BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Secara
nasional, pembangunan di bidang kesehatan baik jangka pendek, menengah maupun
jangka panjang pada dasarnya mengarah kepada pencapaian kemampuan untuk hidup
sehat dan produktif bagi setiap warga negara agar dapat terwujud derajat
kesehatan yang optimal sebagai salah satu unsur kesejahteraan umum dari tujuan
nasional kita.
Dalam rangka mewujudkan
pencapaian tujuan tersebut, telah disusun suatu sistem kesehatan nasional
melalui rencana pembangunan lima tahunan bidang kesehatan sebagai sub sistem
dari Rencana Pembangunan Jangka Panjang
Bidang Kesehatan (RPJPK).
1.2
Rumusan Masalah
Masalah yang dibahas dalam
makalah ini tentang Askep Ca Paru
1.3 Ruang
lingkup Masalah
Untuk membatasi pembahasan makalah penulis
hanya menjelaskan tentang Askep Ca
Paru
1.4
Tujuan Penulisan
1.4.1 Tujuan Umum
a.
Untuk menjelaskan pengkajian pasien pada
dengan Ca Paru.
b.
Untuk menjelaskan diagnose keperawatan
pasien gangguan Ca Paru.
c.
Untuk menjelaskan perencanaan pasien Ca Paru
d.
Untuk menjelaskan evaluasi pasien dengan Ca Paru
1.4.2 Tujuan Khusus
a. Dapat mengkaji keperawatan pada pasien dengan Ca Paru.
b. Dapat menyusun rencana
keperawatan terhadap pasien dengan Ca
Paru.
c. Dapat melaksanakan
implementasi keperawatan terhadap pasien dengan Ca Paru.
d. Dapat mengevaluasi hasil
keperawatan yang telah diberikan pada pasien Ca Paru.
BAB II
PEMBAHASAN
ASUHAN KEPERAWATAN CA
PARU
Konsep Dasar Medik
1 Pengertian.
Tumor paru merupakan
keganasan pada jaringan paru (Price, Patofisiologi, 1995).
Kanker paru merupakan
abnormalitas dari sel – sel yang
mengalami proliferasi dalam paru (Underwood, Patologi, 2000).
2 Etiologi.
Meskipun etiologi
sebenarnya dari kanker paru belum diketahui, tetapi ada beberapa faktor yang
agaknya bertanggung jawab dalam peningkatan insiden kanker paru :
2.1 Merokok.
Tak
diragukan lagi merupakan faktor utama. Suatu hubungan statistik yang defenitif
telah ditegakkan antara perokok berat (lebih dari dua puluh batang sehari) dari
kanker paru (karsinoma bronkogenik). Perokok seperti ini mempunyai kecenderung
sepuluh kali lebih besar dari pada perokok ringan. Selanjutnya orang perokok
berat yang sebelumnya dan telah meninggalkan kebiasaannya akan kembali ke pola
resiko bukan perokok dalam waktu sekitar 10 tahun. Hidrokarbon karsinogenik
telah ditemukan dalam ter dari tembakau rokok yang jika dikenakan pada kulit
hewan, menimbulkan tumor.
2.2 Radiasi.
Insiden
karsinoma paru yang tinggi pada penambang kobalt di Schneeberg dan penambang
radium di Joachimsthal (lebih dari 50 % meninggal akibat kanker paru) berkaitan
dengan adanya bahan radioaktif dalam bentuk radon. Bahan ini diduga merupakan
agen etiologi operatif.
2.3 Kanker
paru akibat kerja.
Terdapat
insiden yang tinggi dari pekerja yang terpapar dengan karbonil nikel (pelebur
nikel) dan arsenic (pembasmi rumput). Pekerja pemecah hematite (paru – paru
hematite) dan orang – orang yang bekerja dengan asbestos dan dengan kromat juga
mengalami peningkatan insiden.
2.4 Polusi
udara.
Mereka
yang tinggal di kota mempunyai angka kanker paru yang lebih tinggi dari pada
mereka yang tinggal di desa dan walaupun telah diketahui adanya karsinogen dari
industri dan uap diesel dalam atmosfer di kota. (
Thomson, Catatan Kuliah Patologi,1997).
2.5 Genetik.
Terdapat
perubahan/ mutasi beberapa gen yang berperan dalam kanker paru, yakni
· Proton
oncogen.
· Tumor
suppressor gene.
· Gene
encoding enzyme.
Teori
Onkogenesis.
Terjadinya
kanker paru didasari oleh tampilnya gen suppresor tumor dalam genom (onkogen).
Adanya inisiator mengubah gen supresor tumor dengan cara menghilangkan
(delesi/del) atau penyisipan (insersi/ inS) sebagian susunan pasangan basanya,
tampilnya gen erbB1 dan atau neu/erbB2 berperan dalam anti apoptosis (mekanisme
sel untuk mati secara alamiah- programmed cell death). Perubahan tampilan gen
kasus ini menyebabkan sel sasaran dalam hal ini sel paru berubah menjadi sel
kanker dengan sifat pertumbuhan yang autonom. Dengan demikian kanker merupakan
penyakit genetic yang pada permulaan terbatas pada sel sasaran kemudian menjadi
agresif pada jaringan sekitarnya.
Predisposisi Gen
supresor tumor
Inisitor
Delesi/
insersi
Promotor
Tumor/
autonomi
Progresor
Ekspansi/
metastasis
2.6 Diet.
Dilaporkan
bahwa rendahnya konsumsi betakaroten, seleniumdan vitamin A menyebabkan
tingginya resiko terkena kanker paru. (Ilmu
Penyakit Dalam, 2001).
3 Klasifikasi.
Klasifikasi
menurut WHO untuk Neoplasma Pleura dan Paru – paru (1977) :
Karsinoma
Bronkogenik.
3.1 Karsinoma
epidermoid (skuamosa).
Kanker
ini berasal dari permukaan epitel bronkus. Perubahan epitel termasuk
metaplasia, atau displasia akibat merokok jangka panjang, secara khas
mendahului timbulnya tumor. Terletak sentral sekitar hilus, dan menonjol
kedalam bronki besar. Diameter tumor jarang melampaui beberapa centimeter dan
cenderung menyebar langsung ke kelenjar getah bening hilus, dinding dada dan
mediastinum.
3.2 Karsinoma
sel kecil (termasuk sel oat).
Biasanya
terletak ditengah disekitar percabangan utama bronki.Tumor ini timbul dari sel
– sel Kulchitsky, komponen normal dari epitel bronkus. Terbentuk dari sel – sel
kecil dengan inti hiperkromatik pekat dan sitoplasma sedikit. Metastasis dini
ke mediastinum dan kelenjar limfe hilus, demikian pula dengan penyebaran
hematogen ke organ – organ distal.
3.3 Adenokarsinoma
(termasuk karsinoma sel alveolar).
Memperlihatkan
susunan selular seperti kelenjar bronkus dan dapat mengandung mukus. Kebanyakan
timbul di bagian perifer segmen bronkus dan kadang – kadang dapat dikaitkan
dengan jaringan parut local pada paru – paru dan fibrosis interstisial kronik.
Lesi seringkali meluas melalui pembuluh darah dan limfe pada stadium dini, dan
secara klinis tetap tidak menunjukkan gejala – gejala sampai terjadinya
metastasis yang jauh.
3.4 Karsinoma
sel besar.
Merupakan
sel – sel ganas yang besar dan berdiferensiasi sangat buruk dengan sitoplasma
yang besar dan ukuran inti bermacam – macam. Sel – sel ini cenderung untuk
timbul pada jaringan paru - paru perifer, tumbuh cepat dengan penyebaran
ekstensif dan cepat ke tempat – tempat yang jauh.
3.5 Gabungan
adenokarsinoma dan epidermoid.
3.6 Lain
– lain.
3.6.1 Tumor
karsinoid (adenoma bronkus).
3.6.2 Tumor
kelenjar bronchial.
3.6.3 Tumor
papilaris dari epitel permukaan.
3.6.4 Tumor
campuran dan Karsinosarkoma
3.6.5 Sarkoma
3.6.6 Tak
terklasifikasi.
3.6.7 Mesotelioma.
3.6.8 Melanoma.
(Price,
Patofisiologi, 1995).
4 Manifestasi Klinis.
4.1 Gejala
awal.
Stridor
lokal dan dispnea ringan yang mungkin disebabkan oleh obstruksi bronkus.
4.2 Gejala
umum.
4.2.1 Batuk
Kemungkinan
akibat iritasi yang disebabkan oleh massa tumor. Batuk mulai sebagai batuk
kering tanpa membentuk sputum, tetapi berkembang sampai titik dimana dibentuk
sputum yang kental dan purulen dalam berespon terhadap infeksi sekunder.
4.2.2 Hemoptisis
Sputum
bersemu darah karena sputum melalui permukaan tumor yang mengalami ulserasi.
2.4.3 Anoreksia,
lelah, berkurangnya berat badan.
5 Patofisiologi.
Dari etiologi yang
menyerang percabangan segmen/ sub bronkus menyebabkan cilia hilang dan
deskuamasi sehingga terjadi pengendapan karsinogen. Dengan adanya pengendapan
karsinogen maka menyebabkan metaplasia,hyperplasia dan displasia. Bila lesi
perifer yang disebabkan oleh metaplasia, hyperplasia dan displasia menembus
ruang pleura, biasa timbul efusi pleura, dan bisa diikuti invasi langsung pada
kosta dan korpus vertebra.
Lesi yang letaknya sentral
berasal dari salah satu cabang bronkus yang terbesar. Lesi ini menyebabkan
obstuksi dan ulserasi bronkus dengan diikuti dengan supurasi di bagian distal.
Gejala – gejala yang timbul dapat berupa
batuk, hemoptysis, dispneu, demam, dan dingin.Wheezing unilateral dapat
terdengan pada auskultasi.
Pada stadium lanjut,
penurunan berat badan biasanya menunjukkan adanya metastase, khususnya pada
hati. Kanker paru dapat bermetastase ke struktur – struktur terdekat seperti
kelenjar limfe, dinding esofagus, pericardium, otak, tulang rangka.
6 Pemeriksaan Dignostik.
6.1 Radiologi.
6.1.1 Foto
thorax posterior – anterior (PA) dan leteral serta Tomografi dada.
Merupakan
pemeriksaan awal sederhana yang dapat mendeteksi adanya kanker paru.
Menggambarkan bentuk, ukuran dan lokasi lesi. Dapat menyatakan massa udara pada
bagian hilus, effuse pleural, atelektasis erosi tulang rusuk atau vertebra.
6.1.2 Bronkhografi.
Untuk melihat tumor
di percabangan bronkus.
6.2 Laboratorium.
6.2.1 Sitologi
(sputum, pleural, atau nodus limfe).
Dilakukan untuk
mengkaji adanya/ tahap karsinoma.
6.2.2 Pemeriksaan
fungsi paru dan GDA
Dapat dilakukan
untuk mengkaji kapasitas untuk memenuhi kebutuhan ventilasi.
6.2.3 Tes
kulit, jumlah absolute limfosit.
Dapat dilakukan
untuk mengevaluasi kompetensi imun (umum pada kanker paru).
6.3 Histopatologi.
6.3.1 Bronkoskopi.
Memungkinkan
visualisasi, pencucian bagian,dan pembersihan sitologi lesi (besarnya karsinoma
bronkogenik dapat diketahui).
6.3.2 Biopsi
Trans Torakal (TTB).
Biopsi dengan TTB
terutama untuk lesi yang letaknya perifer dengan ukuran < 2 cm,
sensitivitasnya mencapai 90 – 95 %.
6.3.3 Torakoskopi.
Biopsi tumor
didaerah pleura memberikan hasil yang lebih baik dengan cara torakoskopi.
6.3.4 Mediastinosopi.
Umtuk mendapatkan
tumor metastasis atau kelenjar getah bening yang terlibat.
6.3.5 Torakotomi.
Totakotomi untuk
diagnostic kanker paru dikerjakan bila bermacam – macam prosedur non invasif
dan invasif sebelumnya gagal mendapatkan sel tumor.
6.4 Pencitraan.
6.4.1 CT-Scanning,
untuk mengevaluasi jaringan parenkim paru dan pleura.
6.4.2 MRI,
untuk menunjukkan keadaan mediastinum.
7 Penatalaksanaan.
7.1 Tujuan
pengobatan kanker dapat berupa :
7.1.1 Kuratif
Memperpanjang
masa bebas penyakit dan meningkatkan angka harapan hidup klien.
7.1.2 Paliatif.
Mengurangi
dampak kanker, meningkatkan kualitas hidup.
7.1.3 Rawat
rumah (Hospice care) pada kasus terminal.
Mengurangi
dampak fisis maupun psikologis kanker baik pada pasien maupun keluarga.
7.1.4 Supotif.
Menunjang
pengobatan kuratif, paliatif dan terminal sepertia pemberian nutrisi, tranfusi
darah dan komponen darah, obat anti nyeri dan anti infeksi.
(Ilmu
Penyakit Dalam, 2001 dan Doenges, rencana Asuhan Keperawatan, 2000)
7.2 Pembedahan.
Tujuan
pada pembedahan kanker paru sama seperti penyakit paru lain, untuk mengangkat semua jaringan yang sakit sementara
mempertahankan sebanyak mungkin fungsi paru – paru yang tidak terkena kanker.
7.2.1 Toraktomi
eksplorasi.
Untuk
mengkomfirmasi diagnosa tersangka penyakit paru atau toraks khususnya
karsinoma, untuk melakukan biopsy.
7.2.2 Pneumonektomi
pengangkatan paru).
Karsinoma
bronkogenik bilaman dengan lobektomi tidak semua lesi bisa diangkat.
7.2.3 Lobektomi
(pengangkatan lobus paru).
Karsinoma
bronkogenik yang terbatas pada satu lobus, bronkiaktesis bleb atau bula
emfisematosa; abses paru; infeksi jamur; tumor jinak tuberkulois.
7.2.4 Resesi
segmental.
Merupakan
pengangkatan satu atau
lebih segmen paru.
7.2.5 Resesi
baji.
Tumor
jinak dengan batas tegas, tumor metas metik, atau penyakit peradangan yang
terlokalisir. Merupakan pengangkatan dari permukaan paru – paru berbentuk baji
(potongan es).
7.2.6 Dekortikasi.
Merupakan
pengangkatan bahan – bahan fibrin dari pleura viscelaris)
7.3 Radiasi
Pada
beberapa kasus, radioterapi dilakukan sebagai pengobatan kuratif dan bisa juga
sebagai terapi adjuvant/ paliatif pada tumor dengan komplikasi, seperti
mengurangi efek obstruksi/ penekanan terhadap pembuluh darah/ bronkus.
7.4 Kemoterafi.
Kemoterapi
digunakan untuk mengganggu pola pertumbuhan tumor, untuk menangani pasien
dengan tumor paru sel kecil atau dengan metastasi luas serta untuk melengkapi
bedah atau terapi radiasi.
Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Kanker Paru.
1. Pengkajian.
1.1 Preoperasi
(Doenges, Rencana Asuhan Keperawatan,1999).
1.1.1 Aktivitas/
istirahat.
Gejala : Kelemahan, ketidakmampuan mempertahankan
kebiasaan rutin,
dispnea karena aktivitas.
Tanda : Kelesuan( biasanya tahap lanjut).
1.1.2 Sirkulasi.
Gejala : JVD (obstruksi vana kava).
Bunyi jantung : gesekan pericardial (menunjukkan efusi).
Takikardi/ disritmia.
Jari tabuh.
1.1.3 Integritas
ego.
Gejala : Perasaan taku. Takut hasil pembedahan
Menolak kondisi yang berat/ potensi keganasan.
Tanda : Kegelisahan, insomnia, pertanyaan yang
diulang – ulang.
1.1.4 Eliminasi.
Gejala : Diare yang hilang timbul (karsinoma sel
kecil).
Peningkatan
frekuensi/ jumlah urine (ketidakseimbangan
hormonal, tumor epidermoid)
1.1.5 Makanan/
cairan.
Gejala : Penurunan berat badan, nafsu makan buruk,
penurunan masukan
makanan.
Kesulitan menelan
Haus/
peningkatan masukan cairan.
Tanda : Kurus, atau penampilan kurang berbobot
(tahap lanjut)
Edema
wajah/ leher, dada punggung (obstruksi vena kava), edema wajah/ periorbital
(ketidakseimbangan hormonal, karsinoma sel kecil)
Glukosa
dalam urine (ketidakseimbangan hormonal, tumor epidermoid).
1.1.6 Nyeri/
kenyamanan.
Gejala : Nyeri dada (tidak biasanya ada pada tahap
dini dan tidak selalu
pada
tahap lanjut) dimana dapat/ tidak dapat dipengaruhi oleh perubahan posisi.
Nyeri
bahu/ tangan (khususnya pada sel besar atau adenokarsinoma)
Nyeri
abdomen hilang timbul.
1.1.7 Pernafasan.
Gejala : Batuk ringan atau perubahan pola batuk dari
biasanya dan atau
produksi
sputum.
Nafas
pendek
Pekerja
yang terpajan polutan, debu industri
Serak,
paralysis pita suara.
Riwayat
merokok
Tanda : Dispnea, meningkat dengan kerja
Peningkatan
fremitus taktil (menunjukkan konsolidasi)
Krekels/
mengi pada inspirasi atau ekspirasi (gangguan aliran udara), krekels/ mengi
menetap; pentimpangan trakea ( area yang mengalami lesi).
Hemoptisis.
1.1.8 Keamanan.
Tanda : Demam mungkin ada (sel besar atau karsinoma)
Kemerahan,
kulit pucat (ketidakseimbangan hormonal, karsinoma sel kecil)
1.1.9 Seksualitas.
Tanda : Ginekomastia (perubahan hormone neoplastik,
karsinoma sel
besar)
Amenorea/
impotent (ketidakseimbangan hormonal, karsinoma sel kecil)
1.1.10 Penyuluhan.
Gejala :
Faktor resiko keluarga, kanker(khususnya paru), tuberculosis
Kegagalan
untuk membaik.
1.2 Pascaoperasi
(Doenges, Rencana Asuhan Keperawatan, 1999).
1.2.1 Karakteristik
dan kedalaman pernafasan dan warna kulit pasien.
1.2.2 Frekuensi
dan irama jantung.
1.2.3 Pemeriksaan
laboratorium yang terkait (GDA. Elektolit serum, Hb dan Ht).
1.2.4 Pemantauan
tekanan vena sentral.
1.2.5 Status
nutrisi.
1.2.6 Status
mobilisasi ekstremitas khususnya ekstremitas atas di sisi yang di operasi.
1.2.7 Kondisi
dan karakteristik water seal drainase.
1). Aktivitas atau
istirahat.
Gejala :
Perubahan aktivitas, frekuensi tidur berkurang.
2). Sirkulasi.
Tanda :
denyut nadi cepat, tekanan darah tinggi.
3). Eliminasi.
Gejala :
menurunnya frekuensi eliminasi BAB
Tanda : Kateter urinarius terpasang/ tidak,
karakteristik urine
Bisng usus, samara atau jelas.
4). Makanan dan
cairan.
Gejala :
Mual atau muntah
5). Neurosensori.
Gejala : Gangguan gerakan dan sensasi di bawah
tingkat anastesi.
6). Nyeri dan
ketidaknyamanan.
Gejala : Keluhan nyeri, karakteristik nyeri
Nyeri,
ketidaknyamanan dari berbagai sumber misalnya insis atau efek – efek anastesi.
2. Diagnosa Keperawatan dan Rencana
Keperawatan.
2.1 Preoperasi
(Gale, Rencana Asuhan Keperawatan Onkologi, 2000, dan Doenges, Rencana Asuhan
Keperawatan, 1999).
2.1.1 Kerusakan
pertukaran gas
Dapat dihubungkan :
Hipoventilasi.
Kriteria hasil :
-
Menunjukkan perbaikan ventilasi dan
oksigenisi adekuat dengan GDA dalam rentang normal dan bebas gejala distress
pernafasan.
-
Berpartisipasi dalam program pengobatan,
dalam kemampuan/ situasi.
Intervensi :
a)
Kaji status pernafasan dengan sering, catat
peningkatan frekuensi atau upaya pernafasan atau perubahan pola nafas.
Rasional : Dispnea merupakan mekanisme kompensasi
adanya tahanan jalan nafas.
b)
Catat ada
atau tidak adanya bunyi tambahan dan adanya bunyi tambahan, misalnya
krekels, mengi.
Rasional : Bunyi nafas dapat menurun, tidak sama atau
tak ada pada area yang sakit.Krekels adalah bukti peningkatan cairan dalam area
jaringan sebagai akibat peningkatan permeabilitas membrane alveolar-kapiler.
Mengi adalah bukti adanya tahanan atau penyempitan jalan nafas sehubungan
dengan mukus/ edema serta tumor.
c)
Kaji adanmya sianosis
Rasional : Penurunan oksigenasi bermakna terjadi
sebelum sianosis. Sianosis sentral dari “organ” hangat contoh, lidah, bibir dan
daun telinga adalah paling indikatif.
d)
Kolaborasi pemberian oksigen lembab sesuai
indikasi
Rasional : Memaksimalkan sediaan oksigen untuk
pertukaran.
e)
Awasi atau gambarkan seri GDA.
Rasional : Menunjukkan ventilasi atau oksigenasi.
Digunakan sebagai dasar evaluasi keefktifan terapi atau indikator kebutuhan
perubahan terapi.
2.1.2 Bersihan
jalan nafas tidak efektif.
Dapat dihubungkan :
- Kehilangan fungsi
silia jalan nafas
- Peningkatan
jumlah/ viskositas sekret paru.
- Meningkatnya
tahanan jalan nafas
Kriteria hasil :
- Menyatakan/
menunjukkan hilangnya dispnea.
- Mempertahankan
jalan nafas paten dengan bunyi nafas bersih
- Mengeluarkan
sekret tanpa kesulitan.
-
Menunjukkan perilaku untuk memperbaiki/ mempertahankan bersiahn jalan nafas.
Intervensi :
a) Catat perubahan upaya dan pola bernafas.
Rasional : Penggunaan otot interkostal/ abdominal dan
pelebaran nasal menunjukkan peningkatan upaya bernafas.
b) Observasi penurunan ekspensi dinding dada
dan adanya.
Rasional : Ekspansi dad terbatas atau tidak sama
sehubungan dengan akumulasi cairan, edema, dan sekret dalam seksi lobus.
c) Catat karakteristik batuk (misalnya,
menetap, efektif, tak efektif), juga produksi dan karakteristik sputum.
Rasional : Karakteristik batuk dapat berubah
tergantung pada penyebab/ etiologi gagal perbafasan. Sputum bila ada mungkin
banyak, kental, berdarah, adan/ atau puulen.
d) Pertahankan posisi tubuh/ kepala tepat dan
gunakan alat jalan nafas sesuai kebutuhan.
Rasional : Memudahkan memelihara jalan nafas atas
paten bila jalan nafas pasein dipengaruhi.
e) Kolaborasi pemberian bronkodilator, contoh
aminofilin, albuterol dll. Awasi untuk efek samping merugikan dari obat, contoh
takikardi, hipertensi, tremor, insomnia.
Rasional : Obat diberikan untuk menghilangkan spasme
bronkus, menurunkan viskositas sekret, memperbaiki ventilasi, dan memudahkan
pembuangan sekret. Memerlukan perubahan dosis/ pilihan obat.
2.1.3 Ketakutan/Anxietas.
Dapat dihubungkan :
- Krisis situasi
- Ancaman untuk/
perubahan status kesehatan, takut mati.
- Faktor
psikologis.
Kriteria hasil :
-
Menyatakan kesadaran terhadap ansietas dan cara sehat untuk mengatasinya.
-
Mengakui dan mendiskusikan takut.
- Tampak rileks dan melaporkan ansietas menurun
sampai tingkat dapat diatangani.
- Menunjukkan pemecahan masalah dan pengunaan
sumber efektif.
Intervensi
:
a) Observasi peningkatan gelisah, emosi labil.
Rasional : Memburuknya penyakit dapat menyebabkan
atau meningkatkan ansietas.
b) Pertahankan lingkungan tenang dengan sedikit
rangsangan.
Rasional : Menurunkan ansietas dengan meningkatkan
relaksasi dan penghematan energi.
c) Tunjukkan/ Bantu dengan teknik relaksasi,
meditasi, bimbingan imajinasi.
Rasional : Memberikan kesempatan untuk pasien
menangani ansietasnya sendiri dan merasa terkontrol.
d) Identifikasi perspsi klien terhadap ancaman
yang ada oleh situasi.
Rasional : Membantu pengenalan ansietas/ takut dan
mengidentifikasi tindakan yang dapat membantu untuk individu.
e) Dorong pasien untuk mengakui dan menyatakan
perasaan.
Rasional : Langkah awal dalam mengatasi perasaan
adalah terhadap identifikasi dan ekspresi. Mendorong penerimaan situasi dan
kemampuan diri untuk mengatasi.
2.1.4 Kurang
pengetahuan mengenai kondisi, tindakan, prognosis.
Dapat dihubungkan :
- Kurang informasi.
- Kesalahan
interpretasi informasi.
- Kurang mengingat.
Kriteria hasil :
-
Menjelaskan hubungan antara proses penyakit
dan terapi.
-
Menggambarkan/ menyatakan diet, obat, dan program
aktivitas.
-
Mengidentifikasi dengan benar tanda dan
gejala yang memerlukan perhatian medik.
-
Membuat perencanaan untuk perawatan lanjut.
Intervensi :
a)
Dorong belajar untuk memenuhi kebutuhan
pasien. Beriak informasi dalam cara yang jelas/ ringkas.
Rasional : Sembuh dari gangguan gagal paru dapat
sangat menghambat lingkup perhatian pasien, konsentrasi dan energi untuk
penerimaan informasi/ tugas baru.
b)
Berikan informasi verbal dan tertulis
tentang obat
Rasional : Pemberian instruksi penggunaan obat yang aman
memmampukan pasien untuk mengikuti dengan tepat program pengobatan.
c)
Kaji konseling nutrisi tentang rencana
makan; kebutuhan makanan kalori tinggi.
Rasional : Pasien dengan masalah pernafasan berat
biasanya mengalami penurunan berat badan dan anoreksia sehingga memerlukan
peningkatan nutrisi untuk menyembuhan.
d)
Berikan pedoman untuk aktivitas.
Rasional : Pasien harus menghindari untuk terlalu
lelah dan mengimbangi periode istirahatdan aktivitas untuk meningkatkan
regangan/ stamina dan mencegah konsumsi/ kebutuhan oksigen berlebihan.
2.2 Pascaoperasi
(Doenges, Rencana Asuhan Keperawatan, 1999).
2.2.1 Kerusakan
pertukaran gas.
Dapat dihubungkan :
- Pengangkatan
jaringan paru
- Gangguan suplai
oksigen
- Penurunan
kapasitas pembawa oksigen darah (kehilangan darah).
Kriteria hasil :
-
Menunjukkan perbaikan ventilasi dan oksigenasi jaringan adekuat dengan GDA
dalam rentang normal.
-
Bebas gejala distress pernafasan.
Intervensi
:
a) Catat
frekuensi, kedalaman dan kemudahan pernafasan. Observasi penggunaan otot bantu,
nafas bibir, perubahan kulit/ membran mukosa.
Rasional : Pernafasan meningkat sebagai akibat nyeri
atau sebagai mekanisme kompensasi awal terhadap hilangnya jaringan paru.
b) Auskultasi
paru untuk gerakamn udara dan bunyi nafas tak normal.
Rasional : Konsolidasi dan kurangnya gerakan udara
pada sisi yang dioperasi normal pada pasien pneumonoktomi. Namun, pasien
lubektomi harus menunjukkan aliran udara normal pada lobus yang masih ada.
c) Pertahankan
kepatenan jalan nafas pasien dengan memberikan posisi, penghisapan, dan
penggunaan alat
Rasional : Obstruksi jalan nafas mempengaruhi
ventilasi, menggangu pertukaran gas.
d) Ubah
posisi dengan sering, letakkan pasien pada posisi duduk juga telentang sampai
posisi miring.
Rasional : Memaksimalkan ekspansi paru dan drainase
sekret.
e)
Dorong/ bantu dengan latihan nafas dalam
dan nafas bibir dengan tepat.
Rasional : Meningkatkan ventilasi maksimal dan
oksigenasi dan menurunkan/ mencegah atelektasis.
2.2.2 Bersihan
jalan nafas tidak efektif
Dapat dihubungkan :
- Peningkatan jumlah/
viskositas sekret
- Keterbatasan
gerakan dada/ nyeri.
- Kelemahan/
kelelahan.
Kriteria hasil :
Menunjukkan patensi
jalan nafas, dengan cairan sekret mudah dikeluarkan, bunyi nafas jelas, dan
pernafasan tak bising.
Intervensi :
a) Auskultasi dada untuk karakteristik bunyi
nafas dan adanya sekret.
Rasional : Pernafasan bising, ronki, dan mengi
menunjukkan tertahannya sekret dan/ atau obstruiksi jalan nafas.
b) Bantu pasien dengan/ instruksikan untuk nafas
dalam efektif dan batuk dengan posisi duduk tinggi dan menekan daerah insisi.
Rasional : Posisi duduk memungkinkan ekspansi paru
maksimal dan penekanan menmguatkan upaya batuk untuk memobilisasi dan membuang
sekret. Penekanan dilakukan oleh perawat.
c) Observasi jumlah dan karakter sputum/
aspirasi sekret.
Rasional : Peningkatan jumlah sekret tak berwarna /
berair awalnya normal dan harus menurun sesuai kemajuan penyembuhan.
d) Dorong masukan cairan per oral (sedikitnya
2500 ml/hari) dalam toleransi jantung.
Rasional : Hidrasi adekuat untuk mempertahankan
sekret hilang/ peningkatan pengeluaran.
e) Kolaborasi pemberian bronkodilator,
ekspektoran, dan/ atau analgetik sesuai indikasi.
Rasional : Menghilangkan spasme bronkus untuk
memperbaiki aliran udara, mengencerkan dan menurunkan viskositas sekret.
2.2.3 Nyeri
(akut).
Dapat dihubungkan :
- Insisi bedah,
trauma jaringan, dan gangguan saraf internal.
- Adanya selang
dada.
- Invasi kanker ke
pleura, dinding dada
Kriteria hasil :
- Melaporkan neyri
hilang/ terkontrol.
- Tampak rileks dan
tidur/ istirahat dengan baik.
- Berpartisipasi
dalam aktivitas yang diinginkan/ dibutuhkan.
Intervensi :
a) Tanyakan pasien tentang nyeri. Tentukan
karakteristik nyeri. Buat rentang intensitas pada skala 0 – 10.
Rasional : Membantu dalam evaluasi gejala nyeri
karena kanker. Penggunaan skala rentang
membantu pasien dalam mengkaji tingkat nyeri dan memberikan alat untuk evaluasi
keefktifan analgesic, meningkatkan control nyeri.
b) Kaji pernyataan verbal dan non-verbal nyeri
pasien.
Rasional : Ketidaklsesuaian antar petunjuk verbal/
non verbal dapat memberikan petunjuk derajat nyeri, kebutuhan/ keefketifan
intervensi.
c) Catat kemungkinan penyebab nyeri
patofisologi dan psikologi.
Rasional : Insisi posterolateral lebih tidak nyaman
untuk pasien dari pada insisi anterolateral. Selain itu takut, distress,
ansietas dan kehilangan sesuai diagnosa kanker dapat mengganggu kemampuan
mengatasinya.
d) Dorong menyatakan perasaan tentangnyeri.
Rasional : Takut/ masalah dapat meningkatkan tegangan
otot dan menurunkan ambang persepsi nyeri.
e) Berikan tindakan kenyamanan. Dorong dan
ajarkan penggunaan teknik relaksasi
Meningkatkan relaksasi dan pengalihan
perhatian.
2.2.4 Anxietas.
Dapat dihubungkan:
-
Krisis situasi
-
Ancaman/ perubahan status kesehatan
-
Adanya ancman kematian.
Kriteria hasil :
-
Mengakui dan mendiskusikan takut/ masalah
-
Menunjukkan rentang perasaan yang tepat dan
penampilan wajah tampak rileks/ istirahat
-
Menyatakan pengetahuan yang akurat tentang
situasi.
Intervensi :
a)
Evaluasi tingkat pemahaman pasien/ orang
terdekat tentang diagnosa.
Rasional : Pasien dan orang terdekat mendengar dan
mengasimilasi informasi baru yang meliputi perubahan ada gambaran diri dan pola
hidup. Pemahaman persepsi ini melibatkan susunan tekanan perawatan individu dan
memberikan informasi yang perlu untuk memilih intervensi yang tepat.
b)
Akui rasa takut/ masalah pasien dan dorong
mengekspresikan perasaan
Rasional : Dukungan memampukan pasien mulai membuka
atau menerima kenyataan kanker dan pengobatannya.
c)
Terima penyangkalan pasien tetapi jangan dikuatkan.
Rasional : Bila penyangkalan ekstrem atau ansiatas
mempengaruhi kemajuan penyembuhan, menghadapi isu pasien perlu dijelaskan dan
emebuka cara penyelesaiannya.
d)
Berikan kesempatan untuk bertanya dan jawab
dengan jujur. Yakinkan bahwa pasien dan pemberi perawatan mempunyai pemahaman
yang sama.
Rasional : Membuat kepercayaan dan menurunkan
kesalahan persepsi/ salah interpretasi terhadap informasi..
e)
Libatkan pasien/ orang terdekat dalam
perencanaan perawatan. Berikan waktu untuk menyiapkan peristiwa/ pengobatan.
Rasional : Dapat membantu memperbaiki beberapa
perasaan kontrol/ kemandirian pada pasien yang merasa tek berdaya dalam
menerima pengobatan dan diagnosa.
f)
Berikan kenyamanan fiik pasien.
Rasional : Ini sulit untuk menerima dengan isu emosi
bila pengalaman ekstrem/ ketidaknyamanan fisik menetap.
2.2.5 Kurang
pengetahuan mengenai kondisi, tindakan, prognosis.
Dapat dihubungkan :
-
Kurang atau tidak mengenal informasi/
sumber
-
Salah interperatasi informasi.
-
Kurang mengingat
Kriteria hasil :
-
Menyatakan pemahaman seluk beluk diagnosa,
program pengobatan.
-
Melakukan dengan benar prosedur yang perlu
dan menjelaskan alas an tindakan tersebut.
-
Berpartisipasi dalam proses belajar.
-
Melakukan perubahan pola hidup.
Intervensi :
a)
Diskusikan diagnosa, rencana/ terapi sasat
ini dan hasil yang diharapkan.
Rasional : Memberikan informasi khusus individu,
membuat pengetahuan untuk belajar lanjut tentang manajemen di rumah. Radiasi
dan kemoterapi dapat menyertai intervensi bedah dan informasi penting untuk
memampukan pasien/ orang terdekat untuk membuat keputusan berdasarkan
informasi.
b)
Kuatkan penjelasan ahli bedah tentang
prosedur pembedahan dengan memberikan diagram yang tepat. Masukkan informasi
ini dalam diskusi tentang harapan jangka pendek/ panjang dari penyembuhan.
Rasional : Lamanya rehabilitasi dan prognosis
tergantung pada tipe pembedahan, kondisi preoperasi, dan lamanya/ derajat
komplikasi.
c)
Diskusikan perlunya perencanaan untuk
mengevaluasi perawatan saat pulang.
Rasional : Pengkajian evaluasi status pernafasan dan
kesehatan umum penting sekali untuk meyakinkan penyembuhan optimal. Juga
memberikan kesempatan untuk merujuk masalah/ pertanyaan pada waktu yang sedikit
stres.
DAFTAR PUSTAKA
Doenges,
Marilynn E, (1999), Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman Untuk Perencanaan dan
Pendokumentasian Perawatan Pasien, Edisi 3, EGC, Jakarta
Long,
Barbara C, (1996), Perawatan Medikal Bedah; Suatu Pendekatan Proses Holistik,
Yayasan Ikatan Alumni Pendidikan Keperawatan Padjajaran, Bandung.
Suyono,
Slamet, (2001), Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jilid II, Edisi 3, Balai
Penerbit FKUI, Jakarta.
Underwood,
J.C.E, (1999), Patologi Umum dan Sistematik, Edisi 2, EGC, Jakarta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar