BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Filariasis atau elephantiasis atau yang
dalam bahasa Indonesia dikenal sebagai penyakit kaki gajah, dan di beberapa
daerah menyebutnya untut adalah penyakit yang disebabkan karena infeksi
cacing filaria.
Penyakit kaki
gajah disebabkan oleh cacing dari kelompok nematoda, yaitu Wucheraria
bancrofti, Brugia malayi dan Brugia timori. Ketiga jenis cacing tersebut
menyebabkan penyakit kaki gajah dengan cara penularan dan gejala klinis, serta
pengobatan yang sama. Cacing betina akan menghasilkan (melahirkan) larva,
disebut mikrofilaria, yang akan bermigrasi kedalam sistem peredaran darah.
Penyakit kaki gajah terutama disebabkan karena adanya cacing dewasa yang hidup
di saluran getah bening. Cacing tersebut akan merusak saluran getah bening yang
mengakibatkan cairan getah bening tidak dapat tersalurkan dengan baik sehingga
menyebabkan pembengkakan pada tungkai dan lengan. Cacing dewasa mampu bertahan
hidup selama 5 – 7 tahun di dalam kelenjar getah bening.
Data WHO
menunjukkan bahwa di dunia terdapat 1,3 miliar penduduk yang berada di lebih
dari 83 negara berisiko tertular filariasis, dan lebih dari 60% negara-negara
tersebut berada di Asia Tenggara. Diperkirakan lebih dari 120 juta orang
diantaranya sudah terinfeksi dengan 43 juta orang sudah menunjukkan gejala
klinis berupa pembengkakan anggota tubuh di kaki atau lengan (Lymphoedema) atau
anggota tubuh lainnya. Penyakit ini tersebar luas terutama di pedesaan,
dapat menyerang semua golongan umur baik anak-anak maupun dewasa, laki-laki dan
perempuan.
Penyakit ini merupakan salah satu
masalah kesehatan masyarakat yang serius di Indonesia. Diperkirakan sampai
tahun 2009 penduduk berisiko tertular filariasis lebih dari 125 juta orang yang
tersebar di 337 kabupaten/kota endemis filariasis dengan 11.914 kasus kronis
yang dilaporkan dan diestimasikan prevalensi microfilaria 19%, kurang lebih
penyakit ini akan mengenai 40 juta penduduk.
Penyakit kaki
gajah merupakan salah satu penyakit di daerah tropis dan sub tropis yang
sebelumnya terabaikan. Mengingat penyebaran yang sangat luas di Indonesia maka
bila tidak ditangani dengan baik dapat menyebabkan kecacatan dan stigma
psikososial yang berdampak pada penurunan produktivitas penderita, beban
keluarga dan kerugian ekonomi yang besar bagi negara. Oleh karena itu penyakit
kaki gajah ini telah menjadi salah satu penyakit menular yang diprioritaskan
untuk dieliminasi. Di tingkat global, program eliminasi filariasis telah
dicanangkan sejak 1999, dan WHO terus menggerakkan program eliminasi ini di
negara endemis, termasuk Indonesia.
Pelaksanaan
POMP filariaris dilakukan dengan berbasis kabupaten / kota. Walau sudah
berbasis kabupaten, upaya program tersebut belum dapat menjangkau seluruh
penduduk di wilayah kabupaten / kota tersebut. Pola program semacam ini
tidaklah efisien dan tidak efektif karena tetap terdapat risiko penularan
(re-infeksi) karena belum seluruh penduduk terlindungi. Untuk itu, pelaksanaan
POMP filariasis perlu direncanakan secara komprehensif dan mencakup seluruh
wilayah endemis di Indonesia.
Maka dari itu penyusun tertarik untuk
mengambil judul mengenai penyakit filariasis agar perawat dapat memahami factor
penyebab, tanda gejala serta cara pencegahan dan penanggulangan dari penyakit
filariasis ini mengingat penyakit ini angka kejadiannya cukup tinggi.
1.2 Rumusan
Masalah
1.2.1 Apa
definisi Filariasis?
1.2.2 Apa
Etiologi/Penyebab Filariasis?
1.2.3 Bagaimana Patofisiologi Filariasis?
1.3 Tujuan
1.3.1 Mengetahui
pengertian Filariasis.
1.3.2 Mengetahui
penyebab Filariasis.
1.3.4 Mengetahui bagaimana
Patofisiologi Filariasis.
1.4 Manfaat
1.4.1 Makalah ini diharapkan dapat menjadi sumber pengetahuan,
agar kedepan kita dapat berbuat dan bertindak untuk mengenali dan mengatasi
serta menghindari penyakit Filariasis.
1.4.2 Penulis dapat lebih mengetahui dan
memahami secara spesifik tentang Filariasis.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Definisi
Penyakit Kaki
Gajah (Filariasis atau Elephantiasis) adalah golongan penyakit menular yang disebabkan
oleh cacing Filaria yang ditularkan melalui berbagai jenis nyamuk. Setelah
tergigit nyamuk, parasit (larva) akan menjalar dan ketika sampai pada jaringan
sistem lympa maka berkembanglah menjadi penyakit tersebut. Tidak seperti
Malaria dan Demam berdarah, Filariasis dapat ditularkan oleh 23 spesies nyamuk
dari genus Anopheles, Culex, Mansonia, Aedes & Armigeres. Karena inilah,
Filariasis dapat menular dengan sangat cepat.
Penyakit ini
bersifat menahun (kronis) dan bila tidak mendapatkan pengobatan, dapat
menimbulkan cacat menetap berupa pembesaran kaki, lengan dan alat kelamin baik
perempuan maupun laki-laki. Penyakit Kaki Gajah bukanlah penyakit yang
mematikan, namun demikian bagi penderita mungkin menjadi sesuatu yang dirasakan
memalukan bahkan dapat mengganggu aktifitas sehari-hari.
Penyakit Kaki
Gajah umumnya banyak terdapat pada wilayah tropis. Menurut info dari WHO,
urutan negara yang terdapat penderita mengalami penyakit kaki gajah adalah Asia
Selatan (India dan Bangladesh), Afrika, Pasifik dan Amerika. Belakangan banyak
pula terjadi di negara Thailan dan Indonesia (Asia Tenggara).
Di Indonesia
penyakit Kaki Gajah tersebar luas hampir di Seluruh propinsi. Berdasarkan
laporan dari hasil survei pada tahun 2000 yang lalu tercatat sebanyak 1553 desa
di 647 Puskesmas tersebar di 231 Kabupaten 26 Propinsi sebagai lokasi yang
endemis, dengan jumlah kasus kronis 6233 orang. Hasil survai laboratorium,
melalui pemeriksaan darah jari, rata-rata Mikrofilaria rate (Mf rate) 3,1 %,
berarti sekitar 6 juta orang sudah terinfeksi cacing filaria dan sekitar 100
juta orang mempunyai resiko tinggi untuk ketularan karena nyamuk penularnya
tersebar luas.
2.2 Etiologi
Penyakit
ini disebabkan oleh 3 spesies cacing filarial : Wuchereria Bancrofti, Brugia
Malayi, Brugia Timori. cacing ini menyerupai benang dan hidup dalam tubuh
manusia terutama dalam kelenjar getah bening dan darah. Cacing ini dapat hidup
dalam kelenjar getah bening manusia selama 4-6 tahun dan dalam tubuh manusia
cacing dewasa betina menghasilkan jutaan anak cacing (microfilaria) yang
beredar dalam darah terutama malam hari.
Penyebarannya diseluruh Indoensia baik di pedesaan maupun
diperkotaan. Nyamuk merupakan vektor filariasis Di Indonesia ada 23 spesies
nyamuk yang diketahui bertindak sebagai vektor dari genus: mansonia, culex,
anopheles, aedes dan armigeres.
ü W. bancrofti perkotaan
vektornya culex quinquefasciatus
ü W. bancrofti pedesaan:
anopheles, aedes dan armigeres
ü B. malayi : mansonia spp, an.barbirostris.
ü B. timori : an. barbirostris.
Mikrofilaria mempunyai periodisitas tertentu tergantung
dari spesies dan tipenya. Di Indonesia semuanya nokturna kecuali type non
periodic Secara umum daur hidup ketiga spesies sama Tersebar luas di seluruh
Indonesia sesuai dengan keadaan lingkungan habitatnya. ( Got, sawah, rawa,
hutan ).
2.2.1 Cacing Dewasa atau Makrofilaria
Ø Berbentuk silindris, halus seperti benang, putih dan
hidup di dalam sisitem limfe.
Ø Ukuran 55 – 100 mm x 0,16 mm
Ø Cacing jantan lebih kecil: 55 mm x 0,09 mm
Ø Berkembang secara ovovivipar
2.2.2 Mikrofilaria
Ø Merupakan larva dari makrofilaria sekali keluar jumlahnya
puluhan ribu.
Ø Mempunyai sarung. 200 – 600 X 8 um
Didalam
tubuh nyamuk mikrofilaria yang diisap nyamuk akan berkembang dalam otot
nyamuk.Setelah 3 hari menjadi larva L1, 6 hari menjadi larva L2, 8-10 hari
untuk brugia atau 10 – 14 hari untuk wuchereria akan menjadi
larva L3. Larva L3 sangat aktif dan merupakan larva infektif.ditularkan kepada
manusia melalui gigitan nyamuk (tetapi tidak seperti malaria). Manusia
merupakan hospes definitive Hampir semua dapat tertular terutama pendatang dari
daerah non-endemik Beberapa hewan dapat bertindak sebagai hospes reservoir
Faktor yang mempengaruhi :
Ø Lingkungan fisik : Iklim, Geografis, Air dan lainnnya,
Ø Lingkungan biologik: lingkungan Hayati yang mempengaruhi penularan; hutan,
reservoir, vector.
Ø lingkungan social – ekonomi
budaya : Pengetahuan, sikap dan perilaku, adat
Istiadat, Kebiasaan dsb,
Ø Ekonomi: Cara Bertani, Mencari Rotan, Petik Cengkeh dan Coklat Dsb
Ø Penularan dapat terjadi apabila ada 5 unsur yaitu sumber
penular (manusia dan hewan), Parasit , Vektor, Manusia yang rentan, Lingkungan
(fisik, biologik dan sosial-ekonomi budaya)
2.2.3 Siklus Hidup Cacing Filaria
Siklus hidup cacing filaria dapat terjadi dalam tubuh nyamuk apabila
nyamuk tersebut menggit dan menghisap darah orang yang terserang filariasis,
sehingga mikro filaria yang terdapat ditubuh penderita ikut terhisap
kedalam tubuh nyamuk. Mikrofiaria
tersebut masuk kedalam paskan pembungkus pada tubuh nyamuk, kemudian menembus
dinding lambung dan bersarang diantara otot – otot dada (Toraksi).
Bentuk mikrofilaria
menyerupai sosis yang disebut larva stadium I. Dalam waktu kurang lebih satu
minggu larva ini berganti kulit, tumbuh menjadi lebih gemuk dan panjang yang
yang disebut larva stadiun II. Pada hari kesepuluh dan seterusnya larva
berganti kulit untuk kedua kalinya, sehingga menjadi lebih panjang dan kurus,
ini adalah larva stadium III. Gerak larva stadium III ini sangat aktif,
sehingga larva mulai bermigrasi mula – mula ke rongga perut (Abdomen) kemudian
pindah ke kepala dan alat tusuk nyamuk.
Apabila nyamuk
mikrofilaria ini menggigit manusia maka mikrofilaria
yang sudah berbentuk larva infektif (Larva stadium III) secara aktif ikut masuk
kedalam tubuh manusia (Hospes),bersama – sama dengan aliran darah dalam tubuh
manusia.Larva keluar dari pembuluh darah dan masuk ke pembuluh limfe. Didalam pembuluh limfe
larva mengalamidua kali pergantian kulit dan tumbuh menjadi dewasa yang sering
disebut larva stadium IV dan larva
stadium V. Cacing filaria yang sudah dewasa bertempat di pembuluh limfe,
sehingga akan menyumbat pembuluh limfe dan akan terjadi pembengkakan.
Cacing filaria sendiri memiliki ciri sebagai
berikut :
Cacing dewasa
(makrofilaria) berbentuk seperti benang berwarna putih kekuningan. Sedangkan
larva cacing filaria (kirofilaria berbentuk seperti benang berwarna putih susu.
Makrofilaria yang
betina memiliki panjang kurang lebih 65-100mm dan ekornya lurus berujung
tumpul. Untuk makro filaria yang jantan memiliki panjang kurang lebih 40mm dan
ekor melingkar.Sedangkan mikrofilaria memilki panjang kurang labih 250 mikron,
bersarung pucat
Tempat hidup makrofilaria jantan dan betina di
saluran limfe. Tetapi pada malam hari mikrofilaria terdapat didalam darah tepi
sedangkan pada siang hari mikrofilaria terdapat di kapiler alat- alat dalam
seperti paru- paru, jantung, dan hati.
2.3 Cara
Penularan Filariasis
Seseorang dapat tertular atau terinfeksi filariasis
apabila orang tersebut digigit nyamuk yang sudah terinfeksi, yaitu nyamuk yang
dalam tubuhnya mengandung larva (L3). Nyamuk sendiri mendapat mikro filarial
karena menghisap darah penderita atau dari hewan yang mengandung mikrofolaria.
Nyamuk sebagai vector menghisap darah penderita (mikrofilaremia) dan pada saat
itu beberapa microfilaria ikut terhisap bersama darah dan masuk dalam lambung
nyamuk. Dalam tubuh nyamuk microfilaria tidak berkembang biak tetapi hanya
berubah bentuk dalam beberapa hari dari larva 1 sampai menjadi larva 3,
karenanya diperlukan gigitan berulang kali untuk terjadinya infeksi. Didalam
tubuh manusia larva 3 menuju sistem limfe dan selanjutnya tumbuh menjadi cacing
dewasa jantan atau betina serta bekembang biak
2.4 Patofisiologi
Ahli
parasitologi dari Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Prof Saleha
Sungkar, menjelaskan, mikrofilaria masuk ke tubuh manusia lewat nyamuk. Lebih
dari 20 species nyamuk menjadi vektor (penyebar penyakit) filiriasis. Nyamuk Culex quinquefasciatus
sebagai vektor (penyebar penyakit) untuk wuchereria bancrofti di daerah
perkotaan. Di pedesaan vektor umumnya Anopheles, Culez, Aedes, dan Mansonia.
Spesies nyamuk vektor bisa berbeda dari daerah satu dengan daerah lain.
Cacing yang diisap nyamuk tidak
begitu saja dipindahkan, tetapi sebelumnya tumbuh di dalam tubuh nyamuk.
Makhluk mini itu berkembang dalam otot nyamuk. Sekitar 3 minggu, pada stadium
3, larva mulai bergerak aktif dan berpindah ke alat tusuk nyamuk. Nyamuk
pembawa mikrofilaria itu lalu gentayangan menggigit manusia dan ”memindahkan”
larva infektif tersebut.
Bersama aliran darah, larva
keluar dari pembuluh kapiler dan masuk ke pembuluh limfe. Uniknya, cacing
terdeteksi dalam darah tepi pada malam hari, selebihnya bersembunyi di organ
dalam tubuh. Pemeriksaan darah ada-tidaknya cacing biasa dilakukan malam hari.
Selain manusia, untuk brugia malayi, sumber penularan penyakit juga bisa
binatang liar, seperti kera dan kucing (hospes reservoir).
Setelah dewasa, cacing
menyumbat pembuluh limfe dan menghalangi cairan limfe sehingga terjadi
pembengkakan. Selain di kaki, pembengkakan bisa terjadi di tangan, payudara,
atau buah zakar. ”Di tubuh manusia cacing itu menumpang makan dan hidup.
Ketika menyumbat pembuluh limfe di selangkangan, misalnya, cairan limfe
dari bawah tubuh tidak bisa mengalir sehingga kaki membesar. Dapat terjadi
penyumbatan di ketiak, mengakibatkan pembesaran tangan.
2.5 Manifestasi Klinis
Umumnya,
filariasis akan bersifat mikrofilaremia subklinis. Apalagi kebanyakan penderita
penyakit ini merupakan masyarakat pedesaan hingga sama sekali tidak terdeteksi
oleh pranata kesehatan yang berada di lingkungan tersebut. Namun demikian, jika
telah parah dan kronis dapat menimbulkan hidrokel, acute adenolymphangytis
(ADL), serta kelainan pembuluh limfe yang kronis. Di daerah-daerah yang endemis
W.bancrofti juga sudah banyak orang yang kebal sehingga jika ada satu atau dua
orang yang skrotumnya tiba-tiba sudah besar, kemungkinan sudah banyak sekali
laki-laki yang terinfeksi parasit ini. Meski demikian, jika ingin mendeteksi
secara dini, dalam fase subklinis penderita filariasis bancrofti akan mengalami
hematuria dan atau proteinuria mikroskopik, pembuluh limfe yang melebar dan
berkelok-kelok –dideteksi dengan flebografi- , serta limfangiektasis skrotum
–dideteksi dengan USG. Namun tentu saja gejala-gejala yang disebutkan terakhir
jarang sekali (kalau bisa dibilang tidak pernah) terdeteksi karena terjadi di
pedalaman-pedalaman desa.
ADL ditandai
dengan demam tinggi, peradangan limfe (limfangitis dan limfadenitis), serta
edema lokal yang bersifat sementara. Limfangitis ini bersifat retrograd,
menyebar secara perifer dari KGB menuju arah sentral. Sepanjang perjalanan ini,
KGB regional akan ikut membesar atau sekedar memerah dan meradang. Bisa juga
terjadi tromboflebitis di sepanjang jalur limfe tersebut. Limfadenitis dan
limfangitis dapat terjadi pada KGB ekstremitas bawah dan atas akibat infeksi
W.bancrofti dan Brugia. Namun khas untuk W.bancrofti, biasanya akan terjadi
lesi di daerah genital terlebih dahulu. Lesi di derah genital ini meliputi
funikulitis, epididimitis, dan rasa sakit pada skrotum. Nantinya lesi ini juga
bisa menjadi limfedema hingga menjadi elefantiasis skrotalis yang sangat khas
akibat infeksi W.bancrofti. Lebih jauh, edema ini juga bisa mendesak rongga
peritoneal hingga menyebabkan ruptur limfe di daerah renal dan menyebabkan
chiluria, terutama waktu pagi.
Pada daerah yang endemis infeksi filaria,
terdapat tipe onset penyakit akut yang dinamakan dermatolymphangioadenitis
(DLA). Agak sedikit berbeda dengan ADL, DLA merupakan sindrom yang meliputi
demam tinggi, menggigil, myalgia, serta sakit kepala. Plak edem akibat
peradangan membentuk demarkasi yang jelas dari kulit yang normal. Pada sindrom
ini juga terdapat vesikel, ulkus, serta hiperpigmentasi. Kadang-kadang dapat
ditemui riwayat trauma, gigitan serangga, terbakar, radiasi, lesi akibat
pungsi, serta kecelakaan akibat bahan kimia. Biasanya port d’entrée dari
filaria tersebut terletak di daerah interdigital. Karena bentuknya yang tidak
terlalu khas, sindrom ini sering juga didiagnosis sebagai selulitis.
Tanda dan Gejala
Penyakit Kaki Gajah
Seseorang yang
terinfeksi penyakit kaki gajah umumnya terjadi pada usia kanak-kanak, dimana
dalam waktu yang cukup lama (bertahun-tahun) mulai dirasakan perkembangannya.
Adapun gejala
akut yang dapat terjadi antara lain :
Ø Demam
berulang-ulang selama 3-5 hari, demam dapat hilang bila istirahat dan muncul
lagi setelah bekerja berat.
Ø Pembengkakan
kelenjar getah bening (tanpa ada luka) didaerah lipatan paha, ketiak
(lymphadenitis) yang tampak kemerahan, panas dan sakit.
Ø Radang saluran
kelenjar getah bening yang terasa panas dan sakit yang menjalar dari pangkal
kaki atau pangkal lengan kearah ujung (retrograde lymphangitis).
Ø Filarial abses
akibat seringnya menderita pembengkakan kelenjar getah bening, dapat pecah dan
mengeluarkan nanah serta darah.
Ø Pembesaran
tungkai, lengan, buah dada, buah zakar yang terlihat agak kemerahan dan terasa
panas (early lymphodema).
Ø Gejala dan tanda klinis kronis :
Ø Limfedema : Infeksi Wuchereria mengenai kaki dan lengan, skrotum,
penis, vulva vagina dan payudara, Infeksi Brugia dapat mengenai kaki dan lengan
dibawah lutut / siku lutut dan siku masih normal.
Ø Hidrokel : Pelebaran kantung buah zakar yang berisi cairan limfe,
dapat sebagai indikator endemisitas filariasis bancrofti.
Ø Kiluria : Kencing seperti susu kebocoran
sel limfe di ginjal, jarang ditemukan
2.6 Tindakan
Pencegahan
Pencegahan terhadap
penyakit filariasis / kaki gajah dapat dilakukan dengan jalan :
Ø
Berusaha menghindari diri dari gigitan nyamuk
Ø
Membersihkan air pada rawa-rawa yang merupakan tempat perindukan
nyamuk
Ø
Mengeringkan / genangan air sebagai tempat perindukan nyamuk
Ø
Membakar sisa-sisa sampah (berupa kertas dan plastik)
Ø
Minimal melakukan penyemprotan sebulan sekali
Pencegahan penyakit kaki gajah / filasiasis bagi
penderita penyakit filariasis diharapkan untuk memeriksakan kedokter agar
mendapatkan penanganan obat – obatan sehingga tidak menyebabkan penularan
kepada masyarakat lainnya.
Perlu adanya pendidikan dan pencegahan serta
pengenalan penyakit kaki gajah / filariasis di wilayah masing – masing sangatlah penting untuk memutus mata rantai
penularan penyakit ini. Membersihkan lingkinggan sekitar adalah hal terpenting untuk mencegah
terjadinya perkembangan nyamuk diwilayah tersebut.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Berikut
adalah kesimpulan dalam makalah ini:
3.1.1 Filariasis adalah penyakit yang disebabkan
oleh cacing filaria yang hidup dalam sistem limfe dan ditularkan oleh nyamuk.
Bersifat menahun dan menimbulkan cacat menetap. Gejala klinis berupa demam
berulang 3-5 hari, pembengkakan kelenjar limfe, pembesaran tungkai, buah dada,
dan skrotum. Dapat didiagnosis dengan cara deteksi parasit dan pemeriksaan USG
pada skrotum.
3.1.2 Mekanisme penularan
yaitu ketika nyamuk yang mengandung larva infektif menggigit manusia, maka
terjadi infeksi mikrofilaria. Tahap selanjutnya di dalam tubuh manusia, larva
memasuki sistem limfe dan tumbuh menjadi cacing dewasa. Kumpulan cacing filaria
dewasa ini menjadi penyebab penyumbatan pembuluh limfe. Akibatnya terjadi
pembengkakan kelenjar limfe, tungkai, dan alat kelamin.
3.1.3 Pencegahan filariasis dapat dilakukan dengan
menghindari gigitan nyamuk dan melakukan 3M. Pengobatan menggunakan DEC
dikombinasikan dengan Albendazol dan Ivermektin selain dilakukan pemijatan dan
pembedahan. Upaya rehabilitasi dapat dilakukan dengan operasi.
3.2 Saran
Diharapkan
Pembaca dan Mahasiswa dapat lebih memahami kasus Filariasis kasus filariasis
karena penyakit ini dapat membuat penderitanya mengalami cacat fisik sehingga
akan menjadi beban keluarga, masyarakat dan Negara. Dengan penanganan kasus
filariasis ini pula, diharapkan pembaca dan mahasiswa mampu mewujudkan program
Lingkungan bersih dan sehat dengan Penyakit Filariasis.
DAFTAR PUSTAKA
- Eka. 2008. Pengobatan Massal Penyakit Filariasis Secara Gratis. Diakses dari situs http://www.enrekangkab.go.id. pada tanggal 30 Maret 2008.
- Entjang, Indan. 1982. Ilmu Kesehatan Masyarakat. Bandung : Penerbit Alumni.
- Prianto, Juni L.A., dkk. 1999. Atlas Parasitologi Kedokteran. Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama.
- Sofyan, Iyan. 2007. Cegah Penyakit Kaki Gajah, Sembilan Ratus Ribu Warga Bogor Diharuskan Minum Obat Cacing. Diakses dari situs http://www.kotabogor.go.id. pada tanggal 30 Maret 2008.
- http://ditaanugrah.blogspot.com/2014/01/makalah-lengkap-filariasis-kaki-gajah.html
- http://nursamawiah.blogspot.com/2012/03/makalah-cacing-filaria-wuchereria.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar