Family

Family

Selasa, 23 Desember 2014

Askep Hipermetropia



BAB I
PENDAHULUAN
1.1              Latar Belakang
Hipermetropi merupakan penyebab kebutaan nomor satu di dunia. Indonesia memiliki angka penderita Hipermetropi tertinggi di Asia Tenggara. Dari sekitar 234 juta penduduk, 1,5 persen atau lebih dari tiga juta orang menderita Hipermetropi. Sebagian besar penderita Hipermetropi adalah lansia berusia 60 tahun ke atas. Lansia yang mengalami kebutaan karena Hipermetropi tidak bisa mandiri dan bergantung pada orang yang lebih muda untuk mengurus dirinya.
Berdasarkan survei kesehatan indera penglihatan dan pendengaran tahun 1993-1996, menunjukkan angka kebutaan di Indonesia sebesar 1,5%, dengan penyebab utama adalah Hipermetropi (0,78%); glaukoma (0,20%); kelainan refraksi (0,14%); dan penyakit-penyakit lain yang berhubungan dengan lanjut usia (0,38%).
Dibandingkan dengan negara-negara di regional Asia Tenggara, angka kebutaan di Indonesia adalah yang tertinggi (Bangladesh 1%, India 0,7%, Thailand 0,3%). Sedangkan insiden Hipermetropi 0,1% (210.000 orang/tahun), sedangkan operasi mata yang dapat dilakukan lebih kurang 80.000 orang/ tahun. Akibatnya timbul backlog (penumpukan penderita) Hipermetropi yang cukup tinggi. Penumpukan ini antara lain disebabkan oleh daya jangkau pelayanan operasi yang masih rendah, kurangnya pengetahuan masyarakat, tingginya biaya operasi, serta ketersediaan tenaga dan fasilitas pelayan kesehatan mata yang masih terbatas.
Maka dari itu kami terdorong untuk menyusun makalah ini, sehingga dapat menambah pengetahuan kita tentang insiden Hipermetropi itu sendiri.
1.2              Rumusan Masalah
1.2.1    Apa Definisi, Etiologi dan Patofisiologi Hipermetropi ?
1.2.2    Bagaimana pengkajian pada klien Hipermetropi ?
1.2.3    Diagnosa Keperawatan apa yang muncul pada Klien Hipermetropi dan Intervensinya ?
1.3              Tujuan
1.3.1    Tujuan Umum
            Mahasiswa mengetahui gambaran secara umum tentang asuhan keperawatan pada klien dengan Hipermetropi.
1.3.2    Tujuan Khusus
a.                  Mahasiswa mampu melakukan pengkajian pada klien dengan Hipermetropi.
b.                  Mahasiswa mampu menegakkan diagnosa keperawatan pada klien dengan Hipermetropi.
c.                   Mahasiswa mampu menyusun intervensi keperawatan pada klien dengan Hipermetropi.











BAB II
PEMBAHASAN
2.1       Pengertian.
            Rabun dekat adalah yang mengakibatkan seseorang tidak dapat melihat benda pada jarak dekat. Titik dekat penderita rabun dekat akan bertambah, tidak lagi sebesar 25 cm tapi mencapai jarak tertentu yang lebih jauh. Penderita rabun dekat dapat melihat benda pada jarak yg jauh.
            Rabun dekat atau dikenal dengan hipermetropi merupakan keadaan gangguan kekuatan pembiasan mata, yang mana pada keadaan ini sinar sejajar jauh tidak cukup dibiaskan sehingga titik fokusnya terletak di belakang retina. Hipermetrop terjadi apabila berkas sinar sejajar difokuskan di belakang retina.
2.2       Etiologi
Penyebabnya adalah penderita sering sekali beraktifitas yang sering melihat benda jauh sehingga dan hal itu tidak diseimbangkan dengan melihat benda yang dekat, sehingga rabun dekat atau hipermetropi dapat terjadi.
Penyebab timbulnya hipermetropi ini diakibatkan oleh empat hal yaitu:
2.2.1         Sumbu utama bola mata yang terlalu pendek.
            Hipermetropia jenis ini disebut juga Hipermetropi Axial. Hipermetropi Axial ini dapat disebabkan oleh Mikropthalmia, Retinitis Sentralis, ataupun Ablasio Retina (lapisan retina lepas lari ke depan sehingga titik fokus cahaya tidak tepat dibiaskan).
2.2.2         Daya pembiasan bola mata yang terlalu lemah
            Hipermetropia jenis ini disebut juga Hipermetropi Refraksi. Dimana dapat terjadi gangguan-gangguan refraksi pada kornea, aqueus humor, lensa, dan vitreus humor. Gangguan yang dapat menyebabkan hipermetropia refraksi ini adalah perubahan pada komposisi kornea dan lensa sehingga kekuatan refraksinya menurun dan perubahan pada komposisi aqueus humor dan vitreus humor( mis. Pada penderita Diabetes Mellitus, hipermetropia dapat terjadi bila kadar gula darah di bawah normal, yang juga dapat mempengaruhi komposisi aueus dan vitreus humor tersebut)
2.2.3         Kelengkungan Kornea dan Lensa tidak Adekuat
            Hipermetropia jenis ini disebut juga hipermetropi kurvatura. Dimana kelengkungan dari kornea ataupun lensa berkurang sehingga bayangan difokuskan di belakang retina.
2.2.4         Perubahan posisi lensa.
            Dalam hal ini didapati pergeseran posisi lensa menjadi lebih posterior. Tidak ada lagi (afakia).
2.3       Patofisiologi
Sumbu utama bola mata yang terlalu pendek, daya pembiasan bola mata yang terlalu lemah, kelengkungan kornea dan lensa tidak adekuat perubahan posisi lensa dapat menyebapkan sinar yang masuk dalam mata jatuh di belakang retina sehingga penglihatan dekat jadi terganggu.
2.4       Manifestasi klinis
Sakit kepala frontal, memburuk pada waktu mulai timbul gejala hipermetropi dan makin memburuk sepanjang penggunaan mata dekat. Penglihatan tidak nyaman (asthenopia) ketika pasien harus focus pada suatu jarak tertentu untuk waktu yang lama, misalnya menonton pertandingan bola. Akomodasi akan lebih cepat lelah ketika terpaku pada suatu level tertentu dari ketegangan.

BAB III
KONSEP KEPERAWATAN
Pengkajian
3.1       Pengumpulan data
3.1.1         Data Demografi
a.    Biodata, meliputi :
            Nama, Usia, Jenis kelamin, Alamat, Suku / bangsa, Status pernikahan, Agama / keyakinan, Pekerjaan, Diagnosa medik, No. medical record, Tanggal masuk, Tanggal pengkajian.
b.    Penanggung jawab, meliputi :
Nama, Usia, Jenis kelamin, Pekerjaan, Hubungan dengan klien.
3.1.2         Riwayat Kesehatan
a.    Riwayat kesehatan sekarang
ü  Keluhan Utama
Klien mengeluh susah membaca pada jarak dekat.
ü  Riwayat Keluhan Utama
            Pada saat dilakukan pengkajian klien susah membaca pada jarak dekat, keluhan ini dirasakan sudah lama, makin hari penglihatanya makin menurun, klien juga tidak mengetahui penyebap matanya kabur. Dan Upaya yang dilakukan klien untuk mengurangi keluhannya yaitu menjauhkan bahan bacaan, dan yang memperberat yaitu ketika membaca dalam waktu yang lama klien mengalami pusing dan sakit kepala, dengan skala 3 (0-5).

b.    Riwayat kesehatan lalu
ü Klien tidak ada riwayat alergi terjadap makanan dan obat - obatan.
ü Klien tidak pernah mengkonsumsi minuman beralkohol dan klien tidak merokok.
c.    Riwayat kesehatan keluarga
ü Menurut klien tidak ada anggota keluarga yang mengalami penyakit yang sama dengan klien.
3.1.3         Pemeriksaan fisik
a.    Keadaan umum klien
b.    Sistem pernafasan
c.    Sistem kardiovaskuler
d.    Sistem perncernaan
e.    Sistem indra
Mata
Kesulitan membaca tulisan dengan huruf yang kecil, menjauhkan bacaan pada saat membaca, mampu membedakan warna, bisa menggerakan bola mata kesegala arah, mata tampak bersih, tidak ada nyeri tekan.
Hidung
ü    Mampu membedakan berbagai macam aroma.
ü    Tidak ada sekret.
Telinga
ü  Tampak simetris, tidak terdapat udem telinga, tidak ada sekret dan bau pada telinga, mampu membedakan bunyi, Telinga tampak bersih, tidak ada nyeri tekan pada telinga.

f.     Sistem saraf
ü  Nervus I (olvactorius)           : Fungsi penciuman baik.
ü  Nervus II ( Optikus )             : Penglihatan kabur saat melihat  dekat.
ü  Nervus III, IV, VI (Okulomotorius, troklearis, abdusen ) :  fungsi kontraksi terhadap cahaya baik.
ü  Nervus V (Trigeminus)         : Dapat merasakan usapan
ü  Nervus VII (fasialis)              : Mampu merasakan rasa asin, manis dan pahit.
ü  Nervus VIII (Auditorius)        : Klien mengatakan tidak bisa mendengar dengan baik.
ü  Nervus IX (Glasofaringeus)  : Mampu menelan
ü  Nervus X (Vagus)                  : Mampu bersuara
ü  Nervus XI (Assesorius)          : Mampu menoleh dan mengangkat bahu.
ü  Nervus XII (Hipoglosus)        : Mampu menggerakan lidah.
g.    Sistem muskuloskeletal
h.    Sistem integumen
i.     Sistem endokrin
j.     Sistem perkemihan
3.1.4         Aktivitas Sehari-Hari
a.    Nutrisi
b.    Cairan
c.    Eliminasi  ( BAB  & BAK )
d.    Istirahat Tidur
e.    Olahraga
f.     Rokok / alkohol dan obat-obatan
g.    Personal hygiene
3.1.5         Data psikososial
Klien hidup rukun dengan sesama anggota masyarakat di lingkunganya dan saling membutuhkan satu sama yang lain.
3.1.6         Data psikologis
Klien tampak cemas dan gelisah. Klien sering menanyakan tentang penyakitnya.
3.1.7         Data spritual
Klien beragama Islam dan taat beribadah.
3.2       Pengelompokan data
3.2.1         Data subyektif :
a          Klien mengatakan susah membaca huruf pada jarak dekat
b          Klien mengatakan apabila lama membaca dia sering pusing dan sakit kepala.
c           Klien sering menanyakan tentang penyakitnya.
3.2.2         Data obyektif :
a          Klien tampak cemas dan gelisah
b          Gangguan nervus II (Optikus)
c           Kesulitan membaca huruf pada jarak dekat
d          Menjauhkan bacaan pada saat membaca
e          Fungsi penglihatan menurun pada jarak dekat
f            Skala nyeri 3 (0-5)





3.3       Analisa data

No
Problem
Etilogi
Simpton
1
2
3
4
1.
Nyeri Akut
Tidak bisa melihat pada jarak dekat


 
Lensa berakomodasi terus menerus


 
Kelelahan otot-otot penggerak lensa


 
Nyeri Akut
Ds :
- Klien mengatakan apabila lama membaca dia sering pusing dan sakit kepala.
Do :
- Skala nyeri 3 (0-5)
- Ekspresi wajah tampak meringis
2
Gangguan persepsi sensori : penglihatan
 (Sumbu utama bola mata yang terlalu pendek, daya pembiasan bola mata yang terlalu lemah, kelengkungan kornea dan lensa tidak adekuat perubahan posisi lensa)


Penurunan retraksi lensa


Cahaya masuk yang melewati lensa jatuh dibelakang retina


Tidak bisa melihat dekat


Penurunan penglihatan


Gangguan persepsi sensori : Penglihatan
Ds :
- Klien mengatakan susah membaca huruf pada jarak dekat
Do :
- Kerusakan nervus II (Optikus)
- Kesulitan mebaca tulisan
- Menjauhkan bacaan pada saat membaca
- Fungsi penglihatan menurun pada jarak dekat
3
Ansietas
Penurunan fungsi penglihatan
Perubahan status kesehatan
Merupakan stresor psikologis
Ansietas
Ds :
- Klien sering menanyakan tentang penyakitnya
Do :
- Klien tampak cemas dan gelisah

3.4       Diagnosa Keperawatan
3.4.1         Nteri Akut b/d kelelahan otot – otot penggerak lensa.
3.4.2         Gangguan persepsi sensori : penglihatan b/d penurunan retraksi lensa.
3.4.3         Ansietas b/d perubahan status kesehatan.







3.5       Intervensi
No.
Diagnosa Keperawatan
Tujuan dan Kriteria Hasil (NOC)
Intervensi (NIC)
1.
Nyeri Akut b/d Kelelahan otot-otot penggerak lensa.
Tupan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama satu minggu, Kelelahan otot – otot penggerak lensa berkurang.

Tupen :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama tiga hari, nyeri berangsur-angsur berkurang dengan criteria :
-          Klien mengatakan nyeri berkurang
-          Ekspresi wajah tenang
-          Nyeri skala 2 (0-5
1.      Observasi keadaan, intensitas nyeri dan tanda-tanda vital
2.      Ajarkan Klien untuk mengalihkan suasana dengan melakukan metode relaksasi saat nyeri yang teramat sangat muncul, relaksasi yang seperti menarik nafas panjang.
3.      Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian analgesic

4.      Kolaborasi untuk pemeriksaan kemampuan otot - otot penggerak lensa.

2
Gangguan persepsi sensori penglihatan b/d penurunan retraksi lensa.
Tupan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama satu minggu, penggunaan retraksi lensa dapat dimaksimalkan
Tupen :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama tiga hari, sedikit demi sedikit gangguan penglihatan klien teratasi, dengan kriteria :
-          Klien bisa membaca lagi
-          Penglihatan Jelas

1.      Kaji kemampuan penglihatan dan jarak pandang klien
2.      Anjurkan klien untuk tidak membaca terlalu lama
3.      Berikan penerangan yang cukup

4.      Kolaborasi untuk penggunaan alat bantu penglihatan seperti kacamata

3
Ansietas b/d Perubahan status Kesehatan.
Tupan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama dua hari, status kesehatan klien meningkat
Tupen :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama satu hari, ansietas berangsur-angsur berkurang dengan criteria :
-          Klien dapat mengerti tentang penyakit yang dideritanya.
-          Wajah klien tampak tenang
-          Klien tidak gelisah

1. Meredakan kecemasan pasien yang mengalami distress akut
2. Berikan pengetahuan kepada pasien tentang penyakitnya.





BAB III
PENUTUP
3.1       Kesimpulan
            Rabun dekat adalah yang mengakibatkan seseorang tidak dapat melihat benda pada jarak dekat. Titik dekat penderita rabun dekat akan bertambah, tidak lagi sebesar 25 cm tapi mencapai jarak tertentu yang lebih jauh. Penderita rabun dekat dapat melihat benda pada jarak yg jauh.
            Rabun dekat atau dikenal dengan hipermetropi merupakan keadaan gangguan kekuatan pembiasan mata, yang mana pada keadaan ini sinar sejajar jauh tidak cukup dibiaskan sehingga titik fokusnya terletak di belakang retina. Hipermetrop terjadi apabila berkas sinar sejajar difokuskan di belakang retina.
Penyebab timbulnya hipermetropi ini diakibatkan oleh empat hal yaitu:
3.1.1         Sumbu utama bola mata yang terlalu pendek.
3.1.2         Daya pembiasan bola mata yang terlalu lemah
3.1.3         Kelengkungan Kornea dan Lensa tidak Adekuat
3.1.4         Perubahan posisi lensa.
3.2       Saran
Dengan makalah ini diharapkan pembaca khususnya mahasiswa keperawatan dapat mengerti dan memahami serta menambah wawasan tentang Asuhan keperawatan pada klien dengan Hipermetropi.



DAFTAR PUSTAKA

Buku Aplikasi asuhan keperawatan berdasarkan diagnosis medis & NANDA (North American Nursing Diagnosis Association) NIC-NOC Edisi revisi jilid 2 tahun 2013.
Buku saku Diagnosis keperawatan edisi 9 Diagnosis Nanda Intervensi NIC dan Kriteria hasil NOC Judith M.Wilkinson dan Nanchy R.Ahern
Buku Nanda international diagnosis keperawatan definisi dan klasifikasi 2012-2014
Buku Kapita selekta kedokteran edisi ketiga jilid 1 editor Arif Mansjoer, Kuspuji Triyanti, Rakhmi Savitri, Wahyu Ika Wardani dan Wiwiek Setiowulan.

http://bers4mbung.blogspot.com/2011/06/asuhan-keperawatan-klien-yang-mengalami_15.html
http://qha-keprawatan.blogspot.com/2011/10/asuhan-keperawatan-hipermetropia.htm

Tidak ada komentar:

Posting Komentar