BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Hipermetropi merupakan penyebab kebutaan nomor satu di dunia. Indonesia
memiliki angka penderita Hipermetropi tertinggi di Asia Tenggara. Dari sekitar
234 juta penduduk, 1,5 persen atau lebih dari tiga juta orang menderita Hipermetropi.
Sebagian besar penderita Hipermetropi adalah lansia berusia 60 tahun ke atas.
Lansia yang mengalami kebutaan karena Hipermetropi tidak bisa mandiri dan
bergantung pada orang yang lebih muda untuk mengurus dirinya.
Berdasarkan survei kesehatan indera penglihatan dan pendengaran tahun
1993-1996, menunjukkan angka kebutaan di Indonesia sebesar 1,5%, dengan
penyebab utama adalah Hipermetropi (0,78%); glaukoma (0,20%); kelainan refraksi
(0,14%); dan penyakit-penyakit lain yang berhubungan dengan lanjut usia
(0,38%).
Dibandingkan dengan negara-negara di regional Asia Tenggara, angka kebutaan
di Indonesia adalah yang tertinggi (Bangladesh 1%, India 0,7%, Thailand 0,3%).
Sedangkan insiden Hipermetropi 0,1% (210.000 orang/tahun), sedangkan operasi
mata yang dapat dilakukan lebih kurang 80.000 orang/ tahun. Akibatnya timbul
backlog (penumpukan penderita) Hipermetropi yang cukup tinggi. Penumpukan ini
antara lain disebabkan oleh daya jangkau pelayanan operasi yang masih rendah,
kurangnya pengetahuan masyarakat, tingginya biaya operasi, serta ketersediaan
tenaga dan fasilitas pelayan kesehatan mata yang masih terbatas.
Maka dari itu kami terdorong untuk menyusun makalah ini, sehingga dapat
menambah pengetahuan kita tentang insiden Hipermetropi itu sendiri.
1.2
Rumusan Masalah
1.2.1 Apa Definisi, Etiologi dan Patofisiologi Hipermetropi
?
1.2.2 Bagaimana pengkajian pada klien Hipermetropi
?
1.2.3 Diagnosa Keperawatan apa yang muncul pada
Klien Hipermetropi dan Intervensinya ?
1.3
Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
Mahasiswa mengetahui gambaran secara
umum tentang asuhan keperawatan pada klien dengan Hipermetropi.
1.3.2 Tujuan Khusus
a.
Mahasiswa mampu
melakukan pengkajian pada klien dengan Hipermetropi.
b.
Mahasiswa mampu
menegakkan diagnosa keperawatan pada klien dengan Hipermetropi.
c.
Mahasiswa mampu
menyusun intervensi keperawatan pada klien dengan Hipermetropi.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian.
Rabun dekat adalah yang
mengakibatkan seseorang tidak dapat melihat benda pada jarak dekat. Titik dekat
penderita rabun dekat akan bertambah, tidak lagi sebesar 25 cm tapi mencapai
jarak tertentu yang lebih jauh. Penderita rabun dekat dapat melihat benda pada
jarak yg jauh.
Rabun dekat atau dikenal dengan hipermetropi merupakan keadaan gangguan
kekuatan pembiasan mata, yang mana pada keadaan ini sinar sejajar jauh tidak
cukup dibiaskan sehingga titik fokusnya terletak di belakang retina.
Hipermetrop terjadi apabila berkas sinar sejajar difokuskan di belakang retina.
2.2 Etiologi
Penyebabnya
adalah penderita sering sekali beraktifitas yang sering melihat benda jauh
sehingga dan hal itu tidak diseimbangkan dengan melihat benda yang dekat, sehingga
rabun dekat atau hipermetropi dapat terjadi.
Penyebab timbulnya hipermetropi ini diakibatkan oleh empat hal yaitu:
2.2.1
Sumbu utama bola
mata yang terlalu pendek.
Hipermetropia jenis ini disebut juga Hipermetropi Axial. Hipermetropi Axial
ini dapat disebabkan oleh Mikropthalmia, Retinitis Sentralis, ataupun Ablasio
Retina (lapisan retina lepas lari ke depan sehingga titik fokus cahaya tidak tepat
dibiaskan).
2.2.2
Daya pembiasan
bola mata yang terlalu lemah
Hipermetropia jenis ini disebut juga Hipermetropi Refraksi. Dimana dapat terjadi
gangguan-gangguan refraksi pada kornea, aqueus humor, lensa, dan vitreus humor.
Gangguan yang dapat menyebabkan hipermetropia refraksi ini adalah perubahan
pada komposisi kornea dan lensa sehingga kekuatan refraksinya menurun dan
perubahan pada komposisi aqueus humor dan vitreus humor( mis. Pada penderita
Diabetes Mellitus, hipermetropia dapat terjadi bila kadar gula darah di bawah
normal, yang juga dapat mempengaruhi komposisi aueus dan vitreus humor
tersebut)
2.2.3
Kelengkungan
Kornea dan Lensa tidak Adekuat
Hipermetropia jenis ini disebut juga hipermetropi kurvatura. Dimana
kelengkungan dari kornea ataupun lensa berkurang sehingga bayangan difokuskan
di belakang retina.
2.2.4
Perubahan posisi
lensa.
Dalam hal ini didapati pergeseran posisi lensa menjadi lebih posterior. Tidak ada lagi (afakia).
2.3 Patofisiologi
Sumbu utama bola mata
yang terlalu pendek, daya pembiasan bola mata yang terlalu lemah, kelengkungan
kornea dan lensa tidak adekuat perubahan posisi lensa dapat menyebapkan sinar
yang masuk dalam mata jatuh di belakang retina sehingga penglihatan dekat jadi
terganggu.
2.4 Manifestasi
klinis
Sakit kepala frontal, memburuk
pada waktu mulai timbul gejala hipermetropi dan makin memburuk sepanjang
penggunaan mata dekat. Penglihatan tidak nyaman (asthenopia) ketika pasien
harus focus pada suatu jarak tertentu untuk waktu yang lama, misalnya menonton
pertandingan bola. Akomodasi akan lebih cepat lelah ketika terpaku pada suatu
level tertentu dari ketegangan.
BAB
III
KONSEP KEPERAWATAN
Pengkajian
3.1 Pengumpulan data
3.1.1
Data Demografi
a. Biodata, meliputi :
Nama, Usia,
Jenis kelamin, Alamat,
Suku / bangsa, Status pernikahan, Agama / keyakinan, Pekerjaan, Diagnosa medik, No. medical
record,
Tanggal masuk, Tanggal pengkajian.
b. Penanggung jawab, meliputi :
Nama,
Usia, Jenis kelamin, Pekerjaan,
Hubungan dengan klien.
3.1.2
Riwayat Kesehatan
a. Riwayat kesehatan sekarang
ü Keluhan Utama
Klien mengeluh susah membaca pada jarak dekat.
ü Riwayat Keluhan Utama
Pada saat dilakukan pengkajian klien susah membaca pada jarak dekat,
keluhan ini dirasakan sudah lama, makin hari penglihatanya makin menurun, klien
juga tidak mengetahui penyebap matanya kabur. Dan Upaya yang dilakukan klien
untuk mengurangi keluhannya yaitu menjauhkan bahan bacaan, dan yang memperberat
yaitu ketika membaca dalam waktu yang lama klien mengalami pusing dan sakit
kepala, dengan skala 3 (0-5).
b. Riwayat kesehatan lalu
ü Klien tidak ada riwayat alergi terjadap makanan dan obat - obatan.
ü Klien tidak pernah mengkonsumsi minuman beralkohol dan klien tidak merokok.
c. Riwayat kesehatan keluarga
ü Menurut klien tidak ada anggota keluarga yang mengalami penyakit yang sama
dengan klien.
3.1.3
Pemeriksaan fisik
a. Keadaan umum klien
b. Sistem pernafasan
c. Sistem kardiovaskuler
d. Sistem perncernaan
e. Sistem indra
Mata
Kesulitan membaca tulisan dengan huruf yang kecil,
menjauhkan bacaan pada saat membaca, mampu membedakan warna, bisa menggerakan
bola mata kesegala arah, mata tampak bersih, tidak ada nyeri tekan.
Hidung
ü Mampu membedakan berbagai macam aroma.
ü Tidak ada sekret.
Telinga
ü
Tampak simetris,
tidak terdapat udem telinga, tidak ada sekret dan bau pada telinga, mampu membedakan
bunyi, Telinga tampak bersih, tidak ada nyeri tekan pada telinga.
f. Sistem saraf
ü Nervus I (olvactorius) : Fungsi penciuman baik.
ü Nervus II ( Optikus ) : Penglihatan kabur saat melihat dekat.
ü Nervus III, IV, VI (Okulomotorius, troklearis, abdusen ) : fungsi kontraksi terhadap cahaya
baik.
ü Nervus V (Trigeminus) : Dapat
merasakan usapan
ü Nervus VII (fasialis) : Mampu merasakan rasa asin, manis dan pahit.
ü Nervus VIII (Auditorius) :
Klien mengatakan tidak bisa mendengar dengan baik.
ü Nervus IX (Glasofaringeus) : Mampu
menelan
ü Nervus X (Vagus) : Mampu bersuara
ü Nervus XI (Assesorius) :
Mampu menoleh dan mengangkat bahu.
ü Nervus XII (Hipoglosus) : Mampu
menggerakan lidah.
g. Sistem muskuloskeletal
h. Sistem integumen
i. Sistem endokrin
j. Sistem perkemihan
3.1.4
Aktivitas Sehari-Hari
a. Nutrisi
b. Cairan
c. Eliminasi ( BAB & BAK )
d. Istirahat Tidur
e. Olahraga
f. Rokok / alkohol dan obat-obatan
g. Personal hygiene
3.1.5
Data psikososial
Klien hidup rukun
dengan sesama anggota masyarakat di lingkunganya dan saling membutuhkan satu
sama yang lain.
3.1.6
Data psikologis
Klien tampak cemas dan gelisah. Klien sering menanyakan
tentang penyakitnya.
3.1.7
Data spritual
Klien beragama Islam dan taat beribadah.
3.2 Pengelompokan
data
3.2.1
Data subyektif :
a
Klien mengatakan
susah membaca huruf pada jarak dekat
b
Klien mengatakan
apabila lama membaca dia sering pusing dan sakit kepala.
c
Klien sering
menanyakan tentang penyakitnya.
3.2.2
Data obyektif :
a
Klien tampak
cemas dan gelisah
b
Gangguan nervus
II (Optikus)
c
Kesulitan membaca
huruf pada jarak dekat
d
Menjauhkan bacaan
pada saat membaca
e
Fungsi
penglihatan menurun pada jarak dekat
f
Skala nyeri 3
(0-5)
3.3 Analisa data
No
|
Problem
|
Etilogi
|
Simpton
|
|||||||||
1
|
2
|
3
|
4
|
|||||||||
1.
|
Nyeri Akut
|
Tidak bisa melihat pada
jarak dekat
Lensa berakomodasi terus menerus
Kelelahan otot-otot penggerak lensa
Nyeri Akut
|
Ds :
- Klien
mengatakan apabila lama membaca dia sering pusing dan sakit kepala.
Do :
- Skala
nyeri 3 (0-5)
- Ekspresi
wajah tampak meringis
|
|||||||||
2
|
Gangguan persepsi sensori : penglihatan
|
(Sumbu utama bola mata yang
terlalu pendek, daya pembiasan bola mata yang terlalu lemah, kelengkungan
kornea dan lensa tidak adekuat perubahan posisi lensa)
↓
Penurunan retraksi
lensa
↓
Cahaya masuk yang
melewati lensa jatuh dibelakang retina
↓
Tidak bisa melihat
dekat
↓
Penurunan penglihatan
↓
Gangguan persepsi
sensori : Penglihatan
|
Ds :
- Klien
mengatakan susah membaca huruf pada jarak dekat
Do :
- Kerusakan
nervus II (Optikus)
- Kesulitan
mebaca tulisan
- Menjauhkan
bacaan pada saat membaca
- Fungsi
penglihatan menurun pada jarak dekat
|
|||||||||
3
|
Ansietas
|
Penurunan fungsi penglihatan
↓
Perubahan status kesehatan
↓
Merupakan stresor psikologis
↓
Ansietas
|
Ds :
- Klien sering menanyakan tentang penyakitnya
Do :
- Klien tampak cemas dan gelisah
|
3.4 Diagnosa
Keperawatan
3.4.1
Nteri Akut b/d kelelahan otot – otot penggerak lensa.
3.4.2
Gangguan persepsi
sensori : penglihatan b/d penurunan
retraksi lensa.
3.4.3
Ansietas b/d perubahan status kesehatan.
3.5 Intervensi
No.
|
Diagnosa Keperawatan
|
Tujuan dan Kriteria Hasil (NOC)
|
Intervensi (NIC)
|
1.
|
Nyeri
Akut b/d Kelelahan otot-otot penggerak lensa.
|
Tupan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama satu
minggu, Kelelahan otot – otot penggerak lensa berkurang.
Tupen :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama tiga
hari, nyeri berangsur-angsur berkurang dengan criteria :
- Klien mengatakan nyeri berkurang
- Ekspresi wajah tenang
- Nyeri skala 2 (0-5
|
1.
Observasi keadaan, intensitas nyeri dan tanda-tanda
vital
2.
Ajarkan Klien untuk mengalihkan suasana dengan
melakukan metode relaksasi saat nyeri yang teramat sangat muncul, relaksasi
yang seperti menarik nafas panjang.
3.
Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian analgesic
4.
Kolaborasi untuk pemeriksaan kemampuan otot - otot
penggerak lensa.
|
2
|
Gangguan
persepsi sensori penglihatan b/d penurunan retraksi lensa.
|
Tupan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama satu
minggu, penggunaan retraksi lensa dapat dimaksimalkan
Tupen :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama tiga
hari, sedikit demi sedikit gangguan penglihatan klien teratasi, dengan
kriteria :
-
Klien bisa membaca lagi
- Penglihatan Jelas
|
1.
Kaji kemampuan penglihatan dan jarak pandang klien
2.
Anjurkan klien untuk tidak membaca terlalu lama
3.
Berikan penerangan yang cukup
4.
Kolaborasi untuk penggunaan alat bantu penglihatan
seperti kacamata
|
3
|
Ansietas
b/d Perubahan status Kesehatan.
|
Tupan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama dua hari,
status kesehatan klien meningkat
Tupen :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama satu
hari, ansietas berangsur-angsur berkurang dengan criteria :
- Klien dapat mengerti tentang penyakit yang dideritanya.
- Wajah klien tampak tenang
- Klien tidak gelisah
|
1. Meredakan
kecemasan pasien yang mengalami distress akut
2. Berikan
pengetahuan kepada pasien tentang penyakitnya.
|
BAB
III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Rabun dekat adalah yang
mengakibatkan seseorang tidak dapat melihat benda pada jarak dekat. Titik dekat
penderita rabun dekat akan bertambah, tidak lagi sebesar 25 cm tapi mencapai
jarak tertentu yang lebih jauh. Penderita rabun dekat dapat melihat benda pada
jarak yg jauh.
Rabun dekat atau dikenal dengan hipermetropi merupakan keadaan gangguan
kekuatan pembiasan mata, yang mana pada keadaan ini sinar sejajar jauh tidak
cukup dibiaskan sehingga titik fokusnya terletak di belakang retina.
Hipermetrop terjadi apabila berkas sinar sejajar difokuskan di belakang retina.
Penyebab timbulnya hipermetropi ini diakibatkan oleh empat hal yaitu:
3.1.1
Sumbu utama bola
mata yang terlalu pendek.
3.1.2
Daya pembiasan
bola mata yang terlalu lemah
3.1.3
Kelengkungan
Kornea dan Lensa tidak Adekuat
3.1.4
Perubahan posisi
lensa.
3.2 Saran
Dengan makalah ini diharapkan pembaca
khususnya mahasiswa keperawatan dapat mengerti dan memahami serta menambah
wawasan tentang Asuhan keperawatan pada klien dengan Hipermetropi.
DAFTAR
PUSTAKA
Buku Aplikasi asuhan
keperawatan berdasarkan diagnosis medis & NANDA (North American Nursing
Diagnosis Association) NIC-NOC Edisi revisi jilid 2 tahun 2013.
Buku saku Diagnosis
keperawatan edisi 9 Diagnosis Nanda Intervensi NIC dan Kriteria hasil NOC
Judith M.Wilkinson dan Nanchy R.Ahern
Buku Nanda international
diagnosis keperawatan definisi dan klasifikasi 2012-2014
Buku Kapita selekta
kedokteran edisi ketiga jilid 1 editor Arif Mansjoer, Kuspuji Triyanti, Rakhmi
Savitri, Wahyu Ika Wardani dan Wiwiek Setiowulan.
http://bers4mbung.blogspot.com/2011/06/asuhan-keperawatan-klien-yang-mengalami_15.html
http://qha-keprawatan.blogspot.com/2011/10/asuhan-keperawatan-hipermetropia.htm
Tidak ada komentar:
Posting Komentar