Family

Family

Minggu, 03 November 2013

Makalah Epidemologi Keperawatan Bedah



BAB I
PENDAHULUAN

1.1    Latar Belakang
          Epidemiologi berasal dari bahasa yunani yaitu Epi yang berarti pada, Demos yangberarti penduduk, dan Logos yang berarti ilmu. Jadi epidemiologi adalah ilmu yang mempelajari hal – hal yang berkaitan dengan masyarakat.
          Pada era  dewasa ini telah terjadi pergeseran pengertian epidemiologi, yang dulunya lebih menekankan ke arah penyakit menular ke arah – arah masalah kesehatan dengan ruang lingkup yang sangat luas. Keadaan ini terjadi karena transisi pola penyakit yang terjadi pada masyarakat, pergeseran pola hidup, peningkatan sosial, ekonomi masyarakat dan semakin luasnya jangkauan masyarakat. Mula-mula epidemiologi hanya mempelajari penyakit yang dapat menimbulkan wabah melalui temuan-temuan tentang jenis penyakit wabah, cara penularan dan penyebab serta bagaimana penanggulangan penyakit wabah tersebut. Kemudian tahap berikutnya berkembang lagi menyangkut penyakit yang infeksi non-wabah. Berlanjut lagi dengan mempelajari penyakit non infeksi seperti jantung, karsinoma, hipertensi, dll. Perkembangan selanjutnya mulai meluas ke hal-hal yang bukan penyakit seperti fertilitas, menopouse, kecelakkaan, kenakalan remaja, penyalahgunaan obat-obat terlarang, merokok, hingga masalah kesehatan yang sangat luas ditemukan di masyarakat. Diantaranya masalah keluarga berencana, masalah kesehatan lingkungan, pengadaan tenaga kesehatan, pengadaan sarana kesehatan dan sebagainya. Dengan demikian, subjek dan objek epidemiologi berkaitan dengan masalah kesehatan secara keseluruhan.
          Perkembangan epidemiologi sedemikian pesatnya merupakan tantangan bagi tenaga kesehatan yang harus lebih cermat dalam mengambil tindakan-tindakan yang tidak melenceng dari jangkauan tersebut. Adapun yang menjadi pemicu perkembangan pesat tersebut adalah perkembangan pengetahuan dan teknologi yang semakin canggih yang menuntut peningkatan kebutuhan masyarakat utamanya dalam bidang kesehatan sehingga kehidupan masyarakat yang semakin kompleks. Selain itu, metode epidemiologi yang digunakan untuk penyakit menular dapat juga digunakan untuk penyakit non-infeksi. Apalagi dengan munculnya berbagai macam fenomena kesehatan seperti penyakit baru dan lama (prevalensi) mendorong penelitian juga semakin meningakat.
          Pergeseran ini pula yang menyebabkan pergeseran pengertian/definisi dalam epidemiologi, yang tadinya hanya menekankan pada penyakit-penyakit menular, yang meliputi pencegahan, pemberantasan penyakit menular ke arah mempelajari masalah-masalah kesehatan yang terjadi pada masyarakat atau sekelompok manusia yang menyangkut frekuensi, distribusi masalah kesehatan dan faktor-faktor yang mempengaruhinya.
          Epidemiologi lebih jauh mengalami perkembangan seiring dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Menunjuk dalam Healthy People (Alan Dever, 1984), secara umum dijelaskan bahwa untuk memperbaiki kesehatan penduduk, hal itu harus disusun kembali dalam prioritas perawatan kesehatan dengan penekananlebih besar pada pencegahan penyakit dan promosi kesehatan. Epidemiologi mulai berkembang dari pengamatan atas pengaruh lingkungan terhadap penyakit. Hippocrates 400 tahun sebelum masehi menganjurkan untuk mempertimbangkan arah angin, musim, jenis tanah dan penyakit. Epidemiologi merupakan metode pengumpulan dan analisis fakta untuk mengembangkan dan menguji kerangka piker dan dapat menjelaskan terjadinya fenomena kesehatan. Setiap aktivitas epidemiologi merupakan penerapan metode untuk mengumpulkan dan menganalisis data sehingga dapat disajikan suatu informasi yang memperkaya ilmu pengetahuan mengenai fenomena kesehatan tertentu dan untuk pengambilan keputusan atau kebijakan dalam pelayanan kesehatan.
          Sebagai suatu disiplin ilmu, epidemiologi dapat dianggap sebagai ilmu dasar menyangkut mekanisme terjadinya penyakit dan fenomena kesehatan pada umumnya. Disamping itu, epidemiologi dapat jga dianggap sebagai ilmu terapan, yang memadukan ilmu-ilmu biomedik, biostatistika, dan bioteknohlogi untuk memecahkan persoalan-persoalan kesehatan, khususnya mencegah penyakit, disabilitas dan kematian. Dalam lingkungan rumah sakit, ilmu epidemiologi dapat menjembatani kenginan klinis untuk menerapkan ilmu biomedik dan bioteknohlogi dalam pengambilan keputusan klinik dan kenginan masyarakat untuk memperoleh pelayanan kesehatan yang efektif, efisien , dan terjangkau pada saat dibutuhkan.
1.2    Rumusan Masalah
1.2.1 Apa yang dimaksud dengan Epidemologi dan Keperawatan Bedah ?
1.2.2 Penyakit apa saja yang termasuk keperawatan bedah ?
1.2.3 Jelaskan Epidemologi penyakit yang termasuk keperawatan bedah ?
1.3    Tujuan
1.3.1 Dapat menjelaskan pengertian Epidemologi dan Keperawatan bedah.
1.3.2 Dapat menyebutkan penyakit keperawatan bedah.
1.3.3 Dapat menjelaskan Epidemologi penyakit yang termasuk keperawatan bedah.

1.4    Manfaat
1.4.1 Pembaca dan mahasiswa dapat mengetahui tentang pengertian Epidemologi dan keperawatan bedah.
1.4.2 Pembaca dan mahasiswa dapat menyebutkan penyakit keperawatan bedah mulai dari penyebab sampai dengan cara penanganannya.
1.4.3 Pembaca dan mahasiswa dapat mengetahui tentang perkembangan penyakit keperawatan bedah pada tingkat nasional maupun internasional
BAB II
PEMBAHASAN
2.1    Pengertian / Definisi
          Epidemiologi adalah ilmu yang mempelajari tentang penyebaran penyakit serta determinan-determinan yang mempengaruhi penyakit tersebut.
          Pada mulanya epidemiologi diartikan sebagai studi tentang epidemi. Hal ini berarti bahwa epidemiologi hanya mempelajari penyakit-penyakit menular saja tetapi dalam perkembangan selanjutnya epidemiologi juga mempelajari penyakit-penyakit non infeksi, sehingga dewasa ini epidemiologi dapat diartikan sebagai studi tentang penyebaran penyakit pada manusia didalam konteks lingkungannya. Mencakup juga studi tentang pola-pola penyakit serta pencarian determinan-determinan penyakit tersebut.
Batasan Epidemiologi sekurang-kurangnya mencakup 3 elemen :
2.1.1 Mencakup Semua Penyakit
          Epidemiologi mempelajari semua penyakit, baik penyakit infeksi maupun non infeksi, seperti kanker, penyakit kekurangan gizi, kecelakaan lalu lintas maupun kecelakaan kerja, sakit jiwa dan sebagainya. 
Bahkan dinegara-negara maju epidemiologi ini mencakup juga kegiatan pelayanan kesehatan.
2.1.2 Populasi
          Apabila kedokteran klinik berorientasi pada gambaran-gambaran penyakit-penyakit individu-individu, maka epidemiologi ini memusatkan perhatiannya pada distribusi penyakit pada populasi (masyarakat) atau kelompok.
2.1.3 Pendekatan Ekologi
          Frekuensi dan distribusi penyakit dikaji dari latar belakang pada keseluruhan lingkungan manusia baik lingkungan fisik, biologis maupun sosial. Hal inilah yang dimaksud pendekatan ekologis.
          Keperawatan medical bedah adalah : Pelayanan profesional yang didasarkan Ilmu dan teknik Keperawatan Medikal Bedah berbentuk pelayanan bio-psiko-sosio-spiritual yg komprehensif ditujukan pada orang dewasa dgn atau yg cenderung mengalami gangguan fisiologi dgn atau tanpa gangguan struktur akibat trauma.
          Keperawatan medical bedah merupakan bagian dari keperawatan, dimana keperawatan itu sendiri adalah : Bentuk pelayanan profesional yang merupakan bagian integral dari pelayanan kesehatan, berbentuk pelayanan bio-psiko-sosio-spiritual yang komprihensif ditujukan pada individu, keluarga dan masyarakat baik sakit maupun sehat yang mencakup seluruh proses kehidupan manusia. Pelayanan keperawatan berupa bantuan yang diberikan dengan alasan : kelemahan fisik, mental, masalah psikososial, keterbatasan pengetahuan, dan ketidakmampuan dalam melakukan kegiatan sehari-hari secara mandiri akibat gangguan patofisiologis, (CHS,1992).
2.2    Salah satu Jenis – jenis Penyakit Bedah
Penyakit Radang Usus Buntu (Appendicitis)
          Radang usus buntu yang dalam bahasa medisnya disebut Appendicitis, merupakan keadaan kedaruratan yang harus cepat ditangani.  Usus buntu, sesuai dengan namanya bahwa ini merupakan benar-benar saluran usus yang ujungnya buntu. Usus ini besarnya kira-kira sejari kelingking, terhubung pada usus besar yang letaknya berada di perut bagian kanan bawah.
          Usus buntu dalam bahasa latin disebut sebagai Appendix vermiformis, Organ ini ditemukan pada manusia, mamalia, burung, dan beberapa jenis reptil. Pada awalnya Organ ini dianggap sebagai organ tambahan yang tidak mempunyai fungsi, tetapi saat ini diketahui bahwa fungsi apendiks adalah sebagai organ imunologik dan secara aktif berperan dalam sekresi immunoglobulin (suatu kekebalan tubuh) dimana memiliki/berisi kelenjar limfoid.
          Seperti organ-organ tubuh yang lain, appendiks atau usus buntu ini dapat mengalami kerusakan ataupun ganguan serangan penyakit. Hal ini yang sering kali kita kenal dengan nama Penyakit Radang Usus Buntu (Appendicitis).
Penyebab Penyakit Radang Usus Buntu (Appendicitis)
          Penyakit radang usus buntu ini umumnya disebabkan oleh infeksi bakteri, namun faktor pencetusnya ada beberapa kemungkinan yang sampai sekarang belum dapat diketahui secara pasti. Di antaranya faktor penyumbatan (obstruksi) pada lapisan saluran (lumen) appendiks oleh timbunan tinja/feces yang keras (fekalit), hyperplasia (pembesaran) jaringan limfoid, penyakit cacing, parasit, benda asing dalam tubuh, cancer primer dan striktur.
          Diantara beberapa faktor diatas, maka yang paling sering ditemukan dan kuat dugaannya sebagai penyabab adalah faktor penyumbatan oleh tinja/feces dan hyperplasia jaringan limfoid. Penyumbatan atau pembesaran inilah yang menjadi media bagi bakteri untuk berkembang biak. Perlu diketahui bahwa dalam tinja/feces manusia sangat mungkin sekali telah tercemari oleh bakteri/kuman Escherichia Coli, inilah yang sering kali mengakibatkan infeksi yang berakibat pada peradangan usus buntu.
          Makan cabai bersama bijinya atau jambu klutuk beserta bijinya sering kali tak tercerna dalam tinja dan menyelinap kesaluran appendiks sebagai benda asin, Begitu pula terjadinya pengerasan tinja/feces (konstipasi) dalam waktu lama sangat mungkin ada bagiannya yang terselip masuk kesaluran appendiks yang pada akhirnya menjadi media kuman/bakteri bersarang dan berkembang biak sebagai infeksi yang menimbulkan peradangan usus buntu tersebut.
          Seseorang yang mengalami penyakit cacing (cacingan), apabila cacing yang beternak didalam usus besar lalu tersasar memasuki usus buntu maka dapat menimbulkan penyakit radang usus buntu.
Gambaran Penyakit Radang Usus Buntu (Appendicitis)
          Peradangan atau pembengkakaan yang terjadi pada usus buntu menyebabkan aliran cairan limfe dan darah tidak sempurna pada usus buntu (appendiks) akibat adanya tekanan, akhirnya usus buntu mengalami kerusakan dan terjadi pembusukan (gangren) karena sudah tak mendapatkan makanan lagi.
Pembusukan usus buntu ini menghasilkan cairan bernanah, apabila tidak segera ditangani maka akibatnya usus buntu akan pecah (perforasi/robek) dan nanah tersebut yang berisi bakteri menyebar ke rongga perut. Dampaknya adalah infeksi yang semakin meluas, yaitu infeksi dinding rongga perut (Peritonitis).
Tanda dan Gejala Penyakit Radang Usus Buntu
Gejala usus buntu bervariasi tergantung stadiumnya;
·               Penyakit Radang Usus Buntu akut (mendadak).
          Pada kondisi ini gejala yang ditimbulkan tubuh akan panas tinggi, mual-muntah, nyeri perut kanan bawah, buat berjalan jadi sakit sehingga agak terbongkok, namun tidak semua orang akan menunjukkan gejala seperti ini, bisa juga hanya bersifat meriang, atau mual-muntah saja.
·               Penyakit Radang Usus Buntu kronik.
          Pada stadium ini gejala yang timbul sedikit mirip dengan sakit maag dimana terjadi nyeri samar (tumpul) di daerah sekitar pusar dan terkadang demam yang hilang timbul. Seringkali disertai dengan rasa mual, bahkan kadang muntah, kemudian nyeri itu akan berpindah ke perut kanan bawah dengan tanda-tanda yang khas pada apendisitis akut yaitu nyeri pd titik (Mc Burney) (istilah kesehatannya).
          Penyebaran rasa nyeri akan bergantung pada arah posisi/letak usus buntu itu sendiri terhadap usus besar, Apabila ujung usus buntu menyentuh saluran kencing ureter, nyerinya akan sama dengan sensasi nyeri kolik saluran kemih, dan mungkin ada gangguan berkemih. Bila posisi usus buntunya ke belakang, rasa nyeri muncul pada pemeriksaan tusuk dubur atau tusuk vagina. Pada posisi usus buntu yang lain, rasa nyeri mungkin tidak spesifik begitu.
Pemeriksaan diagnosa Penyakit Radang Usus Buntu
          Ada beberapa pemeriksaan yang dapat dilakukan oleh Tim Kesehatan untuk menentukan dan mendiagnosa adanya penyakit radang usus buntu (Appendicitis) oleh Pasiennya. Diantaranya adalah pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratorium dan pemeriksaan radiology ;
·               Pemeriksaan fisik.
          Pada appendicitis akut, dengan pengamatan akan tampak adanya pembengkakan (swelling) rongga perut dimana dinding perut tampak mengencang (distensi). Pada perabaan (palpasi) didaerah perut kanan bawah, seringkali bila ditekan akan terasa nyeri dan bila tekanan dilepas juga akan terasa nyeri (Blumberg sign) yang mana merupakan kunci dari diagnosis apendisitis akut.
          Dengan tindakan tungkai kanan dan paha ditekuk kuat / tungkai di angkat tinggi-tinggi, maka rasa nyeri di perut semakin parah. Kecurigaan adanya peradangan usus buntu semakin bertambah bila pemeriksaan dubur dan atau vagina menimbulkan rasa nyeri juga. Suhu dubur (rectal) yang lebih tinggi dari suhu ketiak (axilla), lebih menunjang lagi adanya radang usus buntu.
·               Pemeriksaan Laboratorium.
          Pada pemeriksaan laboratorium darah, yang dapat ditemukan adalah kenaikan dari sel darah putih (leukosit) hingga sekitar 10.000 – 18.000/mm3. Jika terjadi peningkatan yang lebih dari itu, maka kemungkinan apendiks sudah mengalami perforasi (pecah).
·               Pemeriksaan radiologi.
          foto polos perut dapat memperlihatkan adanya fekalit. Namun pemeriksaan ini jarang membantu dalam menegakkan diagnosis apendisitis. Ultrasonografi (USG) cukup membantu dalam penegakkan diagnosis apendisitis (71 – 97 %), terutama untuk wanita hamil dan anak-anak. Tingkat keakuratan yang paling tinggi adalah dengan pemeriksaan CT scan (93 – 98 %). Dengan CT scan dapat terlihat jelas gambaran apendiks.
Penanganan dan Perawatan Penyakit Radang Usus Buntu
          Bila diagnosis sudah pasti, maka penatalaksanaan standar untuk penyakit radang usus buntu (appendicitis) adalah operasi. Pada kondisi dini apabila sudah dapat langsung terdiagnosa kemungkinan pemberian obat antibiotika dapat saja dilakukan, namun demikian tingkat kekambuhannya mencapai 35%.
          Pembedahan dapat dilakukan secara terbuka atau semi-tertutup (laparoskopi). Setelah dilakukan pembedahan, harus diberikan antibiotika selama 7 – 10 hari. Selanjutnya adalah perawatan luka operasi yang harus terhindar dari kemungkinan infeksi sekunder dari alat yang terkontaminasi dll.
2.3    Data Epidemologi tentang Penyakit Radang Usus Buntu (Appendicitis)
          Data epidemiologi apendisitis jarang terjadi pada balita, insidennya hanya 1%. Apendisitis mengalami peningkatan pada masa pubertas, dan mencapai puncaknya pada saat remaja dan awal 20-an, sedangkan penderita apendisitis mengalami penurunan menjelang dewasa (Pieter, 2005). Insiden 12 apendisitis sama banyaknya antara wanita dan laki-laki pada masa prapuber, sedangkan pada masa remaja ratio laki-laki : perempuan menjadi 3:2 dan pada usia diatas 25 tahun ratio ini menjadi 1:1(Telford, Condon, 1996).
          Insiden apendisitis pada laki –laki tertinggi pada umur 10 –14 tahun (27.6% per 10.000 penduduk), sementara pada wanita insiden tertinggi pada umur 15 –19 tahun (20,5% per 10.000 penduduk) (Bernard & David, 2005; douglas & david, 2005).
          Appendicitis menyerang 7-9% dari keseluruhan populasi di Amerika Serikat dan paling sering ditemukan pada umur 10-19 tahun walaupun secara jelas dapat juga terlihat baik pada pasien yang lebih muda maupun yang lebih tua. Insiden appendicitis di Amerika Serikat sekitar 1,1 kasus setiap 1000 orang per tahun.Terdapat faktor predisposisi dari keluarga. Insiden dari appendicitis adalah lebih rendah pada negara dengan budaya konsumsi makanan tinggi serat. Serat makanan dianggap mengurangi kekentalan feses, mengurangi bowel transit time dan mengurangi pembentukan fekalit, yang dapat menyebabkan obstruksi lumenapendiks.
          Insiden apendisitis akut di Negara maju lebih tinggi daripada di Negara berkembang (Pieter,2005). Kejadian ini mungkin disebabkan akibat perubahan pola makan di Negara berkembang yang banyak mengkonsumsi makanan berserat.
          Di Amerika Serikat populasinya 11 kasus per 10.000 populasi tiap tahun, dimana terjadi penurunan jumlah kasus dari 100 kasus menjadi 52 kasus tiap 100.000 penduduk dari tahun 1975-1991(Jaffe dan Berger, 2005).
          Di Indonesia insidens apendisitis akut jarang dilaporkan.Insidens apendisitis akut pada pria berjumlah 242 sedangkan pada wanita jumlahnya 218 dari keseluruhan 460 kasus (Ruchiyat dkk,1999).
          Tahun 2008, insiden apendisitis mengalami peningkatan. Hal ini diakibatkan karena peningkatan konsumsi junk food dari pada makanan berserat.
          Apendisitis kronik insidennya hanya 1- 5 %. Di RSPAD Gatot Soebroto pada tahun 2009, menurut hasil patologi anatomi, tercatat dari 108 penderita pendisitis hanya 13 orang saja yang menderita apendisitis kronik.
          Berdasarkan data yang didapatkan menurut DEPKES RI, jumlah pasien yang menderita penyakit apendiksitis di Indonesia berjumlah sekitar 27% dari jumlah penduduk di Indonesia, di Kalimantan Timur bcrjumlah sekitar 26% dari jumlah penduduk di Kalimantan Timur, sedangkan dari data yang ada pada rekam medik RS Islam Samarinda untuk bulan Januari sampai Juni 2009, tercatat penderita yang dirawat dengan apendiksitis sebanyak 153 orang dengan rincian 57 pasien wanita dan 104 pasien pria. Hal ini membuktikan tingginya angka kesakitan dengan kasus apendiksitis. Sebagian besar kasus apendiksitis di rumah sakit Islam Samarinda diatasi dengan pembedahan. Hasil survey pada tahun 2008 Angka kejadian appendiksitis di sebagian besar wilayah indonesia hingga saat ini masih tinggi. Di Indonesia, jumlah pasien yang menderita penyakit apendiksitis berjumlah sekitar 7% dari jumlah penduduk di Indonesia atau sekitar 179.000 orang. Dari hasil Survey Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) di indonesia, apendisitis akut merupakan salah satu penyebab dari akut abdomen dan beberapa indikasi untuk dilakukan operasi kegawatdaruratan abdomen. Insidens apendiksitis di Indonesia menempati urutan tertinggi di antara kasus kegawatan abdomen lainya (Depkes 2008). Jawa Tengah tahun 2009, jumlah kasus appendiksitis dilaporkan sebanyak 5.980 dan 177 diantaranya menyababkan kematian. Jumlah penderita appendiksitis tertinggi ada di Kota Semarang, yakni 970 orang. Hal ini mungkin terkait dengan diet serat yang kurang pada masyarakat modern (Dinkes Jateng, 2009).
BAB III
PENUTUP
3.1    Kesimpulan
          Radang usus buntu yang dalam bahasa medisnya disebut Appendicitis, merupakan keadaan kedaruratan yang harus cepat ditangani.  Usus buntu, sesuai dengan namanya bahwa ini merupakan benar-benar saluran usus yang ujungnya buntu. Usus ini besarnya kira-kira sejari kelingking, terhubung pada usus besar yang letaknya berada di perut bagian kanan bawah.
          Ada beberapa pemeriksaan yang dapat dilakukan oleh Tim Kesehatan untuk menentukan dan mendiagnosa adanya penyakit radang usus buntu (Appendicitis) oleh Pasiennya. Diantaranya adalah pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratorium dan pemeriksaan radiology ;
          Bila diagnosis sudah pasti, maka penatalaksanaan standar untuk penyakit radang usus buntu (appendicitis) adalah operasi. Pada kondisi dini apabila sudah dapat langsung terdiagnosa kemungkinan pemberian obat antibiotika dapat saja dilakukan, namun demikian tingkat kekambuhannya mencapai 35%.
          Pembedahan dapat dilakukan secara terbuka atau semi-tertutup (laparoskopi). Setelah dilakukan pembedahan, harus diberikan antibiotika selama 7 – 10 hari. Selanjutnya adalah perawatan luka operasi yang harus terhindar dari kemungkinan infeksi sekunder dari alat yang terkontaminasi dll.
          Insiden apendisitis pada laki –laki tertinggi pada umur 10 –14 tahun (27.6% per 10.000 penduduk), sementara pada wanita insiden tertinggi pada umur 15 –19 tahun (20,5% per 10.000 penduduk) (Bernard & David, 2005; douglas & david, 2005).
          Di Indonesia insidens apendisitis akut jarang dilaporkan.Insidens apendisitis akut pada pria berjumlah 242 sedangkan pada wanita jumlahnya 218 dari keseluruhan 460 kasus (Ruchiyat dkk,1999).
3.2    Saran
Penulis mengharapkan perlu adanya peningkatan lintas sektoral dan peran serta pihak surveilans Epidemologi khususnya di wilayah kendari .
DAFTAR PUSTAKA
Soekidjo Notoatmodjo, 2003, Ilmu Kesehatan Masyarakat (Prinsip-Prinsip Dasar), Cetakan Kedua, Rineka Cipta, Jakarta.
http://koranindonesiasehat.wordpress.com/2009/11/28/penyakit-yang-mengancam-jiwa-penyakit-radang-usus-buntu-appendicitis/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar