Family

Family

Kamis, 10 April 2014

Makalah Filariasis Limfatik



BAB  I
PENDAHULUAN
1.1.       Latar Belakang
Filariasis atau elephantiasis atau yang dalam bahasa Indonesia dikenal sebagai penyakit kaki gajah, dan di beberapa daerah menyebutnya untut adalah penyakit yang disebabkan karena infeksi cacing filaria.
Penyakit kaki gajah disebabkan oleh cacing dari kelompok nematoda, yaitu Wucheraria bancrofti, Brugia malayi dan Brugia timori. Ketiga jenis cacing tersebut menyebabkan penyakit kaki gajah dengan cara penularan dan gejala klinis, serta pengobatan yang sama. Cacing betina akan menghasilkan (melahirkan) larva, disebut mikrofilaria, yang akan bermigrasi kedalam sistem peredaran darah. Penyakit kaki gajah terutama disebabkan karena adanya cacing dewasa yang hidup di saluran getah bening. Cacing tersebut akan merusak saluran getah bening yang mengakibatkan cairan getah bening tidak dapat tersalurkan dengan baik sehingga menyebabkan pembengkakan pada tungkai dan lengan. Cacing dewasa mampu bertahan hidup selama 5 – 7 tahun di dalam kelenjar getah bening.
Data WHO menunjukkan bahwa di dunia terdapat 1,3 miliar penduduk yang berada di lebih dari 83 negara berisiko tertular filariasis, dan lebih dari 60% negara-negara tersebut berada di Asia Tenggara. Diperkirakan lebih dari 120 juta orang diantaranya sudah terinfeksi dengan 43 juta orang sudah menunjukkan gejala klinis berupa pembengkakan anggota tubuh di kaki atau lengan (Lymphoedema) atau anggota tubuh lainnya. Penyakit ini tersebar luas terutama di pedesaan, dapat menyerang semua golongan umur baik anak-anak maupun dewasa, laki-laki dan perempuan.
            Penyakit ini merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat yang serius di Indonesia. Diperkirakan sampai tahun 2009 penduduk berisiko tertular filariasis lebih dari 125 juta orang yang tersebar di 337 kabupaten/kota endemis filariasis dengan 11.914 kasus kronis yang dilaporkan dan diestimasikan prevalensi microfilaria 19%, kurang lebih penyakit ini akan mengenai 40 juta penduduk.

Penyakit kaki gajah merupakan salah satu penyakit di daerah tropis dan sub tropis yang sebelumnya terabaikan. Mengingat penyebaran yang sangat luas di Indonesia maka bila tidak ditangani dengan baik dapat menyebabkan kecacatan dan stigma psikososial yang berdampak pada penurunan produktivitas penderita, beban keluarga dan kerugian ekonomi yang besar bagi negara. Oleh karena itu penyakit kaki gajah ini telah menjadi salah satu penyakit menular yang diprioritaskan untuk dieliminasi. Di tingkat global, program eliminasi filariasis telah dicanangkan sejak 1999, dan WHO terus menggerakkan program eliminasi ini di negara endemis, termasuk Indonesia.
Pelaksanaan POMP filariaris dilakukan dengan berbasis kabupaten / kota. Walau sudah berbasis kabupaten, upaya program tersebut belum dapat menjangkau seluruh penduduk di wilayah kabupaten / kota tersebut. Pola program semacam ini tidaklah efisien dan tidak efektif karena tetap terdapat risiko penularan (re-infeksi) karena belum seluruh penduduk terlindungi. Untuk itu, pelaksanaan POMP filariasis perlu direncanakan secara komprehensif dan mencakup seluruh wilayah endemis di Indonesia.
Maka dari itu penyusun tertarik untuk mengambil judul mengenai penyakit filariasis agar perawat dapat memahami factor penyebab, tanda gejala serta cara pencegahan dan penanggulangan dari penyakit filariasis ini mengingat penyakit ini angka kejadiannya cukup tinggi.
1.2  Rumusan Masalah
1.2.1   Apa definisi Filariasis?
1.2.2   Apa Etiologi/Penyebab Filariasis?
1.2.3   Bagaimana Patofisiologi Filariasis?
1.3  Tujuan
1.3.1   Mengetahui  pengertian Filariasis.
1.3.2   Mengetahui  penyebab Filariasis.
1.3.4   Mengetahui bagaimana Patofisiologi Filariasis.


1.4  Manfaat
1.4.1   Makalah ini diharapkan dapat menjadi sumber pengetahuan, agar kedepan kita dapat berbuat dan bertindak untuk mengenali dan mengatasi serta menghindari penyakit Filariasis.
1.4.2   Penulis dapat lebih mengetahui dan memahami secara spesifik tentang Filariasis.
























BAB II
PEMBAHASAN
2.1       Definisi
Penyakit Kaki Gajah (Filariasis atau Elephantiasis) adalah golongan penyakit menular yang disebabkan oleh cacing Filaria yang ditularkan melalui berbagai jenis nyamuk. Setelah tergigit nyamuk, parasit (larva) akan menjalar dan ketika sampai pada jaringan sistem lympa maka berkembanglah menjadi penyakit tersebut. Tidak seperti Malaria dan Demam berdarah, Filariasis dapat ditularkan oleh 23 spesies nyamuk dari genus Anopheles, Culex, Mansonia, Aedes & Armigeres. Karena inilah, Filariasis dapat menular dengan sangat cepat.
Penyakit ini bersifat menahun (kronis) dan bila tidak mendapatkan pengobatan, dapat menimbulkan cacat menetap berupa pembesaran kaki, lengan dan alat kelamin baik perempuan maupun laki-laki. Penyakit Kaki Gajah bukanlah penyakit yang mematikan, namun demikian bagi penderita mungkin menjadi sesuatu yang dirasakan memalukan bahkan dapat mengganggu aktifitas sehari-hari.
Penyakit Kaki Gajah umumnya banyak terdapat pada wilayah tropis. Menurut info dari WHO, urutan negara yang terdapat penderita mengalami penyakit kaki gajah adalah Asia Selatan (India dan Bangladesh), Afrika, Pasifik dan Amerika. Belakangan banyak pula terjadi di negara Thailan dan Indonesia (Asia Tenggara).
Di Indonesia penyakit Kaki Gajah tersebar luas hampir di Seluruh propinsi. Berdasarkan laporan dari hasil survei pada tahun 2000 yang lalu tercatat sebanyak 1553 desa di 647 Puskesmas tersebar di 231 Kabupaten 26 Propinsi sebagai lokasi yang endemis, dengan jumlah kasus kronis 6233 orang. Hasil survai laboratorium, melalui pemeriksaan darah jari, rata-rata Mikrofilaria rate (Mf rate) 3,1 %, berarti sekitar 6 juta orang sudah terinfeksi cacing filaria dan sekitar 100 juta orang mempunyai resiko tinggi untuk ketularan karena nyamuk penularnya tersebar luas.



2.2       Etiologi
Penyakit ini disebabkan oleh 3 spesies cacing filarial : Wuchereria Bancrofti, Brugia Malayi, Brugia Timori. cacing ini menyerupai benang dan hidup dalam tubuh manusia terutama dalam kelenjar getah bening dan darah. Cacing ini dapat hidup dalam kelenjar getah bening manusia selama 4-6 tahun dan dalam tubuh manusia cacing dewasa betina menghasilkan jutaan anak cacing (microfilaria) yang beredar dalam darah terutama malam hari.
Penyebarannya diseluruh Indoensia baik di pedesaan maupun diperkotaan. Nyamuk merupakan vektor filariasis Di Indonesia ada 23 spesies nyamuk yang diketahui bertindak sebagai vektor dari genus: mansonia, culex, anopheles, aedes dan armigeres.
ü  W. bancrofti perkotaan vektornya culex quinquefasciatus
ü  W. bancrofti pedesaan: anopheles, aedes dan armigeres
ü  B. malayi : mansonia spp, an.barbirostris.
ü  B. timori : an. barbirostris.
Mikrofilaria mempunyai periodisitas tertentu tergantung dari spesies dan tipenya. Di Indonesia semuanya nokturna kecuali type non periodic Secara umum daur hidup ketiga spesies sama Tersebar luas di seluruh Indonesia sesuai dengan keadaan lingkungan habitatnya. ( Got, sawah, rawa, hutan ).
2.2.1    Cacing Dewasa atau Makrofilaria
Ø   Berbentuk silindris, halus seperti benang, putih dan hidup di dalam sisitem limfe.
Ø   Ukuran 55 – 100 mm x 0,16 mm
Ø   Cacing jantan lebih kecil: 55 mm x 0,09 mm
Ø   Berkembang secara ovovivipar
2.2.2    Mikrofilaria
Ø   Merupakan larva dari makrofilaria sekali keluar jumlahnya puluhan ribu.
Ø   Mempunyai sarung. 200 – 600 X 8 um
Didalam tubuh nyamuk mikrofilaria yang diisap nyamuk akan berkembang dalam otot nyamuk.Setelah 3 hari menjadi larva L1, 6 hari menjadi larva L2, 8-10 hari untuk brugia atau 10 – 14 hari untuk wuchereria akan menjadi larva L3. Larva L3 sangat aktif dan merupakan larva infektif.ditularkan kepada manusia melalui gigitan nyamuk (tetapi tidak seperti malaria). Manusia merupakan hospes definitive Hampir semua dapat tertular terutama pendatang dari daerah non-endemik Beberapa hewan dapat bertindak sebagai hospes reservoir
Faktor yang mempengaruhi :
Ø  Lingkungan fisik : Iklim, Geografis, Air dan lainnnya,
Ø  Lingkungan biologik: lingkungan Hayati yang mempengaruhi penularan; hutan, reservoir, vector.
Ø  lingkungan social – ekonomi budaya : Pengetahuan, sikap dan perilaku, adat Istiadat, Kebiasaan dsb,
Ø  Ekonomi: Cara Bertani, Mencari Rotan, Petik Cengkeh dan Coklat Dsb
Ø  Penularan dapat terjadi apabila ada 5 unsur yaitu sumber penular (manusia dan hewan), Parasit , Vektor, Manusia yang rentan, Lingkungan (fisik, biologik dan sosial-ekonomi budaya)
2.2.3    Siklus Hidup Cacing Filaria
           Siklus hidup cacing filaria dapat terjadi dalam tubuh nyamuk apabila nyamuk tersebut menggit dan menghisap darah orang yang terserang filariasis, sehingga mikro filaria yang terdapat ditubuh penderita ikut terhisap kedalam  tubuh nyamuk. Mikrofiaria tersebut masuk kedalam paskan pembungkus pada tubuh nyamuk, kemudian menembus dinding lambung dan bersarang diantara otot – otot dada (Toraksi).
            Bentuk mikrofilaria menyerupai sosis yang disebut larva stadium I. Dalam waktu kurang lebih satu minggu larva ini berganti kulit, tumbuh menjadi lebih gemuk dan panjang yang yang disebut larva stadiun II. Pada hari kesepuluh dan seterusnya larva berganti kulit untuk kedua kalinya, sehingga menjadi lebih panjang dan kurus, ini adalah larva stadium III. Gerak larva stadium III ini sangat aktif, sehingga larva mulai bermigrasi mula – mula ke rongga perut (Abdomen) kemudian pindah ke kepala dan alat tusuk nyamuk.
            Apabila nyamuk mikrofilaria ini menggigit manusia maka mikrofilaria yang sudah berbentuk larva infektif (Larva stadium III) secara aktif ikut masuk kedalam tubuh manusia (Hospes),bersama – sama dengan aliran darah dalam tubuh manusia.Larva keluar dari pembuluh darah dan masuk  ke pembuluh limfe. Didalam pembuluh limfe larva mengalamidua kali pergantian kulit dan tumbuh menjadi dewasa yang sering disebut larva stadium IV dan larva  stadium V. Cacing filaria yang sudah dewasa bertempat di pembuluh limfe, sehingga akan menyumbat pembuluh limfe dan akan terjadi pembengkakan.
Cacing filaria sendiri memiliki ciri sebagai berikut :
Cacing dewasa (makrofilaria) berbentuk seperti benang berwarna putih kekuningan. Sedangkan larva cacing filaria (kirofilaria berbentuk seperti benang berwarna putih susu.
Makrofilaria yang betina memiliki panjang kurang lebih 65-100mm dan ekornya lurus berujung tumpul. Untuk makro filaria yang jantan memiliki panjang kurang lebih 40mm dan ekor melingkar.Sedangkan mikrofilaria memilki panjang kurang labih 250 mikron, bersarung pucat
Tempat hidup makrofilaria jantan dan betina di saluran limfe. Tetapi pada malam hari mikrofilaria terdapat didalam darah tepi sedangkan pada siang hari mikrofilaria terdapat di kapiler alat- alat dalam seperti paru- paru, jantung, dan hati.
2.3       Cara Penularan Filariasis
Seseorang dapat tertular atau terinfeksi filariasis apabila orang tersebut digigit nyamuk yang sudah terinfeksi, yaitu nyamuk yang dalam tubuhnya mengandung larva (L3). Nyamuk sendiri mendapat mikro filarial karena menghisap darah penderita atau dari hewan yang mengandung mikrofolaria. Nyamuk sebagai vector menghisap darah penderita (mikrofilaremia) dan pada saat itu beberapa microfilaria ikut terhisap bersama darah dan masuk dalam lambung nyamuk. Dalam tubuh nyamuk microfilaria tidak berkembang biak tetapi hanya berubah bentuk dalam beberapa hari dari larva 1 sampai menjadi larva 3, karenanya diperlukan gigitan berulang kali untuk terjadinya infeksi. Didalam tubuh manusia larva 3 menuju sistem limfe dan selanjutnya tumbuh menjadi cacing dewasa jantan atau betina serta bekembang biak
2.4     Patofisiologi
Ahli parasitologi dari Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Prof Saleha Sungkar, menjelaskan, mikrofilaria masuk ke tubuh manusia lewat nyamuk. Lebih dari 20 species nyamuk menjadi vektor (penyebar penyakit) filiriasis. Nyamuk Culex quinquefasciatus sebagai vektor (penyebar penyakit) untuk wuchereria bancrofti di daerah perkotaan. Di pedesaan vektor umumnya Anopheles, Culez, Aedes, dan Mansonia. Spesies nyamuk vektor bisa berbeda dari daerah satu dengan daerah lain.
Cacing yang diisap nyamuk tidak begitu saja dipindahkan, tetapi sebelumnya tumbuh di dalam tubuh nyamuk. Makhluk mini itu berkembang dalam otot nyamuk. Sekitar 3 minggu, pada stadium 3, larva mulai bergerak aktif dan berpindah ke alat tusuk nyamuk. Nyamuk pembawa mikrofilaria itu lalu gentayangan menggigit manusia dan ”memindahkan” larva infektif tersebut.
Bersama aliran darah, larva keluar dari pembuluh kapiler dan masuk ke pembuluh limfe. Uniknya, cacing terdeteksi dalam darah tepi pada malam hari, selebihnya bersembunyi di organ dalam tubuh. Pemeriksaan darah ada-tidaknya cacing biasa dilakukan malam hari. Selain manusia, untuk brugia malayi, sumber penularan penyakit juga bisa binatang liar, seperti kera dan kucing (hospes reservoir).
Setelah dewasa, cacing menyumbat pembuluh limfe dan menghalangi cairan limfe sehingga terjadi pembengkakan. Selain di kaki, pembengkakan bisa terjadi di tangan, payudara, atau buah zakar. ”Di tubuh manusia cacing itu menumpang makan dan hidup.
Ketika menyumbat pembuluh limfe di selangkangan, misalnya, cairan limfe dari bawah tubuh tidak bisa mengalir sehingga kaki membesar. Dapat terjadi penyumbatan di ketiak, mengakibatkan pembesaran tangan.

2.5       Manifestasi Klinis
Umumnya, filariasis akan bersifat mikrofilaremia subklinis. Apalagi kebanyakan penderita penyakit ini merupakan masyarakat pedesaan hingga sama sekali tidak terdeteksi oleh pranata kesehatan yang berada di lingkungan tersebut. Namun demikian, jika telah parah dan kronis dapat menimbulkan hidrokel, acute adenolymphangytis (ADL), serta kelainan pembuluh limfe yang kronis. Di daerah-daerah yang endemis W.bancrofti juga sudah banyak orang yang kebal sehingga jika ada satu atau dua orang yang skrotumnya tiba-tiba sudah besar, kemungkinan sudah banyak sekali laki-laki yang terinfeksi parasit ini. Meski demikian, jika ingin mendeteksi secara dini, dalam fase subklinis penderita filariasis bancrofti akan mengalami hematuria dan atau proteinuria mikroskopik, pembuluh limfe yang melebar dan berkelok-kelok –dideteksi dengan flebografi- , serta limfangiektasis skrotum –dideteksi dengan USG. Namun tentu saja gejala-gejala yang disebutkan terakhir jarang sekali (kalau bisa dibilang tidak pernah) terdeteksi karena terjadi di pedalaman-pedalaman desa.
ADL ditandai dengan demam tinggi, peradangan limfe (limfangitis dan limfadenitis), serta edema lokal yang bersifat sementara. Limfangitis ini bersifat retrograd, menyebar secara perifer dari KGB menuju arah sentral. Sepanjang perjalanan ini, KGB regional akan ikut membesar atau sekedar memerah dan meradang. Bisa juga terjadi tromboflebitis di sepanjang jalur limfe tersebut. Limfadenitis dan limfangitis dapat terjadi pada KGB ekstremitas bawah dan atas akibat infeksi W.bancrofti dan Brugia. Namun khas untuk W.bancrofti, biasanya akan terjadi lesi di daerah genital terlebih dahulu. Lesi di derah genital ini meliputi funikulitis, epididimitis, dan rasa sakit pada skrotum. Nantinya lesi ini juga bisa menjadi limfedema hingga menjadi elefantiasis skrotalis yang sangat khas akibat infeksi W.bancrofti. Lebih jauh, edema ini juga bisa mendesak rongga peritoneal hingga menyebabkan ruptur limfe di daerah renal dan menyebabkan chiluria, terutama waktu pagi.
Pada daerah yang endemis infeksi filaria, terdapat tipe onset penyakit akut yang dinamakan dermatolymphangioadenitis (DLA). Agak sedikit berbeda dengan ADL, DLA merupakan sindrom yang meliputi demam tinggi, menggigil, myalgia, serta sakit kepala. Plak edem akibat peradangan membentuk demarkasi yang jelas dari kulit yang normal. Pada sindrom ini juga terdapat vesikel, ulkus, serta hiperpigmentasi. Kadang-kadang dapat ditemui riwayat trauma, gigitan serangga, terbakar, radiasi, lesi akibat pungsi, serta kecelakaan akibat bahan kimia. Biasanya port d’entrée dari filaria tersebut terletak di daerah interdigital. Karena bentuknya yang tidak terlalu khas, sindrom ini sering juga didiagnosis sebagai selulitis.
Tanda dan Gejala Penyakit Kaki Gajah
Seseorang yang terinfeksi penyakit kaki gajah umumnya terjadi pada usia kanak-kanak, dimana dalam waktu yang cukup lama (bertahun-tahun) mulai dirasakan perkembangannya.
Adapun gejala akut yang dapat terjadi antara lain :
Ø  Demam berulang-ulang selama 3-5 hari, demam dapat hilang bila istirahat dan muncul lagi setelah bekerja berat.
Ø  Pembengkakan kelenjar getah bening (tanpa ada luka) didaerah lipatan paha, ketiak (lymphadenitis) yang tampak kemerahan, panas dan sakit.
Ø  Radang saluran kelenjar getah bening yang terasa panas dan sakit yang menjalar dari pangkal kaki atau pangkal lengan kearah ujung (retrograde lymphangitis).
Ø  Filarial abses akibat seringnya menderita pembengkakan kelenjar getah bening, dapat pecah dan mengeluarkan nanah serta darah.
Ø  Pembesaran tungkai, lengan, buah dada, buah zakar yang terlihat agak kemerahan dan terasa panas (early lymphodema).
Ø  Gejala dan tanda klinis kronis :
Ø  Limfedema : Infeksi Wuchereria mengenai kaki dan lengan, skrotum, penis, vulva vagina dan payudara, Infeksi Brugia dapat mengenai kaki dan lengan dibawah lutut / siku lutut dan siku masih normal.
Ø  Hidrokel : Pelebaran kantung buah zakar yang berisi cairan limfe, dapat sebagai indikator endemisitas filariasis bancrofti.
Ø  Kiluria : Kencing seperti susu      kebocoran sel limfe di ginjal, jarang ditemukan
2.6       Tindakan Pencegahan
            Pencegahan terhadap penyakit filariasis / kaki gajah dapat dilakukan dengan jalan :
Ø  Berusaha menghindari diri dari gigitan nyamuk
Ø  Membersihkan air pada rawa-rawa yang merupakan tempat   perindukan    nyamuk
Ø  Mengeringkan / genangan air sebagai tempat perindukan nyamuk
Ø  Membakar sisa-sisa sampah (berupa kertas dan plastik)
Ø  Minimal melakukan penyemprotan sebulan sekali
            Pencegahan penyakit kaki gajah / filasiasis bagi penderita penyakit filariasis diharapkan untuk memeriksakan kedokter agar mendapatkan penanganan obat – obatan sehingga tidak menyebabkan penularan kepada masyarakat lainnya.
            Perlu adanya pendidikan dan pencegahan serta pengenalan penyakit kaki gajah / filariasis di wilayah masing – masing  sangatlah penting untuk memutus mata rantai penularan penyakit ini. Membersihkan lingkinggan sekitar adalah hal terpenting untuk mencegah terjadinya perkembangan nyamuk diwilayah tersebut. 



















BAB III
PENUTUP
3.1       Kesimpulan
Berikut adalah kesimpulan dalam makalah ini:
3.1.1    Filariasis adalah penyakit yang disebabkan oleh cacing filaria yang hidup dalam sistem limfe dan ditularkan oleh nyamuk. Bersifat menahun dan menimbulkan cacat menetap. Gejala klinis berupa demam berulang 3-5 hari, pembengkakan kelenjar limfe, pembesaran tungkai, buah dada, dan skrotum. Dapat didiagnosis dengan cara deteksi parasit dan pemeriksaan USG pada skrotum.
3.1.2    Mekanisme penularan yaitu ketika nyamuk yang mengandung larva infektif menggigit manusia, maka terjadi infeksi mikrofilaria. Tahap selanjutnya di dalam tubuh manusia, larva memasuki sistem limfe dan tumbuh menjadi cacing dewasa. Kumpulan cacing filaria dewasa ini menjadi penyebab penyumbatan pembuluh limfe. Akibatnya terjadi pembengkakan kelenjar limfe, tungkai, dan alat kelamin.
3.1.3    Pencegahan filariasis dapat dilakukan dengan menghindari gigitan nyamuk dan melakukan 3M. Pengobatan menggunakan DEC dikombinasikan dengan Albendazol dan Ivermektin selain dilakukan pemijatan dan pembedahan. Upaya rehabilitasi dapat dilakukan dengan operasi.
3.2       Saran
Diharapkan Pembaca dan Mahasiswa dapat lebih memahami kasus Filariasis kasus filariasis karena penyakit ini dapat membuat penderitanya mengalami cacat fisik sehingga akan menjadi beban keluarga, masyarakat dan Negara. Dengan penanganan kasus filariasis ini pula, diharapkan pembaca dan mahasiswa mampu mewujudkan program Lingkungan bersih dan sehat dengan Penyakit Filariasis.
DAFTAR PUSTAKA
  1. Eka. 2008. Pengobatan Massal Penyakit Filariasis Secara Gratis.  Diakses dari situs http://www.enrekangkab.go.id. pada tanggal 30 Maret 2008.
  2. Entjang, Indan. 1982. Ilmu Kesehatan Masyarakat. Bandung : Penerbit Alumni.
  3. Prianto, Juni L.A., dkk. 1999. Atlas Parasitologi Kedokteran. Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama.
  4. Sofyan, Iyan. 2007. Cegah Penyakit Kaki Gajah, Sembilan Ratus Ribu Warga Bogor Diharuskan Minum Obat Cacing. Diakses dari situs http://www.kotabogor.go.id. pada tanggal 30 Maret 2008.
  5. http://ditaanugrah.blogspot.com/2014/01/makalah-lengkap-filariasis-kaki-gajah.html
  6. http://nursamawiah.blogspot.com/2012/03/makalah-cacing-filaria-wuchereria.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar