus vagus membentuk bagian saraf otonom. Oleh karena daerah jangkauannya sangat luas maka nervus vagus disebut saraf pengembara dan sekaligus merupakan saraf otak yang paling penting.
Saraf sumsum tulang belakang berjumlah 31 pasang saraf gabungan. Berdasarkan asalnya, saraf sumsum tulang belakang dibedakan atas 8 pasang saraf leher, 12 pasang saraf punggung, 5 pasang saraf pinggang, 5 pasang saraf pinggul, dan satu pasang saraf ekor.

Beberapa urat saraf bersatu membentuk jaringan urat saraf yang disebut pleksus. Ada 3 buah pleksus yaitu sebagai berikut.
a.               Pleksus cervicalis merupakan gabungan urat saraf leher yang mempengaruhi bagian leher, bahu, dan diafragma.
b.              Pleksus brachialis mempengaruhi bagian tangan.
c.               Pleksus Jumbo sakralis yang mempengaruhi bagian pinggul dan kaki.
1.2.2       Saraf Otonom
Sistem saraf otonom disusun oleh serabut saraf yang berasal dari otak maupun dari sumsum tulang belakang dan menuju organ yang bersangkutan. Dalam sistem ini terdapat beberapa jalur dan masing-masing jalur membentuk sinapsis yang kompleks dan juga membentuk ganglion. Urat saraf yang terdapat pada pangkal ganglion disebut urat saraf pra ganglion dan yang berada pada ujung ganglion disebut urat saraf post ganglion.
Sistem saraf otonom dapat dibagi atas sistem saraf simpatik dan sistem saraf parasimpatik. Perbedaan struktur antara saraf simpatik dan parasimpatik terletak pada posisi ganglion. Saraf simpatik mempunyai ganglion yang terletak di sepanjang tulang belakang menempel pada sumsum tulang belakang sehingga mempunyai urat pra ganglion pendek, sedangkan saraf parasimpatik mempunyai urat pra ganglion yang panjang karena ganglion menempel pada organ yang dibantu.
Fungsi sistem saraf simpatik dan parasimpatik selalu berlawanan (antagonis). Sistem saraf parasimpatik terdiri dari keseluruhan "nervus vagus" bersama cabang-cabangnya ditambah dengan beberapa saraf otak lain dan saraf sumsum sambung. 






2.                  Patofisiologi Epilepsi


 


























Dasar serangan epilepsi ialah gangguan fungsi neuron-neuron otak dan transmisi pada sinaps. Tiap sel hidup, termasuk neuron-neuron otak mempunyai kegiatan listrik yang disebabkan oleh adanya potensial membran sel. Potensial membran neuron bergantung pada permeabilitas selektif membran neuron, yakni membran sel mudah dilalui oleh ion K dari ruang ekstraseluler ke intraseluler dan kurang sekali oleh ion Ca, Na dan Cl, sehingga di dalam sel terdapat kosentrasi tinggi ion K dan kosentrasi rendah ion Ca, Na, dan Cl, sedangkan keadaan sebaliknya terdapat diruang ekstraseluler. Perbedaan konsentrasi ion-ion inilah yang menimbulkan potensial membran. Oleh berbagai faktor, diantaranya keadaan patologik, dapat merubah atau mengganggu fungsi membaran neuron sehingga membran  mudah dilampaui oleh ion Ca dan Na dari ruangan ekstra ke intra seluler. Influks Ca akan mencetuskan letupan depolarisasi membran dan lepas muatan listrik berlebihan, tidak teratur dan terkendali. Lepas muatan listrik demikian oleh sejumlah besar neuron secara sinkron merupakan dasar suatu serangan epilepsi. Suatu sifat khas serangan epilepsi ialah bahwa beberapa saat serangan berhenti akibat pengaruh proses inhibisi. Di duga inhibisi ini adalah pengaruh neuron-neuron sekitar sarang epileptik. Selain itu juga sistem-sistem inhibisi pra dan pasca sinaptik yang menjamin agar neuron-neuron tidak terus-menerus berlepas muatan memegang peranan. Keadaan lain yang dapat menyebabkan suatu serangan epilepsi terhenti ialah kelelahan neuron-neuron akibat habisnya zat-zat yang penting untuk fungsi otak.
Ada dua jenis neurotransmiter, yakni neurotransmiter eksitasi yang memudahkan depolarisasi atau lepas muatan listrik dan neurotransmiter inhibisi yang menimbulkan hiperpolarisasi sehingga sel neuron lebih stabil dan tidak mudah melepaskan listrik. Diantara neurotransmitter-neurotransmiter eksitasi dapat disebut glutamat, aspartat dan asetilkolin sedangkan neurotransmiter inhibisi yang terkenal ialah gamma amino butyric acid (GABA) dan glisin. Jika hasil pengaruh kedua jenis lepas muatan listrik dan terjadi transmisi impuls atau rangsang. Hal ini misalnya terjadi dalam keadaan fisiologik apabila potensial aksi tiba di neuron. Dalam keadaan istirahat, membran neuron mempunyai potensial listrik tertentu dan berada dalam keadaan polarisasi. Aksi potensial akan mencetuskan depolarisasi membran neuron dan seluruh sel akan melepas muatan listrik.


3.                  Pengkajian
3.1             Identitas Umum
Nama : Tn. S, Usia  : 19 Tahun, Jenis Kelamin        : Laki – laki
3.2             Alasan Masuk Rumah SAkit
Tn. S dibawa ke rumah sakit karena mengganggu tetangganya tanpa mengenal waktu, menanyakan apakah mereka yakin dengan agama yang dianutnya, mengaku sebagai NABI.
3.3              Riwayat Penyakit sebelumya
Riwayat penyakit Tn. S adalah EPILEPSI dan Akhir –akhir ini Tn. S mengalami kejang yang frekwensinya meningkat, dalam keluarga secara genogram tidak ada yang menderita gangguan jiwa seperti pasien.
Selama beberapa hari terakhir tanpa mengenal waktu ia terus mengganggu tetangganya dengan mengatakan bahwa ia ingin berdiskusi soal agama, dan menanyakan apakah mereka yakin dengan agama mereka. Ia menjelaskan kepada setiap orang bahwa ia adalah Nabi, juga Tn. S tidak merasa khawatir saat tetangga memutuskan untuk memanggil Polisi karena Tn. S beranggapan tidak ada yang dapat menangkap seorang NABI.
3.4             Pemeriksaan Fisik
Tanda-tanda vital, Kebersihan Kepala, Mata, Telinga, hidung, mulut dan gigi.
3.5             Psikososial
Komunikasi dalam keluarga tidak mengalami hambatan. Klien tinggal satu rumah dengan ibu kandungnya, ayah sudah meninggal. Hambatan dalam komunikasi hanya pada tetangganya karena tetangganya merasa terganggu dengan sikap Tn. S yang selalu menanyakan tentang keyakinan yang dianut oleh tetangganya, terlebih lagi Tn. S mengaku sebagai NABI.

3.6             Konsep diri
3.6.1       Citra tubuh
Tn. S mengatakan bahwa secara keseluruhan bagian tubuhnya tidak ada yang tidak disenangi.
3.6.2       Ideal diri
Saat ini yang menjadi keinginan Tn. S adalah bisa sembuh dari penyakit Epilepsi dan beraktivitas secara normal seperti teman sebayanya.
3.6.3       Peran
Tugas Tn. S selama dirumah tidak banyak, biasanya Tn. S hanya melakukan pekerjaan yang sekiranya mampu dan dapat dilakukan. Tn. S senang dengan peran yang diterima di rumahnya.
Di masyarakat Tn. S selalu ingin berdiskusi dengan tetangganya masalah keyakinan.
3.6.4       Identitas diri
Di rumah Tn. S hanya berkumpul bersama anggota keluarga, Yang dikeluhkan klien saat ini adalah merasa tetangga tidak ada yang mendukungnya, dicap sebagai laki-laki stress.
3.6.5       Harga diri
Tn. S merasa kalau dirinya menjadi anak yang baik, Tetapi karena Tn. S seruing meminta tetangganya untuk diskusi soal agama dan menanyakan tentang keyakinannya serta Tn. S mengaku sebagai NABI sehingga Tn. S dianggap tidak sakit oleh keluarga sehingga Tn. S dibawa ke Psikiater.
3.6.6    Hubungan Sosial
Tn. S mengatakan kalau dirinya senang berdiskusi soal/masalah agama namun tetangganya merasa terganggu karena Tn. S sering menanyakan tentang yakin dan tidaknya dengan agama yang dianut tetangganya.
3.6.7    Spiritual
AgamaTn. S adalah Islam tetapi klien tidak menjalankan sholat. Alasannya karena dia adalah Nabi Muhammad. Jadi tidak sholat Tuhan tidak bakalan marah.
3.7             Status Mental
3.7.1       Aktivitas motorik
Tidak menunjukan adanya gelisah ataupun lesu.
3.7.2       Interaksi selama wawancara
Selama proses wawancara klien kooperatif, kontak mata baik dengan perawat dan pasien lain. Tidak bermusuhan. Tn. S cenderung defensive dalam hal wahamnya karena klien selalu berusaha mempertahankan pendapat dan kebenaran bahwa dirinya adalah Nabi Muhammad.
3.7.3       Memori
Tn. S masih mampu mengingat memori baik jangka panjang dan memori jangka pendeknya dengan baik.

3.7.4       Tingkat Konsentrasi dan Berhitung
Tn. S mampu  berkonsentrasi dengan baik ketika menjawab pertanyaan dari perawat dan mampu melalakukan penghitungan angka-angka dengan baik.
3.7.5       Kemampuan Penilaian
Tn. S tidak mengalami gangguan penilaian baik yang ringan ataupun yang bermakna. Klien mampu mengambil keputusan yang sederhana tanpa harus di bantu orang lain.
3.7.6       Persepsi
Tn. S dahulu selama di rumah sering mendengar suara-suara yang asalnya dari Tuhan yang mengatakan dialah sang wahyu sang Nabi Muhammad.
3.7.7       Alam perasaan
Tn. S merasa sedih ataupun, putus asa. Klien hanya merasa mengapa keluarganya membawa dia ke Rumah Sakit jiwa padahal Tn. S merasa tidak sakit.

3.7.8       Proses Pikir
Dalam wawancara Tn. S tidak mengalami gangguan dalam pembicaraan, tidak berbelit-belit dan sampai pada tujuan.


3.7.9       Isi pikir
Tn. S menganggap dirinya Nadi Muhammad. Tn. S mengatakan sering dahulu mendengar suara dan bertemu dengan Tuhan dan Tuhan mengatakan bahwa dia adalah Nabi Muhammad itu.
3.7.10  Tingkat kesadaran
Tn. S terlihat biasa saja, tidak menunjukkan adanya bingung dll. Tn. S masih mampu berorientasi terhadap waktu tempat, tanggal dll.
3.7.11  Daya tilik diri
Tn. S mengingkari penyakit yang diderita dan merasa tidak sakit. Klien mengatakan kalau Tuhan datang dan membisikkan padanya bahwa dia adalah Nabi Muhammad kenapa di bilang sakit oleh keluarga dan tetangganya.
4.                  Diagnosa Keperawatan
4.1             Ketidakefektifan bersihan jalan nafas b.d Kejang
4.2             Defisiensi Pengetahuan b.d Kurangnya pengetahuan, informasi yang salah yang berakibat kegagalan pengobatan.
4.3             Harga diri rendah b.d penyakit Epilepsi dan waham
4.4             Perubahan proses pikir b.d Harga diri rendah.




5.                  Perencanaan dan Evaluasi
NO
DIAGNOSA KEPERAWATAN
TUJUAN DAN KRITERIA HASIL
(NOC)
INTERVENSI
(NIC)
RASIONAL

1

Ketidakefektifan jalan nafas b.d Secret.

Tujuan :
Jalan Nafas efektif.
Dengan Kriteria Hasil :
-       Suara nafas bersih, tidak ada sumbatan dan tidak ada sianosis.
-       Menunjukkan jalan nafas yang paten (klien tidak merasa tercekik, irama nafas, frekwensi pernafasan dalam rentan normal, tidak ada suara nafas abnormal)


-      Berikan posisi dan lingkungan nyaman pada pasien.
-      Bebaskan jalan nafas pasien dengan setengah duduk.
-      Bantu pasien mengeluarkan secret dengan menggunakan Suction (bila secret ada)
-      Bantu pasien dengan Oksigen (O2).


-     Dengan posisi dan lingkungan yang nyaman dapat membantu pasien bernafas lebih baik.
-     Dengan posisi setengah duduk otot – otot pernafasan bisa lebih rileks.
-     Dengen menggunakan Suction secret dapat dikeluarkan dengan cepat.
-     Pemberian oksigen pasien terhindar dari sianosis.


2

Defisiensi Pengetahuan b.d Kurangnya pengetahuan, informasi yang salah yang berakibat kegagalan pengobatan.

Tujuan :
Pasien mengerti dengan keadaannya dan mengidentifikasi macam-macam stimulus yang dapat menyebabkan serangan.
Dengan Kriteria Hasil :
-      Pasien memperlihatkan perubahan tingkah laku yang positif sesuai dengan keadaannya.
-      Klien dapat mengontrol secara rutin untuk memperoleh pengobatan yang teratur.


-        Kaji keadaan pathologi/kondisi klien dan pengobatan yang pernah diperolehnya.
-        Beri penjelasan kepada klien untuk mengontrol dan minum obat secara teratur.
-        Jelaskan kepada klien tentang keadaan-keadaan yang sedang dihadapinya dan faktor-faktor yang dapat menimbulkan serangan;
-        Jelaskan keadaan yang harus dihadapi terhadap keadaannya, misalnya pekerjaan, mengendarai mobil, olah raga dan rekreasi dan sebagainya.
-        Anjurkan klien untuk selalu membawa tanda pengenal bila bepergian.


-      Dengan memberikan pengetahuan tentang penyakitnya, diharapkan pasien dapat lebih mengerti dan lebih mengetahui factor – factor yang dapat menimbulkan setrangan Epilepsi.

3

Harga diri rendah b.d Penyakit Epilepsi dan waham.

Tujuan :
Menemukan kekuatan diri pasien.
Dengan Kriteria Hasil :
Pasien mengungkapka penerimaan diri.


-      Membantu pasien meningkatkan penilaian pribadi tentang harga diri.
-      Memberikan arahan atau pengetahuan tentang penyakitnya agar psien dapat menerima keadaannya sendiri.


Membantu pasien meningkatkan penilaian pribadi tentang harga diri dapat mengembalikan jati diri.

4

Perubahan proses pikir b.d Waham Keagamaan

Tujuan :
-       Pasien dapat menghargai keyakinan atau agama orang lain.
-       Pasien tidak mengganggu orang lain, dan lingkungan.
-       Pasien dapat membina hubungan saling percaya dengan orang lain.
Dengan Kriteria Hasil :
Pasien menampakkan tidak adanya perubahan pada proses atau pola pikirnya.


-      Bina hubungan baik dengan pasien : salam terapeutik, perkenalkan diri, ciptakan lingkungan yang tenang.
-      Jangan membantah dan mendukung waham klien, ajarkan pada pasien tentang toleransi antar umat beragama.
-      Yakinkan klien berada dalam keadaan aman dan terlindungi.
-      Observasi apakah wahamnya mengganggu aktivitas harian dan perawatan diri.

Hubungan saling percaya merupakan dasar untuk kelancaran hubungan interaksinya







6.                  System Pelaporan
Tn. S datang ke PPK 1 Korem diantar oleh keluarga dengan kasus Epilepsi/kejang, setelah kejang teratasi. Tn. S di rujuk ke Rumah Sakit dr. R Ismoyo khususnya ke Poli Syaraf, karena di Rumah Sakit dr. R. Ismoyo tidak mempunyai Poli Syaraf maka petugas merujuk Tn. S ke Rumah Sakit Bahteramas Poli Syaraf. Dokter ahli syaraf menyarankan agar Tn. S segera tes Elektroensefalogram (EEG), Magnetic Resonace imaging (MRI) dan Computed tomography (CT Scan).
Sambil menunggu hasil Keluarga menceritakan tentang keadaan Tn. S, setelah mengetahui keadaan Tn. S, dokter menyarankan agar Tn. S konsultasi dengan Psikiater di Rumah Sakit Jiwa.













 












SATUAN  ACARA PEMBELAJARAN  ( SAP )
SISTEM NEUROBEHAVIOUR          
Cabang Ilmu               : Sistem Neurobehaviour
Pokok Bahasan          : EPILEPSI
Tujuan                        : Tujuan Umum
Setelah dilakukan pembelajaran ini diharapkan keluarga mengetahui tentang penyakit EPILEPSI
Tujuan Khusus
Setalah mengikuti pembelajaran ini keluarga akan mampu :
a)      Menyebutkan pengertian EPILEPSI
b)     Menyebutkan penyebab patofisiologi EPILEPSI
c)      Menyebutkan manifestasi klinis EPILEPSI
d)     Menyebutkan diagnosis EPILEPSI
e)      Menyebutkan pemeriksaan penunjang EPILEPSI
Sasaran                       : keluarga
Media                         : Laptop
Metode penyuluhan : Ceramah, Diskusi, Tanya jawab
Evaluasi                      : Mengevaluasi kemampuan audience dalam memahami tentang EPILEPSI
Materi                        : terlampir





Kegiatan pembelajaran
Tahap kegiatan
Kegiatan penyuluhan
Kegiatan peserta
Media dan alat pembelajaran

I.Pendahuluan

1.      Pembukaan
2.       Menjelaskan tujuan penyuluhan  hari ini


Mendengarkan/
memperhatikan

Ceramah

II. Penyajian

3.      Menguraikan materi penyuluhan
ü  Pengertian EPILEPSI
ü  Epidemiologi EPILEPSI
ü  Patofisiologi EPILEPSI
ü  Manifestasi klinis EPILEPSI
ü  Diagnosa EPILEPSI




Mendengarkan

Mendengarkan

Mendengarkan

Mendengarkan

Mendengarkan

Ceramah


III. Penutup

4.      Memberikan kesempatan bertanya hal-hal yang belum jelas
5.      Menjelaskan kembali hal-hal yang belum dimengerti
6.      Penutup


Bertanya


Memperhatikan

Ceramah/
Menjelaskan



Evaluasi
Mengevaluasi kemampuan audience dalam memahami tentang EPILEPSI, apakah sesuai dengan tujuan instruksional, keluarga mampu :
a)      Menyebutkan pengertian EPILEPSI
b)     Menyebutkan penyebab patofisiologi EPILEPSI
c)      Menyebutkan manifestasi klinis EPILEPSI
d)     Menyebutkan diagnosis EPILEPSI
e)      Menyebutkan pemeriksaan penunjang EPILEPSI


Materi
1.         Pengertian
Epilepsi adalah suatu gangguan serebral kronis dengan berbagai macam etiologi, yang ditandai oleh timbulnya serangan paroksismal yang berkala sebagai akibat lepasnya muatan listrik serebral secara eksesif. Epilepsi juga sering didefenisikan sebagai suatu gangguan serebral yang ditandai dengan kejang akibat pembebasan listrik yang tidak terkontrol dari sel syaraf korteks serebral, yang ditandai dengan serangan tiba-tiba, terjadi gangguan kesadaran ringan, aktivitas motorik dan/gangguan fenomena sensori. Secara umum epilepsy didefenisikan sebagai gejala-komplek dari banyak gangguan fungsi otak yang dikarektiristik dengan kejang berulang.
2.         Etiologi
Secara umum penyebab epilepsi belum diketahui dengan jelas (idiopatik). Penelitian yang dilakukan oleh para ahli belum mampu menjawab secara pasti penyebab terjadinya epilepsi. Namun ada beberapa faktor yang sering mengakibatkan terjadinya kejang yang juga menjadi pemicu terjadinya serangan epilepsi yaitu; akibat trauma jalan lahir, asphyxia neonatorum, cedera kepala, beberapa penyakit infeksi (seperti virus, bakteri dan parasit), keracunan (karbon monooksida), masalah-masalah sirkulasi darah, demam, gangguan metabolisme dan intoksikasi obat-obatan atau alkohol.
Adapun beberapa faktor yang menjadi faktor prepitasi (faktor yang memicu terjadinya serangan) adalah; (1) faktor sensoris (seperti cahaya yang berkedip-kedip, bunyi-bunyi yang mengejutkan, air panas), (2) faktor sistemis (seperti demam, penyakit infeksi, obat-obat tertentu), dan (3) faktor mental (seperti stress dan gangguan emosi).

3.         Patofisiologi
Serangan epilepsi ® karena lepasanya muatan listrik yg berlebihan o/ neuron-neuron. Neuron memiliki potensial membran karena adanya perbedaan muatan ion-ion yg ada didlm dan diluar neuron ® polarisasi membran dgn bagian intraneuron yg lebih negatif.
Gangg abnormal dari lepasnya muatan listrik ® karena adanya gangg keseimbangan antara proses eksesif/eksitasi dan inhibisi pada interaksi neuron ® disebabkan o/ kelainan intrinsik neuron   (membrannya). Selain itu dpt juga disebabkan karena gangg pada sel neuronnya sendiri a/ transmisi sinaptiknya. Transmisi sinaptik o/ neurotransmitter yg bersifat eksitasi/inhibitor dlm keadaan gangg keseimbangan akan mempengaruhi polarisasi membran sel, shg jika sampai pd tingkat membran sel maka neuron epileptik ditandai o/ proses biokimia tertentu yaitu. Akibatnya neuron akan melepaskan potensial aksinya yg  abnormal sehingga terjadilah kejang.
4.         Manifestasi Klinis
Bergantung pada lokasi muatan neuron-neuron, kejang dapat direntang dari serangan awal sederhana sampai gerakan konvulsif memanjang dengan hilangnya kesadaran. Pola awal kejang menunjukan daerah otak dimana kejang tersebut berasal. Pada kejang parsial sederhana, hanya satu jari atau tangan yang bergetar, mulut dapat tersentak tanpa terkontrol. Individu berbicara tanpa dipahami, pusing, merasa melihat sinar, bunyi, bau atau rasa yang tidak umum atau tidak nyaman.
Pada kejang parsial kompleks, individu tetap tidak bergerak atau bergerak secara automatik tetapi tidak sesuai dengan tempat dan waktu, mengalami emosi berlebihan seperti takut, marah, gembira atau sensitive terhadap rangsangan.
Pada kejang umum, atau lebih dikenal dengan kejang grand mal, melibatkan kedua hemisfer otak sehingga menyebabkan kedua sisi tubuh bereaksi. Biasanya terjadi kekakuan intens pada seluruh tubuh yang diikuti dengan kejang yang bergantian dengan relaksasi dan kontraksi otot. Klien sering mengalami penekanan pada lidah dan inkontinensia urine dan faeces. Setelah satu atau dua menit gerakan konvulsi akan menghilang, pasien rileks dan mengalami koma dan disertai bunyi napas yang bising. Pada keadaan postikal (setelah kejang) pasien sering mengalami konfusi, sulit bangun dan tidur berjam-jam. Banyak klien mengeluh sakit kepala dan otot setelah serangan berakhir.
5.         Pemeriksaan Penunjang
            5.1       EEG
5.2       MRI
5.3       CT Scan
6.         Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pada penderita epilepsi dapat dilakukan dengan dua cara yaitu;
6.1             Penatalaksanaan primer epilepsi dilakukan dengan memberikan obat-obatan untuk mencegah serangan kejang atau untuk mengurangi frekuensinya sehingga klien dapat menjalani kehidupan normalnya. Obat yang diberikan disesuaikan dengan jenis serangannya dan biasanya menggunakan kombinasi obat-obatan dengan tujuan untuk mengurangi efek samping yang ditimbulkan. Namun saat ini dokter  cenderung menggunakan satu jenis obat dengan sedapat mungkin mengurangi dosis obat yang diberikan.
Jenis obat yang sering digunakan pada pengobatan epilepsi adalah;
  Golongan Barbiturat, seperti Fenobarbital dan Pirimidon
  Golongan Hidantoin, seperti Fanitoin/Dilantin dan Mefenitoin
  Golongan Iminostilben, seperti Karbamazepin
  Golongan Benzodiazepin, seperti Diazepam dam Klonazepam
  Golongan Suksinimid, seperti Etosuksimid dan Metosuksimid
  Golongan Asam valproat/depakene.
Pengobatan epilepsy dapat juga dilakukan dengan pembedahan. Pembedahan ini diindikasikan bagi untuk pasien yang mengaalami epilepsi akibat tumor intrakranial, abses, kista, atau adanya anomali vaskuler.
6.2       Penatalaksanaan sekunder yang dapat dilakukan adalah dengan mempertahankan patensi jalan napas dan mencegah terjdinya cedera. Mempertahankan klien dalam posisi berbaring kesalah satu sisi dapat mengurangi kemungkinan aspirasi isi lambung dan saliva serta mencegah lidah jatuh kebelakang. Mencegah terjadinya cedera dilakukan dengan melindungi kepala saat terjadi serangan serta memindahkan benda-benda yang dapat membahayakan penderita. Selain itu penting dilakukan pendekatan secara holistik yang meliputi aspek psikologis penderita dan sikap keluarga, masyarakat terhadap penderita epilepsi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar